Follow Us

Buku Asik Untuk Belajar Demokrasi dan Politik

Rizki Ramadan - Rabu, 02 November 2016 | 12:00
buku ini itu demokrasi
Rizki Ramadan

buku ini itu demokrasi

Seperti nonton film bahasa asing bersinematografi keren tapi nggak ada subtitle-nya, berada di negara yang situasi demokrasi berpolitiknya lagi bergejolak, tapi nggak tau bahasa-bahasanya itu rasany seru-seru hambar. Gimana nggak, kita cuma bisa menyaksikan, tanpa bisa mengerti dan sepenuhnya berpartisipasi bertukar makna.

Itulah mengapa kita perlu baca buku bikinan Tim Pamflet Generasi, sebuah lembaga kepemudaan yang berjudul Ini-Itu Demokrasi ini. Istilah, konsep dan teori penting tentang politik serta demokrasi dijelaskan dengan gaya glosarium kamus: dari A-Z.

Nggak cukup, lho, paham tentang Tut Wuri Handayani, kita, anak muda juga harus tahu istilah-istilah yang sering muncul di berita-berita politik seperti konstitusi, calon legislatif, elektabilitas, dan depolitasi; sampai paham –isme –isme yang kerap mampir di kuping pada obrolan-obrolan soal pergerakan, kayak sosialime, separatisme, neoliberalisme, dan anarki.

Nah,ngomong-ngomong soal anarki. Buku ini bakal mencerahkan pemikiran kita. Anarki itu nggak sama kayak pemberontakan dan kekacauan, seperti yang selama ini kita pikirkan. Mengutip buku Abbey: The Theory of Anarchy, buku ini menjelaskan bahwa sebenarnya anarki itu adalah, “Sebuah paham hidup damai yang mendukung demokrasi, kebebasan hidup tanpa tekanan orang lain, serta mengedepankan kemandirian masyarakat.” (hal. 8)

HAI yakin, lo semua sering banget nemu tweet, posting di FB atau meme, yang isinya ajakan untuk peduli dengan suatu isu dan melakukan pergerakan atau dukungan. Setelah baca buku ini, lo bakal tau, kalau aksi tersebut ada istilahnya, yaitu kliktivisme.

“Kliktivisme merupakan aktivisme yang dilakukan menggunakan media sosial dan cara online lainnya. Kliktivisme sering disebut juga aktivisme 2.0” (hal. 98)

Buku ini khusus dirancang untuk dibaca remaja. Karena itulah, bahasa yang digunakan nggak jauh dari bahasa sehari-hari kita. Biar lebih jelas menggambarkan, penulis juga kerap menggunakan analogi yang dekat dengan dunia remaja. Saat menjelaskan istilah ‘fasisme’ misalnya. Penulis menganalogikan paham ekstrem yang memaksa kehendak ini seperti pacar yang posesif. “Maunya bareng-bareng terus, bajunya sama, gadget sama, semua semua hal dikontrol dan dalam menjalankannya tak segan-segan melakukan tindakan kekerasan.” (hal. 46)

Wah, berarti, pacar posesif bisa disebut pacar fasis, juga dong? Hehehe

Didampingi Ilustrasi dan Desain Pemanja Mata

Buku yang berukuran 11x18 cm ini dijamin nggak bakal bikin lo bosan dengan istilah-istilah politiknya. Soalnya, ilustrasi bikinan Indriani Widiastuti yang mendampinginya bikin buku ini jadi fun bahkan menggemaskan. Bahasa visual dalam ilustrasi hitam-putihnya pun bikin kita lebih mudah memahami isi buku. Lo yang hobi gambar, pasti jadi gatel pengen corat-coret ngesketch gara-gara liat gambarnya.

Editor : Hai Online

Latest