HAI-Online.com - Gerombolan metal yang berbasis di Jakarta Selatan, KRAS akhirnya memuntahkan amunisi penuh perdana bertajuk Mad Maniac (Disaster Record, Maternal Disaster).
Album yang dirilis sejak 31 Oktober 2018 ini merupakan antem kegilaaan para personel KRAS terhadap musik thrash sekaligus jati diri mereka yang seutuhnya.
Band yang diawaki Bobby Jahat (vokal, bass), Eben Andreas (gitar), Eq (drum), dan Brio (gitar) ini mengawali perjalanan peluncuran Mad Maniac melalui dua single; One Shot One Kill (2017) dan Metal Maniac (2018) yang disemburkan sebagai penggoda para pemuja metal Indonesia.
Baca Juga : Jevin Julian Rilis Single Kolaborasi Capone dengan A. Nayaka
Kini, single ketiga, NR’N’R’NPED bahkan siap melengkapi penahbisan album ini dalam beberapa waktu ke depan.
Dari sisi lirik, KRAS banyak mengangkat isu-isu sosial, akhir zaman dan lika-liku anak band. Polutaniac City mengangkat kisah tentang kondisi kota Jakarta yang semakin sumpek dan susahnya mencari ketenangan.
Apokalips dan Suci Sintetis, bercerita tentang semakin nyatanya tanda-tanda akhir zaman di mana orang salah nggak lagi merasa malu, sedangkan orang benar justru tersingkir.
Ada pula Bobby Jahat yang didedikasikan Eq sang drummer kepada vokalis Bobby yang dikenal sebagai fanboy metal: “Bela-belain beli CD dan vinyl band-band favorit, tapi nahan lapar!” sembur Eq, sambil terkekeh.
Sementara NR’N’RNPED—akronim dari No Rock N’ Roll No Party Everyday--berisi curahan hati KRAS sebagai anak band yang merasakan duka dan pahitnya memasuki industri musik di mana mereka kerap menerima perlakuan tak mengenakan dari event organizer hingga drama ‘lebay’ yang sering terjadi di komunitas mereka.
Lagu ini dibuat oleh Brio yang sayangnya harus hengkang setelah album ini rampung direkam.
Satu hal yang nggak kalah penting, di album ini KRAS mengajak Dwey, vokalis band thrash metal asal Bandung, Werewolf untuk berkolaborasi di lagu Serangan Terakhir, lagu yang bercerita tentang perjuangan berdarah-darah para personel KRAS dalam mempertahankan eksistensi band ini sampai harus mengorbankan biaya, waktu, karier kerja konvensional sampai asmara.
Baca Juga : 5 Band Rock yang Butuh Dibikin Film Biopic Kayak Bohemian Rhapsody
Tapi yang nggak kalah penting. Diajaknya Dwey dalam lagu ini merupakan upaya KRAS untuk mengikis atau bahkan menghabisi sentimen kedaerahan yang akhir-akhir ini terus mengembang. Di lagu ini, Bobby sama sekali nggak bernyanyi!
Supaya kamu tahu. Fanatisme semu para penggemar sepak bola di Indonesia nggak jarang menjangkit ke berbagai aspek kehidupan.
Hingga akhirnya melahirkan fanatisme kedaerahan yang ironisnya terbawa hingga ke panggung musik metal. Padahal, musik adalah bahasa universal yang seharusnya bisa mempersatukan segala perbedaan.
"Sebagai harapan, thrash metal ini bisa menjadi gaung memperbaiki hubungan scene metal Bandung dengan Jakarta. Kita semua orang Indonesia, untuk apa terkotak-kotakan hanya karena fanatisme sepak bola,” kata Bobby, menjelaskan pesan dalam lagu Serangan Terakhir.
Hal lain yang perlu digarisbawahi. KRAS juga memberikan menghormati dan berterima kasih kepada para pahlawan metal lokal yang telah membentuk karakter sekaligus selera bermusik mereka secara keseluruhan.
Melalui Metal Maniac, Bobby dkk memberikan puja-puji kepada para pahlawan distorsi tebal seperti Seringai, Burgerkill, Noxa, Siksakubur, Rajasinga, Komunal dan lainnya atas segala inspirasi yang mereka semburkan.
"Dulu, sebelum ada Rotor (era awal 90-an), metalhead Indonesia selalu berkiblat kepada band-band metal luar. Memang wajar, karena musik ini bukan lahir di Indonesia.
Tapi sekarang, kualitas band-band seperti Seringai, Burgerkill, Noxa, Siksakubur, Rajasinga sudah sejajar dengan band-band luar. Inilah para pahlawan kami yang membuat kami akhirnya ‘gila’ seperti ini," tukas Eben.
Proses penggarapan tindak lanjut dari EP (album mini) Patriam Fur (2015) dan Heavy Metal Punk Machine (2017) ini sendiri memakan waktu sekitar satu tahun.
Baca Juga : Sejarah Tersembunyi di Balik Cover Album 'Nevermind' Milik Nirvana
Namun Eben mengungkap, dengan durasi yang terbilang cukup lama KRAS kini lebih matang dan dewasa dalam menyuguhkan setiap tetesan distorsi dan kata-kata dalam album ini. Tidak seperti dua EP sebelumnya yang digarap terburu-buru.
"Jujur, sebetulnya masih jauh dari kata sempurna dan puas. Tapi, ini merupakan peningkatan kualitas dari dua EP sebelumnya yang terkesan digarap dengan konsep 'kick and rush'. EP sebelumnya belum bisa jadi jembatan untuk menunjukkan kami kepada dunia metal, paling enggak di seluruh Indonesia. Dan kami harap album ini bisa jadi identitas KRAS,” Eben mengakhiri.
Dan meski Brio memilih untuk berkonsentrasi kepada pekerjaannya. Itu sama sekali nggak mengganggu kegilaan KRAS untuk terus eksis di atas panggung.
Setelah sempat dibantu oleh Donny, kini Mondi melengkapi formasi KRAS sebagai additional guitarist. Awas, bersiaplah dengan segala kegilaaan yang disemburkan KRAS! (*)