Follow Us

Sekolah Akan Sampai Pukul 16.00, Tapi Siswa Nggak Akan Dikasih PR.

Rizki Ramadan - Kamis, 10 November 2016 | 03:45
Mendikbud, Muhadjir Effendy
Rizki Ramadan

Mendikbud, Muhadjir Effendy

Wacana penerapan program penguatan karakter (PPK) atau yang terlanjur dikenal masyarakat sebagai program Full Day School (FDS) masih gencar digodok oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Menteri Muhadjir Effendy mengatakan pada Oktober lalu, sudah ada sekitar 500 sekolah yang akan dijadikan percontohan. Sebagian sekolah ditunjuk, sebagian mengajukan diri secara sukarela.

“(Program ini) untuk SD dan SMP, akan dimulai akhir semester ini. Dugaan saya bisa sampai 1500-2000 sekolah yang akan ikut,” kata Muhadjir Effendy kepada HAI saat itu. Namun, beliau belum bisa menyebutkan daftar sekolah-sekolah yang terdaftar.

Nantinya, siswa hanya sekolah lima hari. Sabtu dan Minggu diliburkan. Namun, seperti disebutkannya kepada Kompas.com, jam sekolah ditambah. Masuk seperti biasa, tapi jam pulangnya menjadi pukul 16.00.

Selama di sekolah, kegiatan yang dilakukan siswa nggak melulu belajar akademis. Selain ekstrakulikuler, menteri Muhadjir juga bilang kalau akan ada program kokulikuler sebagai pendamping pelajaran akademis.

“Setelah jam pelajaran selesai, ada aktivitas tambahan, yang sifatnya belajar sambil bergembira. Ada olahraga, beragama, dan berkesenian. Ada pesan moral dan pengembangan karakter,” kata Pak Muhadjir.

Untuk itu, sekolah diharapkan bisa mengajak pengajar tamu untuk materi-materi yang nonakademis.

“Kita akan melibatkan seniman, budayawan, atau jurnalis misalnya, untuk mengajar menulis. (Sekolah) akan kita bikin terbuka, kita gunakan pendekatan yang namanya manajemen berbasis sekolah dan partisipasi masyarakat.” lanjutnya. Ya, nantinya, pengajar kita bukan hanya guru tetap saja, tetapi juga siapapun yang emang dianggap punya kemampuan untuk mengajarkan materi tertentu.

Pokoknya, pak Menteri mau, dengan PPK ini sekolah menjadi tempat yang menggembirakan bagi anak, bukan malah memberatkan.

“Saya ingin sekolah jadi rumah kedua untuk anak. Bukan mal, bukan jalanan,” tukasnya.

Satu pertanyaan pun muncul di kalangan pelajar SMA: Apa iya, hanya SD dan SMP saja yang menerapkan program ini? Terus, yang SMA gimana?

“Ini menekankan agar pada tingkat SD bobot pendiikan karakternya 70 persen, SMP 60 persen, dan SMA 20 persen. Tapi yang paling penting adalah SD dan SMP, maka program ini saya fokuskan (ke sana). Sementara SMA disiapkan untuk studi lanjut, dan SMK untuk ke dunia kerja,” tegas mantan rector UMM itu.

Nah, demi mewujudkan misinya membuat sekolah menjadi menggembirakan dan nggak memberatkan siswa, Pak Muhadjir juga berencana menghapus pemberian PR akademis dari sekolah. Lembar kerja siswa (LKS) pun akan dihapus.

"Saya pengin nantinya Lembar Kerja Siswa (LKS) juga nggak boleh ada lagi. Saya ingin pendidikan tuntas di sekolah. Murid nggak boleh bawa pekerjaan rumah. Bawa bacaan boleh, itu bagus, tapi kalau malah jadi beban, ya nggak boleh," papar pak Muhadjir.

Gimana pendapat lo, setuju nggak dengan rencana kebijakan pak Muhadjir ini? sampaikan di kolom komentar yah.

Editor : Rizki Ramadan

Latest