Bukan Monalisa, Ini Lho Perempuan yang Paling Banyak Dilukis di Dunia

Rabu, 09 Januari 2019 | 17:10

Lukisan Model Solidor

HAI-Online.com - Pasti familiar kan sama lukisan di atas? Karya seni yang menggambarkan perempuan berambut blonde sebahu ini dibuat pada 1930-an. Tapi, lo tau nggak sih, kalo yang berpose di lukisan-lukisan tersebut adalah model yang sama.

Dia adalah Suzy Solidor, yang lukisan dirinya mendominasi karya seni lukis zaman itu, sehingga dijuluki sebagai ‘Perempuan Paling Banyak Dilukis di Dunia’.

Lebih dari 225 seniman pernah melukisnya termasuk Tamara de Lempicka, Jean Cocteau, Francis Bacon, Man Ray, sampe Pablo Picasso. Model ini merupakan seorang penyanyi kabaret.

Baca Juga : Wih! Ada Pameran One Piece di Singapura Sampai Awal Tahun 2019

Solidor lahir di Saint-Malo, Brittany pada 1900 sebagai anak nggak sah dari seorang pengacara Baron Robert Surcouf dan pembantunya, Louise Marion. Saat Solidor berusia 6 tahun, dia diadopsi oleh Eugene Rocher yang menikahi Ibunya setahun kemudian.

Nama Solidornya dia ambil dari nama menara di Saint-Malo karena nggak punya hak atas nama ayah biologisnya.

Perjalanan Karir: Model Sampe Penyanyi Kabaret

Sejak usia 17 tahun, Solidor udah hidup mandiri. Dia menjadi relawan saat Perang Dunia I sebagai supir ambulan. Tugasnya mengantar perwira Breton ke garis depan di sebelah utara Prancis.

Karena passionnya jadi model, perempuan ini mencoba peruntungannya dengan pergi ke Paris. Solidor bertemu agen barang antik Yvonne de Bremond d’Ars yang sangat mendukungnya jadi model. Di sebelah toko Yvonne, terdapat perancang busana Jeanne Lanvia yang memulai langkah Solidor sebagai model.

Jeanne ngajak Solidor buat jadi model pakaian renangnya. Saat itu lah potretnya diambil pertama kali. Dia berlenggok di jalanan Deauville mengiklankan pakaian renang yang terbuat dari jaring ikan dan mutiara.

Baca Juga : Kisah Perjuangan Eirene dalam Merilis Album Pertama Bareng Kolase

Solidor use swimming suit

Solidor merupakan perempuan di zamannya yang mencocokkan kepribadian artistik yang cabul dengan ketajaman bisnis yang cerdik dalam mempropagandakan citranya. P

otret dirinya selama tahun 1930-an yang bak Kardashian, secara secara blak-blakan mengubah kehidupan seks dan tubuhnya menjadi sebuah komoditas. Ia memanfaatkan mitologi diri yang selalu sesuai dengan perasaan sendiri dan pendapat artistiknya: this was no ‘lipstick lesbianism’.

Pertama kali, Solidor tampil di publik sebagai seorang penyanyi di Le Brummel Cabaret, Deauville pada tahun 1929. Karirnya dimulai di kota Paris yang saat itu menjadi tempat eksperimen sosial dan seksual. Solidor pun mengaku secara terang-terangan kalo dirinya adalah seorang lesbian lewat lagu yang dibuatnya.

Dilansir dari BBC Culture, Solidor nggak merasa terganggu dengan penilaian orang-orang atau bahkan yang cari tahu preferensinya. Dan pada 1930 rekaman pertama kalinya dimulai.

Baca Juga : Millennial Kreatif itu Gampang Habiskan Uang, Bagaimana Ngaturnya?

solidor use cabaret hat

Singkat cerita, Solidor sukses menjadi penyanyi kabaret, dan memiliki kabaret mewah di tahun 1933. Kabaretnya menjadi tempat para seniman Paris berkumpul. Selain sesuai dengan selera pria, Solidor juga menyesuaikan kabaretnya dengan selera wanita.

Lirik lagu yang dibuatnya puitis dan dibawakan dengan gaya jazz. Musik Amerika Latin buatannya pun menjadi mode baru saat itu. Disandang dengan gaun panjang elegan dari satin hitam mengkilap merupakan ciri khasnya saat bernyanyi.

Sebelum memiliki kabaretnya sendiri, Suzy Solidor merupakan wanita pertama pemilik kelab malam di Paris, La Vie Parisienne. Sebanyak 33 potret dirinya ia pajang di panggung kelabnya. Nama besar seperti Edith Piaf dan Marlene Dietrich pernah bernyanyi di panggungnya. Pengunjung kelab Solidor sebagian besar adalah aristokrat, pebisnis, serta para seniman homo dan heteroseksual.

solidor with painting

Bahkan di zaman kependudukan Nazi sekalipun, kelabnya masih tetap berjalan dan populer di kalangan orang Jerman. Dalam situasi ini, entah diuntungkan atau dirugikan, Suzy Solidor disebut-sebut sebagai kolaborator untuk Jerman.

Jessica Walker, pemeran Suzy Solidor dalam pertunjukan “All I Want is One Night” pada pertengahan 2017 lalu mengatakan, “Ada juga dokumentasi yang menunjukkan bahwa dia membantu orang Yahudi keluar sambil memegangi surat-surat mereka,” dari penelitiannnya dia mengklaim bahwa Solidor mungkin saja seorang agen ganda, “Saya rasa dia menyampaikan informasi kepada resistan dari Jerman saat mereka sedang mabuk di kelabnya,”.

Akhirnya, selebriti showbiz ini pun dihukum karena tuduhan sebagai kolaborator dan harus meninggalkan Prancis setelah perang. Solidor pergi dari Prancis mengelilingi Amerika Serikat, sambil membawa lukisan kesukaannya.

Setelah berkelana, Ia pun kembali dan tinggal di Haut de Cagnes, Prancis Selatan pada tahun 1960. Solidor memulai bar kabaret barunya di ruang bawah tanah.

Baca Juga : Menikmati Seni Uang dari Karya-Karya Para CreARTor Fest 2018

Hari Tua Solidor

Pada masa tua, Solidor kehilangan pesonanya. Menurut Walker, Solidor menggemuk karena kebanyakan minum wiski. Fisiknya udah nggak menarik lagi saat berusia 50 tahun ke atas. Kehilangan penampilan nampaknya sangat menyakitkan bagi perempuan yang udah ngebangun karirnya ini.

Di usianya yang ke-83, Solidor menghembuskan nafas terakhirnya. Pesona dan kegigihannya dikenang sebagai simbol emansipasi wanita. Lukisan dan potret dirinya sebanyak 44 buah dipajang pada sebuah museum Grimaldi Castle di Haut de Cagnas.

Grimaldi Castle Museum

Penulis : Zhafira/HAI

Editor : Al Sobry

Sumber : BBC

Baca Lainnya