HAI-Online.com - Jalanin projek seni apalagi musik emang bukan perkara gampang. Apalagi kalo bikin band, pensi, atau intimate showcase yang menjual dan banyak dikenal orang. Pastinya butuh yang modal finansial alias dana yang kuat.
Seandainya gabung sama label tertentu, relatif gampang buat bikin band lo terkenal, gigs di mana-mana, bahkan ngadain tour. Soalnya urusan 'remeh-temeh' yang begitu biasanya udah diaturin sama pihak label.
Tapi momok bakal diatur-atur soal aliran musik dan materi lagu yang harus sesuai pasar, biasanya jadi sebab musabab band mutusin berkarya lewat jalur independen alias indie. Harapannya, lewat jalur indie, band bisa lebih bebas berkarya sesuai hati nurani (ceilahhh).
Nah, konsekuensinya lo harus mikirin rekaman di mana, promosiin band lo gimana, bakal bikin gig di mana aja itu secara mandiri. Urusan begini, nih, yang butuh dana nggak sedikit. Jiwa seniman sebagai insan kreatif nggak cukup kalo modal nyeni doang! Soalnya, balik lagi, kalo pengen menghasilkan ya harus dijual. Namanya jualan pasti butuh modal. Ya nggak?
Tapi santai bos-ku! Musik indie zaman sekarang kan udah dapet banyak dukungan dari banyak pihak. Terutama dari masyarakat umum. Makin banyak masyarakat apalagi anak muda, yang lebih 'melek' musik side-stream atau alternative yang kebanyakan ada di jalur indie.
Ngelihat peluang itu, belakangan mulai marak istilah crowdfunding. Sebagian ngganggap crowdfunding upaya mendukung projek atau champaign musisi dalam bentuk finansial (baca: duit). Tapi, nggak sedikit juga yang beranggapan crowdfunding adalah sistem 'minta-minta'. Hmmmm, biar nggak bingung lagi, simak, deh, penjelasan HAI soal crowdfunding buat dukung musisi indie.
Crowdfunding dan Musisi Indie
Sederhananya, crowdfunding itu urunan atau patungan dana buat projek atau usaha dengan cara nyalurin dana lewat online. Coba, deh, tanya orang-orang generasi old macem bokap, om, atau tante lo yang pernah ngadain pensi atau event musik zaman sekolah atau kuliah dulu. Pastinya, mereka nggak jauh-jauh dari kegiatan ngamen, jualan makanan, kaos, atau cari-cari sponsor kan? Crowdfunding sebenarnya sesederhana itu. Bedanya sekarang udah pindah platform jadi online.
Sistem crowdfunding memungkinkan kita nggalang dana nggak cuma dari investor. Tapi juga dari keluarga, teman, dan siapa aja orang yang interest sama champagin atau projek yang lo bikin.
Crowdfunding sendiri sebenarnya bukan hal baru, lho. Di luar negeri website crowdfunding terbukti efektif buat menggalang dana projek sini, terutama musik. Sebut aja macam Kickstarter, IndieGoGo, dan RocketHub, udah jadi andalan banyak musisi indie.
Buat kasus musisi indie, crowdfunding ngubah jalur penjualan album jadi lebih efisien. "Kalo dulu sistem musisi itu kan kayak dagangan warteg. Apa aja dimasak, terus dijual. Nah, lewat crowdfunding sistem itu diubah, kita pesen, bayar baru kita dapet," jelas Raden Maulana selaku CEO Kolase.com saat ditemui di Graha Antero, Grogol, Jakarta Barat.
Sebagai website crowdfunding para musisi, Kolase.com jadi satu-satunya platform crowdfunding buat mendukung project musik. Mau bikin album, video klip, tour, intimate showcase, pensi yang butuh performing arts artis tertentu, bisa banget lewat Kolase.com!
Lebih lanjut sistem crowdfunding memungkinkan para musisi bikin project musik sesuai keinginan fans mereka. "Sebelum bikin champaign, musisi bisa bikin polling dulu dan tanya ke fansnya, 'Eh, gue enaknya bikin project apa nih? Bikin albumkah, tour, intimate showcase-kah, pengen gue kolaborasi sama siapa, dll'. Jadi projectnya bisa lebih terarah dan sesuai sama yang fans mau," ujar Maulana.
"Karena yang namanya project musik itu kolaborasi. Lewat crowdfunding, kolaborasi antara musisi dan fans itu terjadi. Supaya musisi indie dan fans juga punya ikatan emosional yang bisa mendukung satu sama lain," jelas cowok bertubuh gempal ini.
Di Kolase.com, sistem crowdfunding yang dijalankan adalah sistem reward. Siapa aja yang punya ide kreatif di bidang musik, kayak bikin album, video klip, konser musik, dan pengen jadiin projek itu, bisa bikin campaign-nya di Kolase.com. Lewat dana yang dikasih mereka bisa dapetin timbal balik produk atau merch yang dijanjiin kalo campaign-nya berhasil.
Sebagai pembuat champaign, lo harus bikin profil yang menarik. Soalnya, setiap kampanye bakal ada deadline. Setelah project diluncurin, setiap hari bakal dihitung mundur dan lo harus mencapai gol angka pendanaan sebelum tanggal deadline. Biar dana hasil uang donasi dari simpatisan proyek lo bisa cairin.
Intinya, kerja keras!
Maulana juga jelasin, nih, kenapa ada kolaborasi yang gagal tapi banyak juga yang sukses. "Namanya aja champaign artinya kampanye. Tapi mereka sendiri nggak kerja keras buat champaign. Mereka juga harus kreatif, PD sama champaign yang dibikin, harus gembor-gemborin di medsos mana pun, dan aktif juga bikin promosi yang kreatif," jelas cowok berkacamata ini.
Maulana juga jelasin kalo pihak Kolase sendiri selalu nyoba bantuin champaign lewat Instagram, Facebook, YouTube dan platform digital lainnya. Tapi balik lagi, para pembuat kolaborasi atau champaign itulah yang harus berkampanye.
Hmmmm, masuk akal juga kan? Soalnya, kalo pengen band indie terkenal, musisinya sendiri juga harus down to earth promosiin karya-karyanya. Lewat medsos, gig dari festival ke festival yang lain. Apalagi kalo itungannya sebagai new comer.
Nggak mungkin banget cuma manfaatin platform crowdfunding tapi seharian cuma makan mie instan terus tidur dan terus terkenal. Ngimpi! Ujung-ujungnya musisi juga harus tetap aktif jualan, ngingetin launching albumnya kapan, intimate showcase-nya kapan, dan lain-lain. Intinya, lo juga harus kerja keras!
Reward yang dijanjiin juga harus lebih kreatif, guys. "Namanya reward kan bisa macem-macem makanya juga harus kreatif. Bisa tanda tangan, atau kalo ngerasa cantik ya kecupan bibir kek apa kek, hehehehe, karena emang hasil reward fisik itu yang bikin orang makin tertarik pengen nge-boost," jelas Maulana sambil ketawa.
Maulana juga share cerita tentang anak-anak SMA yang ngadain pendanaan pensi lewat Kolase.com dan ngelakuin kerja keras champaign yang gila-gilaan. "Mereka champaign di twitter, di instagram, ngasih tahu artis yang bakal dateng siapa aja, bakal dapetin apa, dan berhasil," ujar Maulana.
Hal yang kurang lebih sama juga pernah dilakuin Bam Mastro dan Bayu Adisapoetra dari Elephant Kind. Bayu Adisapoetra yang punya project Soft Animal, dan Bam Mastro yang punya porject solo. Mereka bikin intimate showcase dan penggalangan dananya lewat Kolase.com dan berhasil.
"Mereka waktu itu gembor-gemborin project di medsos, dan rilis satu per satu single di EP mereka lewat YouTube, makanya banyak anak muda yang tertarik dan champaign-nya sukses," cerita cowok lulusan Trisakti ini.
PD, reward yang kreatif, dan Aktif!
Maulana juga bagi-bagi tips, nih, buat lo yang pengen bikin champaign atau project musik lewat crowdfunding. "Pertama, ya lo harus percaya diri sama champaign yang lo bikin. Kalo yang bikin project nggak PD ya siapa yang mau dukung," jelas Maulana.
PD aja nggak cukup, guys! Lo juga harus kreatif, apalagi urusan reward yang didapet para donatur yang udah ngasih dukungan finansial. "Coba kasih reward yang unik, yang kreatif buat para pendana, supaya mereka punya kesan sama project musik yang lo bikin," lanjut Maulana.
At last but not least, lo juga harus aktif. "Kan lo yang bikin champaign, ya sebagai pembuat champaign lo yang harus kampanye. Promosiin di semua medsos, balesin comment-comment di Instagram, YouTube, dan semua platform digital lainnya. Kalo bukan lo yang champaign, ya siapa lagi?" jelas Maulana.
In the end, selamat berkolaborasi, guys!