HAI-online.com -Rapper Marzuki Mohamad atau yang lebih dikenal dengan Kill the DJ, baru-baru ini geram lantaran lagu"Jogja Istimewa"ciptaannya telah digunakan tanpa ijin oleh pendukung salah satu pasangan capres dan cawapres di Pemilhan Presiden 2019.
Saking kesalnya, Marzuki pun siap membawa kasus ini ke ranah hukum karena perbuatan ini dinilai telah melanggar undang-undang dan hak ciptanya atas lagu"Jogja Istimewa".
Masalah hak cipta pun kembali menjadi perbincangan. Meski sudah tertulis dalamUndang-Undang Nomor 28 Tahun 2014, namun masih saja ada banyak pihak yang memandang sebelah mata masalah hak cipta ini.
Jadi, apa sih pentingnyahak ciptaini? Mengapa semua orang meributkan soal itu? Bukankah setiap orang bebas berekspresi? Lagipula di mana salahnya jika seseorang merasa terinspirasi dari lagu orang lain?
Toh, ada istilah, nggak ada yang baru di bawah kolong langit ini. Dengan begitu maka sah jika musik dapat dinikmati setiap orang, tanpa harus digugat sana-sini?
Baca Juga : Berkaca pada Kasus Lagu Jogja Istimewa, Apa yang Harus Dikakukan Kalo Lagu Lo Dibajak?
Candra Darusman dan HKI
Penyanyi sekaligus penulis lagu Candra Darusman dalam buku perdananya,Perjalanan Sebuah Lagu: Tentang Penciptaan, Perlindungan dan Pemanfaatan Lagu, menjelaskan tentang pentingnya hak cipta sebagai basis industri kreatif.
Candra Darusman menyebut hak cipta ini sebagai hak eksklusifyang diperoleh secara otomatis, beda dengan hak kekayaan intelektual (HKI) lain yang harus lebih dulu didaftarkan.Hak cipta langsung dipegang oleh orang atau pihak pertama yang mempublikasikan dan menyiarkan karya tersebut.
Sedangkan hak eksklusif maksudnya adalah hak tersebut dimiliki pencipta sebelum dia mengalihkannya kepada pihak lain.
“Hukum tertua hak cipta itu untuk buku, percetakan dan penerbitan. Pertama kali berlaku di Inggris pada 1709, dikeluarkan oleh Kerajaan Inggris,” tuturnya.
Tujuan awal hak cipta waktu itu bukan semata bisnis. Kerajaan Inggris bermaksud menguasai peredaran paham di masyarakat. Dengan kata lain, fungsi hak cipta pada waktu itu juga untuk penyensoran.
"Maka terjadilah kolusi formal antara dunia bisnis dan kerajaan. Kolusi ini berlangsung lama, hingga tiba saatnya perjanjian tersebut diperpanjang," sambung dia.
Para penerbit menuntut hak lebih dengan dalih perlindungan pada penulis. Padahal otak mereka murni laba saja. Pihak kerajaan untungnya tak masuk perangkap. Mereka mengabulkan aturan yang pada akhirnya lebih menguntungkan penulis daripada penerbit.
Begitulah cikal-bakal lahirnya Statute of Anne pada 1709, yang selanjutnya jadi acuan negara lain mengundangkan hak cipta.
Baca Juga : Memahami Distorsi dan Kebisingan di Jogja Noise Bombing Festival 2019
Fungsi perlindungan dalam Hak Cipta
Di Indonesia, hak cipta merupakan salah satu cabang konsepsi hukum dalam Undang-Undang Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Indonesia. Bagi penerima Anugerah Kebudayaan Kategori Pencipta, Pelopor dan Pembaru 2016 itu, dengan adanya ketentuan hak cipta, berarti negara sudah berupaya untuk melindungi kreasi dari para pelaku industri kreatif. Sayangnya, aturan tersebut jauh lebih sering diterabas daripada dipatuhi.
Padahal, menurut Candra, setiap manusia kreatif patut dihargai, diberikan perlindungan dan insentif terus menerus. Semua itu demi menjaga agar dia tetap berkarya dan karyanya bisa sampai ke masyarakat.
“Meminjam istilah pemerintah, ada green eco untuk ekonomi pertanian. Ada juga istilah blue eco untuk program ekonomi kelautan. Nah, sekarang ada pula orange eco, program untuk meningkatkan mutu ekonomi nasional di bidang industri kreatif," kata Candra Darusman.
Lebih lanjut, Candra menganalogikan hak cipta ibarat pagar suatu kebun yang luas. Di dalam kebun itu ada buah-buahan yang ranum dan manis, serta gurih, juga bermacam-macam bunga yang indah.
Dijelaskan bahwadengan adanya pagar, isi kebun akan terjaga kelestariannya. Singkat kata, orang lain nggak bisa sembarangan masuk dan memetik hasilnya, maupun menginjak-injak bunga yang sudah dirawat sedemikian apik oleh pemiliknya.
Candra Darusman mengajak pendengarnya untuk membayangkan dunia tanpa hak cipta. “Apakah buku dan lagu yang dikreasikan akan aman?” Jawabnya, sudah tentu, akan ada banyak perselisihan, orang-orang meributkan suatu karya sebagai miliknya, seraya mengklaim pihak seberang yang sudah meniru karyanya.
Selain perlindungan, Candra Darusman menerangkan bahwa hak cipta juga bertujuan menjembatani individu yang berkarya dengan publik yang dengan sukacita menikmati karya tersebut.
“Singkatnya, hak cipta dibutuhkan ketika seseorang mulai memasarkan karyanya. Bukan pada saat mulai berkarya. Dan selama belum ditemukan sistem alternatif lain, sistem hak cipta yang tertata dapat menjadi insentif atau perangsang untuk berkarya,” urainya dalam buku Perjalanan Sebuah Lagu.