Follow Us

Wawancara Eksklusif The Panturas: Ombak Deras Dari dan Bagi Jatinangor

Mohammad Farras Fauzi - Sabtu, 18 September 2021 | 16:35
The Panturas
Courtesy of The Panturas

The Panturas

HAI-Online.com - Bagi sebagian besar band yang memulai kariernya dari bawah tanah, merilis album keduanya nggak ubahnya pencapaian gede.

Hal yang sama juga terjadi dengan The Panturas. Sepekan lalu (10/09), kuartet bangor ini baru saja melepas anak kedua mereka dengan tajuk 'Ombak Banyu Asmara', buah dari kesuksesan besar yang mereka terima dari album debut 'Mabuk Laut'.

Baca Juga: Review Album: Ombak Banyu Asmara, Pelayaran Terjauh dari The Panturas

Dengan pencapaian besar di tengah proyek yang cukup masif ini, The Panturas belum lagi ingin melupakan akar mereka saat lahir enam tahun lalu.

Kini dihuni oleh Kuya, Abyan, Ijal, dan Gogon; mereka bahkan masih sangat bangga untuk mengakui Jatinangor sebagai tanah air yang sangat berjasa bagi The Panturas.

Cerita ini disampaikan rekan-rekan Panturas dengan sangat hangat pada Selasa kemarin (14/09) via Instagram HAI.

Sekelumit tentang Jatinangor

Bisa dibilang, kecamatan inilah yang menjadi rahim pertama bagi embrio The Panturas untuk melanggengkan aksi-aksi selancar necisnya hingga saat ini.

Letaknya yang strategis - jauh dari Kota Bandung dan dari pusat Kabupaten Sumedang - membuat para pemuda Jatinangor kerap harus memutar otak untuk menyiasati hiburan yang terbatas.

Alhasil, Jatinangor yang sebagian besarnya dihuni oleh para mahasiswa - setidaknya tiga hingga empat kampus besar - ini menjadi sangat berwarna dan membentuk sebuah iklim bawah tanah yang sehat.

Sedari dulu, kondisi serba terbatas dari Jatinangor inilah yang membuat banyak band-band keren akhirnya bermunculan. The Panturas, tentu saja adalah salah satu produknya.

Lahirnya The Panturas di Jatinangor

Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, tempat lahir The Panturas
Wikimedia

Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, tempat lahir The Panturas

The Panturas dibidani oleh Surya Fikri Ash-Shidiq atau Kuya (drummer) dan Rizal Taufik atau Ijal (gitaris) yang merupakan putra kebanggaan Tanjungsari (kecamatan tetangga Jatinangor), keduanya merupakan kawan seangkatan Fakultas Komunikasi Universitas Padjadjaran.

Medio 2015 menjadi saksi awal bagi ekosistem musik independen Jatinangor pun juga bagi Panturas kala itu.

Dengan menjamurnya event musik dan band yang bermunculan kala itu, Kuya dan Ijal dkk akhirnya memutuskan untuk membuat sebuah band yang berbeda dengan yang lain.

Alhasil, lahirlah formasi awal The Panturas berkat ketekunan dan kecintaan Kuya terhadap film yang kemudian diimplementasikan ke sebuah grup musik - well, bisa dibilang sekarang sangatlah sinematik.

"Urang (gue) merasa sangat terbantu dengan kehadiran penjaja DVD bajakan di Jatinangor, serta keberadaan perpustakaan Batoe Api dengan kuncén-nya, Bang Anton," ujar Kuya mengenang bagaimana dirinya mulai ngulik referensi untuk The Panturas.

"Berkat keberadaan mereka, literasi dan referensi musik ataupun film yang bisa dibagiin menjadi semakin kaya. Hal tersebut juga yang meyakinkan kami untuk memulai The Panturas," lengkapnya.

Baca Juga: HAI Demos: Rapalan Cerdas 'tuk Suarakan Anti Kemapanan Ala Ayat Astral

Simak lanjutan perbincangan HAI bareng The Panturas di bawah:

Lantas, apa yang membuat album kedua 'Ombak Banyu Asmara' ini menjadi begitu spesial bagi The Panturas?

The Panturas: Menurut Gogon dan Acin, anak kedua ini melegakan seluruh tim Panturas karena telah ditahan selama berbulan-bulan lamanya.

"Semua materi bahkan udah siap sejak sebelum pandemi. Total kami mengalami proses sepanjang 13 bulan untuk nungguin album ini rilis," ujar Bagus "Gogon" Patria sang bassist yang diamini oleh Acin.

Dengan proses pematangan album yang cukup panjang tersebut, semua personel The Panturas merasa sangat puas dengan hasil yang ada saat ini.

Apakah ilmu yang kalian dapat saat masih menjadi mahasiswa terpakai untuk berkarya bareng di The Panturas?

The Panturas: Sejak album 'Mabuk Laut', kami selalu menggunakan pendekatan musikalisasi berita untuk penulisan lirik. Acin (gitar/vokal) adalah yang terdepan untuk menggunakan approach ini karena doi lulusan prodi Jurnalistik di FIKOM Unpad.

"Kalo maneh (lo) inget sama tokoh Abdullah di lagu 'Arabian Playboy', itu adalah tokoh fiksi yang kami ciptakan berdasarkan dari pengamatan kami dengan fenomena dan isu sosial yang lagi relevan," ujar Acin menjelaskan.

"Lewat Abdullah-lah kami menemukan core dari bagan penulisan lirik untuk seluruh lagu di album 'Ombak Banyu Asmara' ini," lengkap Gogon menambahi.

Keduanya juga menyepakati kalo musikalisasi berita dengan imbuhan cerita imajinatif-lah yang menjadi elemen penting untuk penulisan lirik buat album terbaru mereka.

Sejak awal kemunculan The Panturas, hal di atas linear dengan kemampuan kalian untuk meramu pengalaman visualisasi yang maksimal buat penonton dan pendengar. Seberapa penting elemen ini untuk The Panturas?

The Panturas: Kuya (drum) adalah bapak dan supervisor utama untuk part visual bagi The Panturas.

Sejak awal, Kuya adalah tokoh sentral untuk menyisipkan pentingnya pengalaman visual yang menarik untuk cerita imajinasi yang dikemas melalui musik rock selancar ngehe dari The Panturas.

Itu alasan kenapa video klip kalian selalu keren-keren, kabarnya bakal ada film juga nih buat lagu 'All I Want'?

The Panturas: Alhamdulillah kalo orang bilang begitu, mah. Betul, All I Want nanti bakal dikemas jadi film agak pendek yang dibintangi oleh artis ngetop, lah. Masih rahasia tapi, tungguin aja.

Kembali lagi kepada Jatinangor, apa kesan kalian terhadap kecamatan ngehe tapi ngangenin ini?

The Panturas: It literally means everything to us (tetiba bahasa Inggris). Di tempat itulah kami memulai segalanya, sehingga satu kalimat aja nggak cukup untuk menggambarkan tempat tersebut.

Kami bahkan masih berhutang untuk bikin live showcase gede-gedean di "kampung halaman" kami tersebut. Semoga bisa terlaksana dalam waktu dekat.

Baca Juga: Diajak Ahmad Dhani Gabung Ahmad Band, Bimo Sulaksono: Lagunya Jangan Susah-susah Gue Nggak Bisa, yang Penting Gedebak-Gedebuk Doang

Dengan segala proyek dan ambisi yang sangat besar melalui 'Ombak Banyu Asmara', The Panturas masih menyongsong definisi dari peribahasa kacang yang tak lupa akan kulitnya.

Bagaimana tidak, dengan semakin derasnya ombak yang kini mereka arungi, selalu ada tandusnya nama Jatinangor untuk dilibatkan dalam arus raksasa milik The Panturas.

Editor : Alvin Bahar

Baca Lainnya

Latest