Jual Beli Merchandise: Lebih Untung untuk Band atau Fans?

Sabtu, 21 April 2018 | 10:15
Hai Online

Jual Beli Merchandise: Lebih Untung untuk Band atau Fans?

HAI-Online.com - Apa hal terpenting dalam keberlangsungan industri musik Indonesia di masa depan? Karya dari musisi? Jenis atau bentuk rilisan mungkin? Atau ada hal yang lain? Karya yang diciptakan para musisi dan dirilis dalam bentuk apapun mungkin bisa menjadi salah dua faktornya, ditambah lagi beberapa faktor pendukung lainnya.

Tapi ada satu faktor yang mungkin sering kelewatan dan terlupakan, yaitu diri kita sendiri. Kok, diri kita sendiri? Maksudnya?

Analogi simplenya gini, ketika kita memposisikan diri sebagai fans, juga sebagai penikmat karya musisi, pembeli setia tiket konser dan gigs band lokal, atau sebagai pembeli setia tiap merchandise band favorit kita dirilis, kita juga menjadi bagian penting dari kelangsungan hidup industri musik Indonesia, lho!

Makanya, nggak ada salahnya buat kita untuk mulai pede, dan menjadikan diri kita sendiri sebagai “brand ambassador” penyelamat industri musik Indonesia.

Jika beberapa artikel sebelumnya telah membahas kisah para “pejuang” movement Record Store Day di Indonesia, kalo lo merasa belum sanggup bikin movement macam itu, cukup dengan konsisten memberikan support para musisi lokal dengan membeli berbagai karya mereka yang original, alias jangan bootleg, kita udah memberikan kontribusi maksimal, lho. Nggak percaya?

Kali ini, kami bakal bercerita tentang isu fans, band, dan merchandise dari sudut pandang beberapa band yang HAI rangkum dari artikel-artikel kami terdahulu, yang pastinya telah kami sesuaikan dengan kondisi di era sekarang, dan update tentang kondisi teranyar.

Sebuah Kultur, Nggak Melulu Bisnis

Seringai di Gonzaga Festival 2017 (FOTO: Damian)
Dalam interview dengan HAI di tahun 2014 silam, HAI pernah ngobrol bareng Arian soal fans, band dan merchandise band. Ternyata, beberapa rilisan kaos band Seringai nggak jarang diproduksi secara mandiri lewat nama High Octane Production.

“Beberapa kali kami malah merilisnya lewat brand lain, Hingar Bingar dan Omuniuum,” ujarnya singkat. Bagi Arian, hubungan antara band dan merchandise lebih kepada kultur ketimbang bisnis.

“Kalo elo suka bandnya, ya elo beli albumnya, datang ke konsernya, beli merchandisenya, pakai kaosnya,” kata Arian.

Ketika ditanya apakah ini bakal menjadi lahan yang “basah” buat musisi menghasilkan rupiah ke depannya, Arian justru bilang semua tergantung musisi dan audiens. Jika penggemar musik tersebut merasa cukup mempunyai dua buah kaos sebuah band misalnya, maka band nya pun nggak bisa bilang apa-apa.

“Sebaliknya, kalo memang penggemar sebuah band memang konsumtif membeli merchandise, ya balik lagi kebandnya juga. Mau produksi lagi atau membiarkan itu menjadi suatu hal yang eksklusif,” ungkapnya.

Tapi urusan merchandise yang bisa membesarkan band-band indie, Arian setuju banget. Menurutnya selain bisa menambah pemasukan, merchandise band memang sarana promosi yang tepat untuk band indie.

“Yang penting harus tetap produktif. Kayak Seringai kemarin, sempat lebih sering rilis merchandise ketimbang karya sebelum album Taring rilis, ya kami jawab dengan jadwal manggung yang padat. Dan memang karena jadwal off-air yang padat juga akhirnya rilisan itu tertunda,” tutupnya mengakhiri obrolan.

Apa yang diceritain Arian13 terbukti dirasakan langsung oleh dedengkot pop punk asal Bandung, Rocket Rockers. Band yang terbentuk sejak 1999 itu benar-benar merasakan langsung efek penjualan merchandise yang bisa membawa Rocket Rockers manggung hingga ke Eropa pada 2012 silam.

“Kami bisa sejauh ini karena kalian semua, RocketRockFriends dan semua orang yang telah membeli merchandise original dari Rocket Rockers. Bahkan kami bisa sampai ke Eropa juga dibantu hasil menabung hasil penjualan merchandise,” cerita Aska, di depan para RocketRockFriends ketika mereka merilis album teranyarnya, Cheers From Rocket Rockers, medio Oktober 2017 lalu.

Launching di High Volume X Rock Rockstore Tebet
Siapa yang Untung?

Lalu, yang menjadi pertanyaan berikutnya, siapa, sih, pihak yang diuntungkan dari merchandise ini? Masih merajuk dari topik yang dibuka oleh Arian13 di atas, band dan fans sebenarnya ya sama-ama diuntungkan, karena nggak pernah ada paksaan untuk hal ini.

Para fans bisa mengoleksi rilisan dari band favorit mereka, dan band bisa mendapat penghasilan tambahan dari penjualan itu. Asalkan rilisan itu benda yang layak dikoleksi dan harganya sesuai, tentu fans nggak bakal hanya jadi “tambang uang” semata. Mereka bisa mendapat memorabilia dari band favorit mereka dengan membelinya.

Pasar untuk dagang memorabilia memang selalu ada. Malah, pembeli yang nggak begitu paham dengan band atau artisnya pun bisa ikutan beli gara-gara suka desainnya.

Seperti cerita dari temen kita, Rizqy Nanda dari SMAN 8 Jakarta ini. Sebagai penyuka duo reggae Steven Jam, Rizqy rela ngeluarin duit berapa pun buat beli kaos band duo tersebut. Padahal, kegemarannya itu nggak diimbangi sama membeli CD original atau download legal melalui aplikasi musik streaming.

“Kalo beli albumnya sih nggak. Paling ya gue cuma download aja seringnya. Googling aja gitu,” jelas cowok kelas XII IPA ini. Bagi Rizqy, simple, dia cuma suka aja sama hal-hal yang berbau Steven Jam tapi nggak sampai ngejar untuk beli album.

Setali tiga uang dengan Rizqy, Iqbal dari SMK Negeri 5 Surabaya juga nggak terlalu ngikutin lagulagu Seringai walaupun ia punya beberapa merchandise-nya. Kata Iqbal, dia punya beberapa kaos dan jaket band dengan musik high octane rock ini.

Seringai X Raisa
“Ngikutin biasa aja sih. Nggak yang terlalu fanatik banget (sama Seringai, Red). Saya pribadi belibeli merchandise Seringai gitu karena sengaja ngumpulinnya. Untuk CD saya jarang beli, download di internet sih yang sering,” jelas cowok jurusan otomotif ini.

Tentang penting nggaknya si pendengar tahu dan membeli karya asli sang musisi, Arian, vokalis Seringai, nggak mengharuskan setiap orang yang pakai kaos band harus seperti itu.

“Tapi elo bakal lebih menghargai bandnya jika membeli CD nya juga,” jelas Arian lagi.

Evolve dan Edukasi Fans

Kebiasaan mengunduh lagu secara illegal saat ini mungkin memang telah berkurang seiring dengan perkembangan maraknya aplikasi musik streaming yang bisa menyajikan musik gratis secara legal. Tapi, bukan berarti para musisi dan anak band lepas tangan untuk “mengedukasi” para fans mereka

Beberapa hari lalu, HAI bertemu dengan para personil Pee Wee Gaskins, dan kami ngobrol santai tentang perkembangan merchandise mereka dan tata cara pengelolaanya di era e-commerce saat ini.

“Fans kami, para Dorks sangat terlibat langsung untuk kehidupan PWG sampai sekarang. Dorks itu seperti humas terbaik untuk PWG. Mereka bisa mempromosikan jadwal manggung kami, lalu mereka datang, juga membeli merchandise kami secara direct dan ketemu di hotel tempat kami menginap,” cerita Dochi.

Pee Wee Gaskins meluncurkan album ketiga yang bertajuk A Youth Not Wasted
Band yang rutin mengadakan summer camp untuk menjaga hubungan baik dengan para fansnya ini juga tengah melakukan pembenahan di sektor merchandising mereka. Banyak hal yang mereka evaluasi dan perbaiki, demi kepuasaan para penggemarnya.

“Kami ada standarisasi kualitas, kami nggak mau kecewain fans yang beli, harus dipikirian benar-benar untuk desain dan kualitas. Bahkan sampai akses pembelian,” tambah Dochi.

“Yap, divisi merch PWG lagi dibentuk lebih serius lagi, selain bisa COD kalo manggung, kami juga memberi edukasi lewat kontak Line dan WhatsApp. Mereka yang mau beli bisa tanya-tanya cara sistem pembeliannya, lalu bakal kami arahkan untuk memesan lewat website PWG. Itu memudahkan mereka juga nantinya, karena sistem semua e-commerce sekarang lewat website,” timpal Sansan.

Diakui Dochi meskipun awalnya agak sulit untuk mengarahkan fans mereka, tapi seiring berjalannya waktu, fans mereka mulai terbiasa. Nah, kalo kaya gini, jelas udah, para fans dan band bisa sama-sama untung. Selain dapat merch dari band kesayangannya, para fans juga bisa mendapat ilmu baru dari para personil band.

Kalo ke depannya makin banyak band yang peduli sama fans-nya, dan nggak males untuk mengedukasi mereka, bakal makin enak juga, kan para anak band jualannya? Contoh nyata yan patut ditiru tentu saja Endank Soekamti dengan berbagai movement ajaib mereka, serta serangkaian kegiatan Euforia musik ekosistem yang telah dicanangkan sejak beberapa tahun lalu.

Jika apa yang dilakukan oleh band seperti Pee Wee Gaskins atau Endank Soekamti makin banyak dilakukan band lain, bakal makin cerah, deh, masa depan industri musik Indonesia! Setuju?

Tag

Editor : Hai Online