Kata Anang Soal RUU Permusikan: Globalisasi dan Perdagangan Bebas Menuntut Situasi Seperti Ini

Minggu, 03 Februari 2019 | 12:50
KOMPAS.com/DIAN REINIS KUMAMPUNG

Anang Hermansyah

HAI-online.com -RUU (Rancangan Undang-Undang) Permusikan yang diusulkan oleh Komisi X DPR RI, akhir-akhir ini jadi sorotan paramusisiIndonesiadan menuai banyakkritik.

Pasalnya,RUU Permusikanyang dirancang oleh DPR RI pada 15 Agustusinijustu dinilai mengandung pasal-pasal karet yang bisa mengekang paramusisiuntukberekspresi melalui karya mereka.

Menanggapi polemik ini, Anang Hermansyah selaku anggota Komisi X DPR RI yang juga cukup lama berkecimpung dalam industri musik mengaku memahami kegelisahanteman-teman musisinya terhadap pasal-pasal tersebut.

"Saya bisa memahami kegelisahan teman-teman terkait dengan pasal 5 RUU Permusikan ini, itu bisa didiskusikan dengan kepala dingin," kata Anang melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com.

Menurut musisi yang pernah tergabung dalam band Kidnap Katrina ini, isu kebebasan berekspresi yang disandingkan dengan norma dalam pasal 5 harus dikembalikan pada ketentuan tentang HAM sebagaimana diatur dalam UUD 1945.

Baca Juga : 'Tidak Butuh', 'Industri yang Sehat Lebih Penting' Ini Respon Para Musisi tentang RUU Permusikan

"Isu kebebasan berekspresi dan berpendapat, pada akhirnya dihadapkan padal Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 bahwa kebebasan itu dibatasi dengan UU yang mempertimbangkan nilai moral, agama, keamanan dan ketertiban umum dalam bingkai negara demokrasi," ujar Anang.

Iajuga menjelaskan maksud dari pasal 32 dalam draf RUU Permusikan yang mengatur mekanisme uji kompetensi terhadap profesi musisi.

"Belum lagi syarat sertifikasi yang harus dimiliki jika musisi hendak tampil di pentas internasional. Tapi, apa pun masukan dari stakeholder sangat berarti dalam proses pembahasan RUU ini," tambahnya.

Ia menuturkan persoalan sertifikasi telah menjadi kebutuhan merujuk keberadaan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang merupakan hasil ratifkasi dari Regional Model Competency Standard (RMCS) dari International Labour Organization, Organisasi Buruh Internasional di bawah PBB.

"Memang tampak absurd mengukur karya seniman dan musisi melalui uji kompetensi dan sertifikasi. Namun, globalisasi dan perdagangan bebas menuntut situasi seperti ini. Tapi semua harus kita diskusikan lebih detail kembali," kata Anang.

Tag

Editor : Alvin Bahar

Sumber Kompas.com