Follow Us

Pendaki Gunung Tampomas Tewas Kedinginan, Kenali 3 Gejala Hipotermia

Bayu Galih Permana - Senin, 04 Maret 2019 | 16:00
Ilustrasi Hipotermia
iStockphoto

Ilustrasi Hipotermia

HAI-Online.com - Tiga siswa SMP pendaki Gunung Tampomas, Agip Trisakti (15), Lucky Parikesit (13), dan juga Ferdi Firmansyah (13) ditemukan tewas terbujur kaku di tenda setelah mengalami hipotermia, Minggu pagi (3/3).

"Informasi yang kami terima, tiga pendaki ini pemula. Itu terlihat karena mereka tidak membawa perlengkapan safety layaknya pendaki. Tiga korban katanya terbujur kaku di dalam tenda," terang Ridwan Feri Permana selaku Ketua Komunitas Pecinta Alam SCBR Sumedang.

Seperti yang dikuti HAI dari Kompas.com, hipotermia sendiri selama ini memang dikenal sebagai kondisi yang sering menghantui para pendaki, bahkan bisa berakibat sangat fatal apabila salah dalam melakukan penanganan.

Nah, arti dari hipotermia sendiri itu apa sih sebenarnya?

Baca Juga : 4 Fakta Terkait Meninggalnya Tiga Remaja Pendaki di Gunung Tampomas

Dikutip dari buku Mountaineering-The Freedom of the Hills karangan Edelstein, Li, Silverberg, dan Decker (2009), hipotermia sendiri merupakan suatu kondisi di mana mekanisme tubuh untuk mengatur suhu kesulitan buat mengatasi tekanan suhu dingin.

Menurut Djukardi ‘Adriana’ Bongkeng selaku anggota senior Mountaineering Wanadri, hipotermia sendiri sering menimpa para pendaki pemula karena minimnya perencanaan, persiapan pendakian, serta pengetahuan terkait hal-hal non teknis.

“Hipotermia biasa terjadi pada keadaan basah dan berangin di tempat yang dingin, medan yang ditempuh tidak terlalu menentukan, justru persiapan kita yang menentukan,”terangnya seperti yang dikutip HAI dari Kompas Travel.

Lebih lanjut, Djukardi mengatakan bahwa hipotermia terbagi ke dalam beberapa fase ataupun stadium, di antaranya.

Stadium Ringan

Akibat terjadi penyempitan pembuluh darah pada permukaan kulit, para pendaki yang mengalami hipotermia bakalan merasa kedinginan dengan merinding hebat beberapa kali, kemudian semakin sering.

“Mulai terasa pusing di awal, ini juga gejala hipotermia,” ujar pria “kepala lima” yang kerap dipanggil Kang Bongkeng oleh para pendaki.

Stadium Sedang

Setelah mengalami gejala stadium ringan, pendaki akan mulai sulit melakukan gerak tubuh, yang kompleks seperti mencengkeram, ataupun memanjat.

Meskipun begitu, pada kondisi ini si pendaki diketahui masih dapat melakukan aktivitas berjalan dan juga berbicara dengan normal.

Baca Juga : Pendiri Vans Warped Tour Usahain My Chemical Romance Reunian

Stadium Berat

Beranjak lagi ke stadium terakhir, pendaki akan merinding makin hebat, datang bergelombang, dan tiba-tiba berhenti karena glikogen yang dibakar di dalam otot sudah tidak mencukupi untuk melawan suhu tubuh yang terus menurun.

“Hal ini disebabkan glikogen yang dibakar di dalam otot sudah tidak mencukupi untuk melawan suhu tubuh yang terus menurun. Akibatnya, tubuh berhenti merinding untuk menjaga glukosa (bahan energi),” seperti yang tertulis dalam buku panduan Mapala UI 2012.

Apabila telah mencapai puncaknya, tubuh pendaki akan merasa sangat lemas sampai akhirnya nggak bisa berjalan karena otot mulai kaku setelah aliran darah ke permukaan berkurang dan disebabkan oleh pembentukan asam laktat dan karbondioksida.

Selain itu, ciri lain yang terlihat adalah kulit mulai pucat, bola mata terlihat membesar, serta denyut nadi terasa menurun.

“Batasnya di suhu 30 derajat celcius, masuk fase penghentian metabolisme. Korban tampak seperti mati, padahal sebetulnya masih hidup. Ataupun tiba-tiba halusinasi seperti kesurupan, ini yang banyak salah persepsi,” jelas Bongkeng. (*)

Source : Kompas.com

Editor : Alvin Bahar

Baca Lainnya

Latest