Sudut pandang ini yang bikin film Gundala berbeda dengan versi atau filmnya di tahun 1981 silam. Sisi imajinatif dari komiknya tidakkental tapi seakan-akan sains yang dimasukan ke dalam cerita dibuat masuk akal.
Untuk itu, Gundala yang diperkenalkan lewat film ini ceritanya dibuat lebih dekat, kalo pun ada “keajaiban super” hal yang dimunculkan itu adalah yang sudah dipercaya orang kebanyakan termasuk warga Republik Indonesia.
Jadilah Sancaka ini sebagai satpam sebuah gudang percetakan koran bernama TheJakarta Times. Pertunjukan masa kecil Sancaka digambarkan tidak terlalu baik untuk anak-anak karena orangtuanya menjadi korban ketidakadiladan pemerintah.
Saat dewasa, Sancaka bekerja sebagai satpam yang diam-diam punya skill teknisi. Sebuah bakat utak-atik elektronik yang dipeliharanya dari kecil hingga sekarang, termasuk memelihara ketakutannya sama petir jika datang hujan.
Baca Juga: Jangan “Bunuh” Gundala dan Teman-temannya Lagi!
Nah, tinggal di sebuah kompleks rusun, Sancaka yang pengen jauh dari masalah orang-orang nampaknya agak susah kalo nggak ikut campur sama urusan orang. Kejadian demi kejadian membuat Sancaka jadi petarung yang andal.
Sampai suatu waktu dirinya lemah juga dan petir itu datang membawa keajaiban. Singkatnya, Sancaka sadar petir punya pengaruh besar dalam kekuatannya. Skill utak-atik perkakas elektronik ternyata berfaedah juga dalam membuat kostum khas patriot penumpas kejahatan itu.
Yang keren, nggak cuma sebab musabab Sancaka jadi Gundala. Oh ya, Sancaka di sini belum tahu lho sebutan untuk dirinya yang punya kekuatan super dari petir itu disebut apa. Pasalnya nggak ada teman, orang ahli atau pun media online yang meliput pertarungan preman melawan Sancaka menyebut-nyebut kalo orang dibalik topeng itu adalah Gundalaatau apa?
Makanya lebih enak, kalo pertarungan-pertarungan yang muncul dalam film disebut Sancaka melawan siapa.Bukan Gundala lawan siapa. Tahan!
Terus, masalah apa sih yang dihadapi Sancaka kali ini? Banyak, namun misi utamanya adalah menghancurkan usaha orang jahat dalam “meracuni” ibu-ibu hamil yang mengkonsumsi beras dengan tetesan serum amoral.
Serum itu bisa membuat anak-anak yang dilahirkan nanti bakal nggak punya moral. Hal ini sebagai pertunjukan sains di film sekaligus metafora untuk mengkritik orang-orang jahat di pemerintahan. Intinya, sancaka mau terlibat untuk menyelamatkan generasi yang belum lahir.