#HAIDEMOSREBORN: Layung Temaram, Sajikan Folk yang Beraneka Ragam

Minggu, 22 April 2018 | 08:00
Hai Online

Jagoan Anyar Folk Surabaya

HAI-Online.com - Kalo dulu Surabaya identik dengan deretan band rock cadasnya, di era sekarang, kota pahlawan mulai dikenal lewat band-band folk-nya. Apalagi, setelah salah satu festival musik folk yang cukup besar rutin digelar tiap tahunnya di kota pahlawan tersebut.

Selain itu, kehadiran Silampukau lewat album fenomenalnya, Dosa, Kota & Kenangan, membuat scene dan para musisi Folk di Surabaya cukup mendapat perhatian dalam skala nasional. Silampukau jadi salah satu bukti bahwa Surabaya mampu menghadirkan sajian musik folk yang luar biasa meskipun dalam bungkus yang sederhana.

Cukup bahas Silampukaunya. Kita lanjutkan ceritanya, dari sekian banyaknya band folk di Surabaya, nama band yang satu ini secara perlahan mulai sering berseliweran, baik di sosial media atau menjadi pengisi acara dalam gig komunitas di ibukota Provinsi Jawa Timur tersebut.

Mereka adalah Layung Temaram, sebuah band yang saat ini diperkuat oleh Riris (vokal /gitar), Galang Boko (synth / vokal), Danu (gitar /vokal), Bocul (drum) dan Verin (bas).

CEK JUGA NIH: #HAIDEMOSREBORN : Tiger Paw Jagoan Baru Rock Jogjakarta

Jika kalian suka musik folk yang enerjik dengan sentuhan elektronik dan berpower, mungkin single terbaru dari Layung Temaram yang berjudul Bunga Kertas bisa dicoba untuk didengarkan.

Yap, Layung Temaran sepertinya sedang melakukan eksplorasi musik dalam karya-karya mereka. Jika diperhatikan dari single mereka terdahulu, Bunga Kertas jelas terasa “dimasak” jauh lebih matang. Perpaduan unsur elektronik musik yang disandingkan dengan alunan gitar akustik gitar terasa lebih menyatu.

Single mereka yang bertajuk Pulang Rumah juga menarik untuk didengar, bernuansa jauh lebih lembut dibanding Perahu Kertas, lagu ini punya potensi untuk disukai para “sobat indie”.

Namun, sebagai teman, HAI tetap akan memberikan sedikit kiritik dan saran untuk arek-arek Suroboyo ini. Beberapa catatan “pekerjaan rumah” yang harus segera mereka kerjakan mungkin soal teknis, terutama di sektor vokal. Komposisi pecah suara satu, dua, dan tiga masih begitu kaku, terdengar patah, jomplang, bahkan beberapa bagian jelas terdengar fals.

Memperbanyak referensi dari band-band elektronik folk lawas seperti Pentangle, Fotheringay, atau Tony, Caro and John mungkin bisa jadi alternatif cara untuk mengerjakan “pekerjaan rumah” mereka. Jika ingin mendapat sound modern folk seperti yang tersaji di Bunga Kertas, beberapa komposisi dari Mumford & Sons mungkin juga cocok untuk jadi referensi.

Tentu aja soal teknis ini jadi begitu penting, mengingat nama mereka mulai sering terdengar. Sepertinya jejaring pertemanan di industri musik lokal telah mereka kantongi.

Oleh karena itu, amat disayangkan jika modal networking tersebut nggak diimbangi dengan komposisi vokal yang ciamik. Secara visual dan packaging, mereka sudah cukup “menjual”. Tinggal sedikit polesan dan konsistensi, nggak akan sulit untuk band ini bisa cukup cepat melaju dan disegani.

Tag

Editor : Hai Online