Follow Us

Presiden BJ Habibie dan Teori Crack Temuannya yang Dipakai di Bidang Penerbangan Seluruh Dunia

Bayu Galih Permana - Kamis, 12 September 2019 | 10:04
Presiden ketiga RI, BJ Habibie
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Presiden ketiga RI, BJ Habibie

HAI-Online.com - Kabar duka datang dari Presiden ketiga Republik Indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie yang menghembuskan nafas terakhir di RSPAD Gatot Soebroto pada Rabu (11/9) petang, setelah berjuang melawan penyakit yang dideritanya.

Menurut keterangan putranya, Thareq Kemal Habibie meninggal dunia pada jam 18.05 WIB karena sudah berusia tua, sehingga sejumlah organ yang ada di dalam tubuhnya mengalami degenerasi, salah satunya jantung.

"Dengan sangat berat, mengucapkan, ayah saya Bacharudin Jusuf Habibie, Presiden ke-3 RI, meninggal dunia jam 18.05 WIB," ungkap Thareq seperti yang dikutip HAI dari Kompas.com.

Semasa hidupnya, BJ Habibie nggak cuma memiliki banyak jasa bagi Bangsa Indonesia, tapi juga dunia penerbangan dunia melalui Teori Keretakan atau Crack yang dia temukan.

Baca Juga: Pak BJ Habibie, Sosok Cowok Sejati dalam Mencintai Kekasih Hati

Dilansir dari Tribun Wiki, teori ini ditemukan oleh Habibie pada tahun 1960'an, ketika teknologi penerbangan belum secanggih sekarang, dan banyak kecelakaan pesawat terbang yang terjadi akibat kelelahan (fatique) pada badan pesawat.

Fyi, titik rawan kelelahan ini sendiri biasanya terjadi pada sambungan sayap, baik dengan badan pesawat terbang maupun dudukan mesin, yang kemudian menyebabkan guncangan keras secara terus menerus ketika sedang take off dan juga landing.

Dari situ lah kemudian muncul keretakan (crack), di mana akan memanjang setiap harinya serta mengakibatkan sayap pesawat patah tanpa diduga.

Melihat hal tersebut, Habibie yang menemukan bagaimana rambatan titik keretakan itu bekerja datang menawarkan solusi melalui teorinya yang berhasil menghitung crack dengan rinci sampai pada hitungan atomnya.

Dengan Teori Crack, porsi rangka baja pesawat dapat dikurangi dan diganti dengan dominasi alumunium, yang tentunya akan mengurangi bobot pesawat tanpa berat penumpang dan juga bahan bakar hingga 10 persen.

Meskipun nggak bisa menghindari risiko pesawat jatuh, teori hasil buatan pria kelahiran Parepare 83 tahun silam ini berhasil membuat pemeliharaan jadi lebih mudah, serta murah dari segi biaya.

Baca Juga: 5 Kenangan Mendiang Paul Walker, Salah Satunya Pernah Mundur Jadi Superman!

Selain itu, teori yang juga dikenal dengan sebutan Faktor Habibie tersebut juga digunakan dalam pengembangan teknologi penggabungan bagian perbagian pada kerangka pesawat.

Hal tersebut membuat badan pesawat yang silinder dengan sisi sayap yang oval mampu menahan tekanan udara ketika take off, serta sambungan bagian body dan juga landing gear jauh menjadi lebih kokoh saat mendarat.

Selamat jalan Pak Habibie! Terima kasih atas semua jasamu bagi seluruh rakyat Indonesia dan bidang penerbangan dunia. (*)

Source : Kompas.com, Tribun Wiki

Editor : Al Sobry

Baca Lainnya

Latest