Setelah beberapa kali diperiksa ulang, hasilnya tetap positif. Ginan nggak nyangka sama sekali kalo virus HIV menyusup ke tubuhnya lewat jarum suntik. Rasa kalut dan ketakutan nggak diterima keluarga berkecamuk di kepalanya. Toh, semua itu jadi kenyataan.
Saat pulang rehab dari Malaysia, keluarganya memisahkan gelas, piring dan sendok untuk dirinya.
Pada tahun 2002, bersama sejumlah kawannya yang terinfeksi, Ginan membuka statusnya sebagai penyandang HIV di televisi. “Saya diusir lagi sama orang tua.” Dulu, ia dibenci karena kecanduan dan mencuri; kini, orang tuanya nggak setuju dia membuka statusnya di media massa.Masa itu, mengaku mengidap HIV di depan publik terbilang belum pernah terjadi di Indonesia. Tapi menurutnya, justru para pengidap harus melakukan itu untuk penanganan lebih lanjut. “Nggak ada bedanya antara pengidap dan bukan. Kalau nggak ada yang mulai buka status bakal susah,” tegas Ginan.
Begitulah bagaimana pengalaman hidupnya membuatnya merasa perlu mendirikan sebuah komunitas tempat OHIDA (Orang Dengan HIV/AIDS) dan pecandu napza berkumpul untuk bertukar pikiran.
Tepatnya 1 Januari 2003, Ginan, Darwis, Ikbal, Patri dan Tanto mendirikan Rumah Cemara. Ide nama ini diambil dari sebuah serial Keluarga Cemara di sebuah stasiun televisi nasional yang menggambarkan potret keluarga sederhana tapi dekat satu sama lain.
Modal mereka awalnya cuma keyakinan bersama bahwa pemulihan harus dimulai dari perubahan di dalam komunitas itu sendiri. Keyakinan ini tumbuh dari pengalaman sebagai pecandu yang kerap keluar-masuk panti rehabilitasi.*****
Orang awam banyak yang tau kalo kawasan ini ngetop dengan Pesantren Daarut Tauhid, binaan Abdullah Gymnastiar alis AA Gym. Nggak jauh dari situ, Rumah Cemara sudah bisa terlihat. Tepatnya di Jalan Gegerkalong Girang No. 52.
Pintu masuknya melalui halaman tersisa yang nggak dibangung warung. Tapi sering harus zigzag di antara barisan motor yang parkir. Beberapa kali tampak pemilik warung hilir-mudik mengantar pesanan makanan dan minuman dari rumah induk.
Pagar depan terbuka lebar. Pekarangannya luas, ditumbuhi pohon rindang. Di bawahnya meja dan kursi berderet nyaman banget untuk bersantai.
Suasana rileks yang dibangun di sana, emang sengaja diciptakan. Tampak beberapa penghuni yang merupakan pecandu, sedang berkumpul layaknya lagi nongkrong di rumah teman.