Cerita Mahasiswa Rantau Asal Sulteng Menangani Cemas Lalu Bergerak Cari Kabar Keluarga

Selasa, 09 Oktober 2018 | 10:23

Pesan semangat mahasiswa perantauan asal Sulewasi Tengah

HAI-Online.com -Beberapa hari lalu, seperti yang kita tahu bencana gempa bumi dan tsunami terjadi di Sulawesi Tengah. Duka nggak cuma mereka yang langsung kena bencana, tapi para mahasiswa perantauan asal Sulawesi Tengah.Mereka yang jauh dari Sulteng, sesaat setelah mengetahui bencana yang terjadi, mereka langsung mencari kabar keluarga, saudara, dan teman-temannya.

Haicoba menghubungi beberapa mahasiswa Sulawesi Tengah yang sedang merantau menimba ilmu di berbagai kampus luar Sulawesi Tengah. Mereka bercerita soal kepanikan dan kesedihannya terkait bencana tersebut. Namun, kini mereka terus berpesan untuk bisa terus tegar dan membangun semangat.

Setelah 4 Hari Baru Dapat Kabar Dari Keluarga

Dok. Pribadi

Pesan semangat mahasiswa asal Sulawesi Tengah

Devi Mustafa - Universitas Muslim Indonesia

"Waktu itu (bencana) aku lagi ikut diklat PPMI sebagai pendamping. Lagi di kamar di jam istirahat. Tiba-tiba saudara dari Enrekang telepon tanyain kabar karena gempa terasa sampai di Sulsel. Di situ baru tahu kalau baru kejadian gempa 7,7 SR. Langsung hubungi keluarga, tapi tidak satu pun bisa terhubung.

Sejam sebelum kejadian aku masihchattingsama mama. Semalaman coba hubungi semua kontak keluarga, teman, kenalan. Tapi, nggak ada yang bisa terhubung. Lewatmedsosnyari tahu perkembangan kondisi di Palu. Lihatnya pasrah banget. Tambah was-was.

Besok paginya jam 10an bisa kontak salah satu teman yang lagi di Palu, diadropbanget. Kebingungan gitu pas aku tanyain kabarnya dia dan adik aku yang ternyata pas kejadian lagi ada di Palu.Setelah itu aku bisa kontak sama keluarga paman yang di Parigi. Mereka udah pada ngungsi, tapi setelah kejadian mereka belum ketemu sama mama papa aku. Katanya memang setelah gempa semua koneksi telepon terputus dan listrik padam.

Sekitar empat hari kejadian baru dapat kabar dari mama dan papa. Mama neleponnya tengah malam setelah terjadi gempa susulan malam itu. Aku terharu, nangis iya. Akhirnya bisa dengar suara mama. Kemarin udah dapat info keluarga baik-baik aja. Tapi nggak tenang kalau nggak bisa ngomong langsung.

Mama ceritian kronologi pas kejadian. Tambah sedih aku. Aku nggak bisa berbuat apa-apa ketika keluarga tertimpa bencana. Aku bilang ke mama aku mau balik ke Parigi. Katanya nggak usah, dari Jakarta balik ke Makasar aja. Di sini (Parigi) serba kesusahan, makanan susah, listrik nggak ada, semua orang pengungsi kata mama.

Mama pesan buat saya jaga diri, hemat-hemat karena bakalan susah buat mama ngirim uang katanya.

Kemarin aku udah coba bujuk mama papa buat ngungsi ke Makassar aja karena akses jalan udah bisa. Tapi, papa belum mau tinggalkan Parigi, katanya masih ada tanggung jawab untuk membenahi sekolah. Papa aku kepala sekolah, dia optimis Sulteng cepat pulih. Sekolah dan murid-muridnya kembali beraktivitas seperti biasa.

Bertahanlah saudara-saudaraku. Tetaplah kuat. Kami merasakan apa yang kalian rasakan di sana. Kami dari jauh akan selalu membantu dan mendoakan kebaikan untuk kalian. Dan percayalah, bahwa badai pasti berlalu."

Baca Juga : Sekolah atau Kampusmu Mau Bikin Penggalangan Dana? Ini 5 Caranya

Galang Dana di Tempat Pertandingan

Dok. Pribadi

Irvan Cristian Ginting - Universitas Sangga Buana YPKP Bandung

Irvan Cristian Ginting - Universitas Sangga Buana YPKP Bandung

"Posisi saya waktu itu (bencana) lagi di kampus. Hari Jumat jam 6an sesudah maghrib, ada teman yang di Palu langsung ngirimin video gempa dan foto-fotonya. Awalnya mah biasa aja, tapi pas mau tengah malamnya baru mulai panik.

Keluarga nggak bisa dihubungi sampai lima hari. Akhirnya dapat kabar lewatInstagram dan grup di Palu.

Saya sendiri coba galang donasi di acara IOXC Extreme Sport, karena saya salah satu peserta di sana. Alhamdulillah di tempat acara dapat sekitar Rp4 jutaan. Dan akhirnya ke Bandung lagi, langsung jalan dengan teman-teman Sulawesi yang ada di Bandung. Penggalangan donasi pun masih terus dilakukan.

Buat saudara-saudara di Palu, selalu tetap bersabar karena itu memang ujian dari atas, dan pasti ada hikmahnya! Intinya mah seperti namanya #PALUKUAT #PALUBANGKITInsyaAllahakan terjadi seperti itu. Aamiin."

Baca Juga : Wih! Kampus-kampus Ini Siap Terima Mahasiswa Universitas Tadulako Palu untuk Kuliah Sementara

"Kalau orang Palu yang bilang gempa gede, berarti beneran gede"

Dok. Pribadi

Pesan semangat mahasiswa asal Sulawesi Tengah

Lita Asghira Prasetyo - Unair

"Waktu itu (saat bencana) aku lagi jagainstanddanusan acara jurusanku, terus sekitar jam 3 sore temankuchatnanyain Palu yang katanya gempa. Aku sebenarnya nggak segitu panik karena emang Palu udah sesering itu gempanya. Tapi, tetapchatbapak. Kata bapak nggak papa, gempa 4 kali, tapi hanya 4-5 SR. Jadi, aku tenang dan jagainstandlagi.

Terus habis sholat maghrib aku ngecek HP. Ibu sama adek nelpon banyak kali. Otomatis aku nelpon balik. Awalnya buat nyambung susah banget. Tapi, akhirnya nyambung dan adekku suaranya gemetar ngomong kalau gempanya gede banget. Jadi aku panik dong karena kalau orang Palu yang bilang gempa gede, berarti beneran gede. Nggak nyampe semenit, teleponnya mati dan nggak bisa lagi dihubungi.

Aku langsung nangis dan dianterin teman balik ke kostan. Paling nggak percaya waktu katanya ada tsunami. Pas dikonfirmasi itu benar, langsung tambah kejer nangisnya. Sampai kostan aku nyoba telepon dan masuk ke bapak. Katanyaalhamdulillahrumah nggak apa-apa, karenaalhamdulillahbapak bangunnya udah memperhitungkan ketahanan rumah terhadap gempa. Tapi, lemari dalam rumah berjatuhan, jadi harus tidur di jalan.

Pokoknya semaleman ngga bisa tidur karena benar-benarwaktu telepon cuma 30 detik dan nggak bisa lagi setelah itu.

Saat ini aku di Surabaya ada posko perantauan Palu dan yang di Unair ngadain penggalangan dana. Sampai sekarang pun masih buka.

Pesan untuk yang jadi korban menurutku karena aku nggak ngalamin secara langsung, aku cuma bisa bilang berserah diri sama Yang Maha Kuaa. Memang gampang kalau ngomong, tapi menurutku kalau kita ikhlas dan berserah diri,insyaAllahterbantu secara jasmani maupun rohani. Selain itu, mungkin aku lebih berat ke netizen (termasuk aku) untuk nggak mudah percaya dan sebar hoaks.

Selain donasi, dukungan psikologis juga dibutuhkan buat keluarga kita yang sedang menderita di sana.

Baca Juga : Cerita 2 Mahasiswa Palu yang Kini Terus Membangun Rasa Optimis untuk Bangkit

Mencari Tempat Sepi Untuk Menangis

Dok. Pribadi

Kunto Agung Kresnadi - Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Kunto Agung Kresnadi - Universitas Islam Sultan Agung Semarang

"Awal dapat kabar itu pasti panik, aku bingung mau ngapain. Aku nyari tempat sepi terus nangis sambil nyoba nelfon keluarga terus yang nggak bisa dihubungin.

Pertama aku bingung mau pulang caranya gimana, sementara aku nggak megang duit sama sekali. Aku terus mikir nyari cari gimana bisa pulang, teman-teman juga bantu mikir. Sampai akhirnya aku mutusin Senin ketemu Pak Ganjar, itu dapat saran dari kakak tingkat aku di kampus.Alhamdulillahakhirnya aku dibiayain kampus.

Aku berangkat sendiri, tapi di bandara Ahmad Yani aku langsung gabung sama relawan ACT. Sampai Palu aku langsung nyari keluarga.Alhamdulillahmalam itu juga langsung ketemu keluarga, kebetulan ngungsi dekat rumah.

Buat seluruh masyarakat Palu dan sekitarnya, mari kita memperbaiki diri lebih baik lagi, mari kita menata kota kita lebih baik lagi. Tinggalkan apa yang sudah terjadi, biar menjadi kenangan yang membuat kita terpacu sehingga bisa menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Buat masyarakat yang ditinggalkan oleh keluarganya harus kuat dan sabar, Allah yang lebih tahu di mana tempat yang terbaik untuk umatnya. Dan buat masyarakat yang rumahnya hancur, ikhlaskan lah karena materi masih bisa dicari, tapi tidak dengan nyawa.InsyaAllahkota Palu akan lebih baik lagi dari sebelumnya."

Tag

Editor : Rizki Ramadan