HAI-Online.com – Membuka arsip lama kadang membuat kita tersadar ada setitik kebahagian, kesedihan bahkan keharuan yang campur aduk jika kita mengetahuinya baru-baru ini.
Namun jangan biarkan pengetahuan ini menjauhkan ingatan kita dari yang apa yang pernah dialami baik oleh diri sendiri maupun orang lain.
Seperti kabar mengenai sejarah hadirnya lomba 17 Agustus-an yang kerap digelar oleh berbagai event organizer ddakan di kamung atau kota tempat kita tinggal.
Buat yang belum tahu, HAI bakal mengulas 5 cabang lomba 17-an yang ternyata berawal dari penindasan di jaman penjajahan.
BACA JUGA:5 Peristiwa di Masa Penjajahan Indonesia Ini Kayaknya Seru Kalo Jadi Video Game
Meski lomba-lomba berikut masih sering dilakukan lantaran sanggup memberikan kenangan manis dan rasa bahagia yang membuncah, ternyata oh ternyata masa bahagia lima lomba 17-an ini menyimpan kisah dan filosofinya tersendiri.
Kadang, ada cerita unik di dalamnya, kadang ada kesengsaraan juga di proses pembuatannya.
Kuy, kita kulik ulang ceritanya!
- Balap Karung
Mengingat cidera yang dihasilkan, permainan lomba ini sudah mengalami modifikasi dengan menyertakan helm yang dipakai oleh para pemainnya. Tetap seru dan lucu.
Siapa sangka, ada alasan dibalik kenapa lomba ini diciptakan? Ada juga pertanyaan, kenapa peserta lomba harus masuk dalam karung sebelum berlari? Berikut penjelasannya!
Konon, pada saat penjajahan, sebagian besar rakyat Indonesia menderita. Semua bahan pakaian diambil oleh kaum penjajah, kecuali karung goni.
Jadilah rakyat Indonesia menggunakan karung goni sebagai pakaian mereka. Kalau dipakai seharian, kain karung itu menimbulkan gatal-gatal di kulit. Tentu hal tersebut membuat rakyat tersiksa.
Untungnya pas kemerdekaan tiba, bidengan kreativitas anak bangsa pada awal kemerdekaan itu rakyat mulai berpakaian yang layak dan mulai menginjak-injak karung peninggalan penjajah.
Mungkin dari situlah tercetus lomba balap karung.
Dengan sisipan pesan moral di atas, betapa sulitnya berlari apabila pergerakan kaki terbatas.
Filosofi yang sama ketika Indonesia dijajah, bangsanya terkungkung sehingga sulit untuk berkembang maju pada saat itu. Tarik Tambang (tug of war)
Nggak ada sejarah yang jelas soal lomba ini. Namun yang pasti, lomba tarik tambang pernah menjadi salah satu cabang lomba di Olimpiade tahun 1900 hingga 1920.
Nah, bisa jadi saat Belanda menjajah Indonesia di abad 17, permainan yang dalam bahasa Inggris disebuttug of warini sudah ada dan terus dibudayakan.
Makna permainan ini sih cukup "dalem". Pasalnya lombatarik tambang bisa diartikan juga cara merebut kebebasan kita yang telah lama direnggut penjajah.
Merebutnya pun harus ramai-ramai, makanya tarik tambang juga disebut-sebut bisa melatih kekompakan dan persatuan bangsa.
Perang Bantal
Soal perjuangan dan peperangan, lomba ini yang paling mewakili keadaan Indonesia pada masa itu.
Sesuai nama permainannya, senjatanya jelas: bantal! Tantangannya juga jelas, konsentrasi penuh dan menyerang lawan. Hukumannya lebih jelas lagi, jatuh ke air dan menanggung malu (basah).
Walau asik untuk dijadiin bahan tertawaan, lomba ini benar-benar mewakili kondisi perang pada masa itu.
Lomba perang bantal ini ternyata tercatat sebagai lomba yang pertama kali digelar di awal masa perayaan kemerdekaan.
Itu sebabnya permainan ini dibuat, yaitu untuk mengingatkan kita pada perjuangan para pahlawan kita dalam merebut dan mempertahan kemerdekaan.
Apapun senjatanya, kemerdekaan harus kita rebut. Taka da bamboo runcing, bantal pun jadi, Cing!
Panjat Pinang
Padahal dulu, ajang ini adalah hiburan dan cara bagi para penjajah untuk menertawakan rakyat. Sadis memang!
Tapi beginilah cerita sesungguhnya, bahwa ajang ini biasanya diadakan pada saat acara pernikahan atau perkawinan.
Para penjajah waktu itu akan mengajak rakyat Indonesia untuk mengambil hadiah yang terdapat di puncak batang pohon pinang yang dilumuri pelumas.
Bagi para penjajah, panjat pinang adalah tontonan menarik. Ya, mereka suka melihat kita kesusahan meraih impian.
Tapi yang jelas, lomba ini tetap dibudayakan. Pasalnya hadiah lomba panjat pinang semakin tahun semakin menggiurkan.
Bukan cuma sepeda, televisi atau kompor di puncak batang pinang, melainkan juga jaman dulu ada keju, gula dan kemeja yang pada jaman itu merupakan barang-barang mewah.
Sekarang, hadiahnya bisa gadget atau voucher liburan ke luar negeri. Wih! *Kenapa nggak keliling Indonesia aja sih?
Eniwei, dari permainan ini, kita bisa belajar banyak tentang kekompakan dan kebersamaan.
Bagaimana usaha satu tim meraih kemenangan harus dipupuk kekuatannya sehingga bisa sampai di ujung batang pinang.
Pantang menyerah adalah pesan tersirat dari permainan ini.Meski kerap diguyur air dan minyak oli, para pemain tetap harus bertahan hingga mencapai puncaknya.Luar biasa memang!
Lari Kelereng
Berawal dari cara mereka untuk berjalan baik dan benar supaya dianggap berwibawa.
Hanya saja, kali ini tidak menggunakan buku, oleh sebab waktu itu buku masih termasuk barang mahal.
Jadilah latihan berjalan seperti model atau orang berwibawa imni memakai kelereng dan sendok sebagai latihan keseimbangan
Para penjajah ini pun akhirnya berjalan pelan supaya kelereng dalam sendok tidak terjatuh. Namun kegiatan mereka ternyata ketahuan oleh orang Indonesia.
Sanking bencinya sama penjajah, rakyat Indonesia kemudian membuat lelucon dari ritual latihan para penjajah tersebut. Alih-alih berjalan cepat, ternyata parodi ini sangat bisa dijadikan hiburan.
Tak elak, rakyat pun menjadikan lari kelereng ini sebagai salah satu permainan dalam lomba 17 Agustus-an.
Nggak percaya, cobain deh serunya lari kelereng ini hehehe!(*)