Menurut WHO, Kecanduan Games Adalah Gangguan Mental. Kok Bisa?

Selasa, 20 Februari 2018 | 08:00
Rizki Ramadan

Video games bisa jadi terapi gangguan otak seperti disleksia

HAI-online.com - Apakah lo seorang gamers yang bisa ngehabisin waktu lebih dari setengah hari di depan konsol? Wah, berarti lo bisa disebut kecanduan games tuh.

Nah, ada fakta menarik, nih. Dilansir dari Kompas.com, Badan Kesehatan Dunia (WHO) kini menggolongkan kecanduan main game sebagai gangguan mental. Waduh!

Badan Kesehatan Dunia (WHO) berencana menerbitkan buku panduan International Classification of Diseases (ICD-11) pada tahun 2018 ini dengan memasukkan kecanduan main game sebagai salah satu kategori gangguan jiwa baru, disebut sebagai gaming disorder (GD).

Gaming disorder diusulkan untuk dimasukkan di bawah kategori besar “Gangguan mental, perilaku, dan perkembangan saraf”, khususnya di bawah subkategori “Gangguan penyalahgunaan zat atau perilaku adiktif.”

Ini berarti pakar kesehatan di seluruh dunia menyetujui bahwa kecanduan main game dapat memiliki dampak yang menyerupai kecanduan alkohol atau obat-obatan terlarang.

Usulan ini dibuat karena melihat adanya bukti peningkatan pesat dalam kasus kecanduan game dari berbagai belahan dunia, yang juga disertai dengan permintaan rujukan terapi pengobatan di dokter.

Apa yang dimaksud dengan kecanduan main game (gaming disorder)?

Kecanduan main game ditandai dengan ketidakmampuan diri untuk mengendalikan hasrat bermain, sehingga susah dan/atau tidak mampu untuk menghentikan perilaku tersebut — terlepas dari segala upaya yang dilakukan untuk menghentikannya.

Tanda dan gejala klasik dari kecanduan game adalah:

Selalu menghabiskan waktu yang lama untuk bermain, bahkan durasinya makin meningkat dari hari ke hari. Merasa mudah marah dan tersinggung saat dilarang atau diminta berhenti bermain game.

Selalu berpikir tentang game tersebut ketika sedang mengerjakan aktivitas lainnya. Hilangnya kendali diri ini membuat pecandu game cenderung menomorsatukan gaming dalam hidupnya sehingga akan melakukan berbagai cara untuk dapat menuntaskan hasrat akan candunya, tak peduli atas konsekuensi dan risikonya.

Apa yang menyebabkan seseorang kecanduan game?

Setiap benda atau hal-hal yang membuat kita merasa senang akan merangsang otak menghasilkan dopamin, hormon pembuat bahagia. Dalam keadaan normal, hal ini tidak akan menyebabkan kecanduan. Hanyalah rasa bahagia dan puas pada umumnya.

Akan tetapi saat kita mengalami kecanduan, objek yang membuat kita senang tersebut merangsang otak menghasilkan dopamin yang berlebihan.

Jumlah dopamin yang kelewat batas akan mengacaukan kerja hipotalamus, bagian otak yang bertanggung jawab mengatur emosi dan suasana hati sehingga membuat kita merasa sangat bahagia tidak wajar, bersemangat, dan percaya diri berlebihan — tanda euforia — hingga merasa ‘teler’.

Efek membahagiakan ini akan membuat tubuh secara otomatis ketagihan dan mengidam untuk merasakannya lagi.

Pada akhirnya, efek ini membuat kita terus menggunakan candu tersebut secara berulang dalam frekuensi dan durasi yang lebih tinggi demi memuaskan kebutuhan akan kebahagiaan ekstrem tersebut.

Jika hal ini terus terjadi berkepanjangan, lama-lama akan merusak sistem dan sirkuit reseptor motivasi dan penghargaan otak sehingga menyebabkan kecanduan.

BACA JUGA:Cuma Pelajar SMA Sekolah Asrama Yang Merasakan Suka-Duka Ini.

Apakah semua pemain game berisiko kecanduan?

Dalam batas wajar, bermain game tentu tidak dilarang. Bermain game dapat menjadi aktivitas pengusir stres yang baik dan juga bermanfaat bagi kesehatan otak.

Ada sejumlah bukti medis yang mengatakan bahwa bermain game dapat dijadikan terapi alternatif mengobati gangguan mental seperti Alzheimer dan ADHD.

Pasalnya selama bermain game, otak akan dituntut untuk bekerja keras mengatur fungsi kognitif (misalnya perencanaan strategi) yang dibarengi dengan kerja fungsi motorik yang kompleks (misalnya, sambil melihat layar kita juga harus menggerakkan tangan untuk memainkan joystick atau menekan tombol).

Nah jika hobi ini tidak dikendalikan, barulah bisa berkembang menjadi kecanduan.

Dokter atau ahli gangguan jiwa dapat mendiagnosis gaming disorder dari gejala dan tanda perilaku dari kecanduan game.

BACA JUGA:Pelatih Sepak Bola Berdarah Indonesia yang Gemilang di Eropa, Siapakah Dia?

Yang disebut kecanduan ini haruslah terjadi secara terus-menerus paling tidak selama 12 bulan dan menunjukkan “efek samping” gangguan berat pada pribadi si pecandu, seperti perubahan kepribadian, karakteristik, perilaku, kebiasaan, hingga bahkan fungsi otak.

Seseorang juga disebut kecanduan apabila hobinya juga telah menyebabkan gangguan atau bahkan konflik pada hubungan sosialnya dengan orang lain maupun di lingkungan profesional, seperti sekolah atau tempat kerja.

(Wisnubrata/Kompas.com)

Tag

Editor : Rizki Ramadan