Follow Us

Arswendo Atmowiloto Pernah Hilangkan Rubrik Astrologi Majalah HAI, Karena Remaja Harus Berpikir Rasional

Alvin Bahar - Sabtu, 20 Juli 2019 | 13:39
Arswendo Atmowiloto (kiri)
Dok. HAI

Arswendo Atmowiloto (kiri)

HAI-ONLINE.COM - Almarhum Arswendo Atmowiloto adalah pemimpin redaksi pertama Majalah HAI. Dalam sebuah kolom, ia pernah bercerita kenapa rubrik astrologi dihapus dari Majalah remaja pria tersebut dan hubungannya dengan cara berpikir anak muda. Berikut adalah tulisannya yang pertama kali tayang di HAI 37-XII-1988.

Saya dilahirkan dalam rasi Sagitarius, menurut lirik lagu, punya sifat bijaksana. Menurut shio Cina, tahun 1948 shionya tikus. Cerdik, dan licik. Menurut perbintangan Jawa, hari lahir saya yang Jumat menandai bahwa saya mempunyai jiwa luhur seorang pertama. Pasaran Pon, menanda sifat saya suka pamer, banyak sombongnya dibandingkan rendah hati. Jam kelahiran saya pukul 10 siang, termasuk penakut.Nasib saya secara komplet bisa dirunut di sini. Rasi apa yang cocok untuk jodoh saya, rejeki, karir perjalanan hidup sudah tertulis. Mau mengikuti perbintangan persiapan, neptu dina, semua ada.Kalau saya cocok-cocokkan benar adanya.Ada benarnya.Yang tidak pernah dituliskan bakat dan karir saya adalah bahwa saya bisa juga menjadi peramal, bisa menjadi astrolog. Padahal saya pernah mengalami ketika majalah ini masih bernama Midi. Tugas ini dilimpahkan oleh Mas Anton Sumanggono, pada hari baik bulan baik waktu yang baik yang saya sudah lupa kapan. Bukan pekerjaan sulit. Saya mengumpulkan buku mengenai perbintangan, membaca, memperkirakan. Lalu nanya teman kiri kanan. Kamu bintangnya apa? Berdasarkan itu saya susun nasib pembaca secara mingguan Ngawur saja. Dipas-pasin saja. Tapi selams itu tak ada yang protes. Memang tidak perlu diprotes, karena yang saya tuliskan secara umum saja. Misalnya untuk kolom asmara saya tuliskan hindari tempat sepi. Atau awas orang tua. Atau si dia banyak maunya. Atau lirikannya punya arti khusus. Atau impian bisa terbukti.Atau dingin tapi hangat. Atau teman seberang mulai menyerang. Saya suka geli waktu membuat atau membacanya. Apalagi salah tempel. Mestinya nasib Sagitarius jatuh tertempel di Libra. Kadang rejeki dan asmara juga bertukar tempat.Pelan-pelan saya mulai bosan. Alasannya untuk saya sendiri adalah bahwa saya tak bisa membedakan ini fiksi atau bukan. Saya mengarang asal saja, yang membaca juga enteng saja, tapi masuknya kolom non fiksi.

Baca Juga: Profil 5 Besar Seniman BEKRAF x 88 Rising 'ICINC', Banyak yang Masih Mahasiswa!Pertanggungjawabannya berat juga. Sebagai astrolog amaliran terganggu juga nurani saya. Jalan keluarnya rubrik itu masuk rubrik fiksi, alau hilang sama sekali.Dua-duanya melawan arus saat itu. Rasanya semua majalah remaja, dan tidak usah remaja, asal ada bau hiburan, ada rubrik perbintangan dengan segala macam nama empeh atau gelar panjang yang menghabiskan tempat di kartu nama. Tapi karena soal pilihan against the mainstream dijalani juga. Jatuhlah putusan bahwa rubrik semacam itu tidak ada di Hai. Alasannya bisa dibikin panjang remaja fans disadarkan berpikir rasional, tidak boleh cengeng dan mencengengkan diri kepada tahayul, dan tak usah dilibatkan nasib yang menjadi bagian penerbitan buku-buku model stensilan yang di pinggir jalan.Juga tak ada protes.Tak ada yang merasa kehilangan hari depan. Sebagian membaca untuk iseng. Tidak percaya sepenuhnya atau separuhnya. Sebagian untuk lucu-lucuan yang kita pertahankan. Diberikan rubrik yang lucu-lucuan semacam Antara Kawan, atau kartun, atau apa saja. Saya kira yang saya masukan adalah memperjelas mana yang main-main dan mana yang serius. Mana yang khayalan dan mana yang beneran. Sikap membedakan ini menurut saya mendasar juga untuk remaja. Dan saya tidak mau mengizinkan hal itu, tak mau memperdagangkan, tak ingin mencandai nasib orang lain dengan cara pura-pura berlindung pada pethitungan bintang. Takut dosanya kelewat berat. Yang tak bisa ditebus sampai hari kiamat.

Editor : Alvin Bahar

Baca Lainnya

PROMOTED CONTENT

Latest