Cerita Para Senior Yang Lolos SBMPTN Tanpa Bimbel. Motivasi Belajar Untuk Para Pejuang PTN, Nih

Kamis, 19 April 2018 | 03:45
Rizki Ramadan

Mereka yang lolos SBMPTN Tanpa Bimbel

HAI-online.com -Ketika udah sampe kelas XII, hampir semua siswa ambisius pengen bisa masuk PTN. Karena ngerasa belajar di sekolah nggak cukup, dan belajar sendiri itu susah banget, maka banyak yang ikut bimbel demi bisa memprogram diri sendiri.

Tapi, kunci lolos di SBMPTN itu bukan soal kita ikut bimbel atau nggak, sob, melainkan tekad kita untuk belajar dan mengasah kecerdasan kita untuk memahami soal-soalnya. Karena itulah, HAI menaruh salut untuk mereka yang memilih belajar secara independen dan sukses membuktikan diri kalau mereka bisa mewujudkan mimpinya.

Mari dibaca ceritanya. HAI berharap ini bisa jadi inspirasi dan motivasi kamu untuk belajar, entah kamu ikut bimbel atau pun belajar sendiri.

Semangat!

Pradipta Wisnu Wardana Candra -Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (2017)

Sejak nggak yakin lolos SNMPTN, aku mulai fokus SBMPTN. Aku milih nggak ikut bimbel karena merasa bisa belajar dengan temen-temen yang pinter. Sempat ragu, sih, nggak bisa lolos. Terutama saat udah deket SBMPTN. Sempat mau daftar bimbel juga, tapi ternyata orangtua lagi banyak keperluan jadi nggak bisa bayar.

Caraku belajar simpel, kok, perdalam mata pelajaran yang kubisa terus yang nggak bisa nggak usah terlalu dipikirin. Tapi tetap aku pelajari semuanya sedikit-sedikit.

Saat ngerjain soal SBMPTN aku pake prinsipku sendiri. Soal yang ku kira bisa aku kerjain bener-bener. Soal yang angkanya terlihat rumit atau aku nggak paham materinya aku lewatin. Jadi, waktuku ngerjain sisa banyak.

BACA JUGA:Cerita Dari Mereka Yang Gagal Di SBMPTN Pertama Lalu Berhasil Di Tahun Berikutnya.

Valdo Lohanda – Teknik Lingkungan Universitas Indonesia (2017)

Saya nggak ikut bimbel karena biayanya cukup mahal kalau melihat kondisi keuangan keluarga. Padahal, hampir seluruh temen di sekolah ikut bimbel. Saya sempet tergoda, sih, ikut bimbel. Saya minder karena temen-temen punya pembimbing untuk persiapan. Mereka punya buku bimbingan, ada kontrol nilai, ada paket try out. Saya cuma modal buku fotokopi dan ikut 2 kali try out.

Cara saya belajar adalah dengan melihat pola soal-soal latihan. Saya lihat kunci jawabannya dan mempelajarinya. Kalau kunci jawabannya nggak memuaskan, saya buka Zenius atau YouTube. Saya pelajari polanya sampai paham dan coba ngerjain lagi. Saya agak lemah di kimia dan biologi. Saya pelajari materinya dari kelas 1-3 tapi yang saya ngerti saja. Toh, SBMPTN, bisa ngisi soal manapun yang penting benar.

Saya juga banyak bertanya ke temen-temen. Dan kerennya, temen yang saya tanya-tanyai itu masuk jurusan yang top semua. Jadi, pergaulan juga ngaruh sama pola belajar.

Waktu SBMPTN pilihan gue adalah Teknik Sipil UI, Teknik Lingkungan UI dan Fisika UI. Saya berhasil lolos di pilhan kedua.

M. Ihsan: Manajemen Universitas Indonesia (2017)

Saya sekolah di MAS Al-Ishlahiyah Binjai Sumatera Utara. Di tempat saya tinggal dulu, nggak ada tempat bimbel. Sebenarnya saya pengen bimbel, tapi karena tempatnya jauh, akhirnya nggak jadi.Di SBMPTN, saya pilh jurusan Manajemen UI, Hukum UI, dan Manajemen USU.

Di masa persiapan, saya mulai ambisius belajar sejak Januari 2017. Saya belajar dua kali setiap hari. Pertama, setiap pukul 03.00-06.00, lalu sore dari pukul 16.00 sampai 22.00 belajar lagi.

Saya dulu jurusan IPA, dan di SBMPTN saya lintas jurusan. Jadi saya belajar dari awal lagi buat belajar materi Soshum. Triknya, saya pelajari satu materi dulu sampai tuntas. Lalu, tiap selesai 1 bab saya review lagi dengan latihan soal. Begitu terus sampai 1 mata pelajaran habis, baru pindah ke pelajaran lain.

Pesan saya, tetap semangat buat yang nggak lulus SNMPTN, jangan terlena dengan kegagalan. Masih ada waktu, persiapkan diri dengan baik buat SBMPTN.

Narendra Bagas: Sastra Inggris Unpad (2017)

Saat SMP gue pernah ikut bimbel untuk Ujian Nasional, tapi gue nggak ngerasa enjoy. Nilai pun sama-sama aja. Jadi, gue sadar kalau emang gue nggak bisa belajar di tempat Bimbel.

Walau banyak temen yang bimbel, tapi gue nggak pernah tergoda, sih, apalagi kalao denger temen-temen (yang bimbel) mesti melahap soal berlembar-lembar dalam waktu singkat.

Dulu, ada guru gue yang bilang kalau belajar itu di sekolah saja. Di rumah istirahat. Kalau belajar di sekolah diniatin bener-bener, pasti bisa nyerap. Itu yang gue lakukan. Sesekali gue emang belajar bareng temen. Tapi gue lebih fokus belajar di sekolah, kalau pun ikut les ya ikut tambahan dari sekolah. Pokoknya cukup di sekolah.

Kemarin, gue milih FSRD ITB, Sastra Inggris Unpad dan Antroplogi UI. Dan tahun ini gue mau coba lagi. Hehe.

Ada sendiri, sih, saat gue bisa lolos tanpa bimbel. Gue bisa nunjukin ke orangtua bahwa gue nggak perlu dipaksa bimbel pun bisa. Gue sendiri pun yakin bisa, karena pun yang Yang Di Atas mengabulkan doa orang tua gue.

Pesan gue, belajarlah dengan cara lo masing-masing. Kalau emang nggak kuat ngerjain soal banyak-banyak, jangan dipaksa. Milih jurusannya juga mesti pake strategi. Terakhir, doa yang banyak tapi jangan desperate. Kalau meminta dengan berlebihan, bakal dianggap "belum siap" sama Yang Di Atas. Sering kan saat lagi nggak kepikiran tapi tiba-tiba mendapat hal baik?

M.Farid Hermawan – Psikologi Universitas Lambung Mangkurat (2017)

Aku nggak ikut bimbel karena di tempat tinggalku, Tanah Bumbu, hampir nggak ada tempat Bimbel. Selain itu, aku yakin dengan kemampuanku.

Sebelum ikut SBMPTN aku pernah ikut tes masuk Sekolah Tinggi Sandi Negara, tapi cuma berhasil sampai tes tertulis saja. Walau sedih, aku dapet banyak pelajaran dari tes itu.

Caraku belajar adalah dengan belajar online dan mempelajari buku persiapan SBMPTN hibah dari sepupuku yang tembus ujian mandiri Undip. Semuanya gratis! Dari internet pula aku baca artikel tentang mereka yang nggak lulus SBMPTN.

Dari buku hibah itu, aku pelajari jenis-jenis soal SBMPTN dan sistem penilaiannya.

Yang membuatku semangat juga adalah tekanan dari orangtuaku. Mereka bilang, kalau aku nggak lulus SBMPTN aku nggak bakal dikuliahkan. Aku bertekad banget lolos SBMPTN dan nggak mau ikut Cuma modal nekad. SBMPTN bukan tempat judi.

Dulu, pilihan pertamaku adalah Teknik Linkungan UI, cukup gila emang. Kedua, Teknik Lingkungan Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin. Ketiga, aku pilih Psikologi di Unlam karena aku tahu Psikologi masuk ke fakultas Kedokteran.

Dendi Prastyar – Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta (2016)

Gue memutuskan untuk ikut SBMPTN lagi setelah gue nggak lolos sebelumnya. Di tahun pertama gue ikut SBMPTN, gue ikut bimbel. Tapi, malah nggak lolos. Di tahun kedua, gue merasa kalau ikut bimbel itu nggak terlalu berefek. Cara gue belajar simpel banget. Belajar dari buku-buku tebeal yang biasa di jual di Gramedia. Gue sampe beli dua buku untuk belajar. Gue ngerjain try out-nya, menghitung nilainya, belajar dari CD yang dikasih.

Di SBMPTN pertama, pilihan gue agak idealis. Gue milih UI, Unpad, dan UNJ. Tapi di tahun kedua gue lebih realistis. Gue milih UNJ, UPI dan Unsika.

Pesan gue, sih, jangan terlalu idealis sama pilihan PTN. Tapi lebih realistis sama kemampuan lu!

Refi Alfi Azzahra – Sejarah Universitas Diponegoro (2016)

Saya dulu sekolah di SMKN 11 Semarang. Mulai memutuskan ikut SBMPTN setelah gagal ikut SNMPTN karena quota sekolah saya sudah penuh. Saya sengaja nggak ikut bimbel karena pengen tahu kemampuan saya di SBMPTN. Pun, nggak pernah tergoda ikut karena mending belajar sendiri saja.

Jujur, selama saya setelah mendaftar dan menunggu tanggal untuk melaksanakan SBMPTN, saya tidak pernah belajar sama sekali. Sampai saya pernah ditegur bapak saya. Ya walaupun nggak belajar, saya kadang masih suka membaca catatan jaman SMK dulu.

Waktu tahu lolos, kayaknya saya ngrasa nggak percaya. Saya bilang dalam hati 'Ini beneran nggak sih? Apa aku salah baca?” Trus saya minta tolong teman saya untuk baca pengumumannya dan ternyata lolos.

Pesan saya, selalu optimis sama kemampuanmu. Jangan putus asa sebelum berperang. Selalu berusaha untuk mencapai apa yang kamu inginkan dan jangan lupa selalu berdoa dan beribadah. Dan kalo udah lolos, gunakan kesempatan itu sebaik mungkin :)

Editor : Rizki Ramadan

Baca Lainnya