Wawancara HAI dengan Yon Koeswoyo: Dibenci Soekarno, Dipuja Masyarakat

Jumat, 05 Januari 2018 | 06:30
Alvin Bahar

Yon Koeswoyo diabadikan dalam jumpa pers konser Andaikan Koes Plus Datang Kembali di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan, Rabu (16/11/2016).

(CATATAN REDAKSI: Artikel ini pertama kali tayang di HAI nomor 18-XXXIII-2009 hal 08-09)

HAI-ONLINE.COM - "Sebelum ada Koes Plus, saya udah duluan terkenal. Orang mana yang nggak kenal saya. Dari ibu-ibu. nenek-nenek, sampe anak kecil, kenal saya," ucap Yon Koeswoyo gambarin betapa terkenalnya dia dulu.

Yon emang bukan asal sebut. Sebagai vokalis sekaligus ikon Koes Plus, namanya emang dikenal hampir seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Bahkan waktu bandnya masih bernama Koes Bersaudara. Tiap kali konser, yang dateng bisa siapa aja. Nenek-nenek sampe anak muda.

Ya, dimulai dari nama Koes Bersaudara (1953) sampe akhirnya Koes Plus (1969), band ini tetap jadi ikon musik Indonesia waktu itu. Setiap gebrakannya selalu jadi kiblat buat musisi dan band lainnya. Tapi, apa yang bikin band ini segitu melegenda dan dahsyatnya?

Salah satunya adalah kejeniusan mereka bikin lagu. Coba kita liat, dalam setahun berapa banyak album yang bisa dihasilkan band atau musisi sekarang? Paling banyak satu album. Bagaimana dengan Koes Plus?

"Wah, inilah hebatnya Koes Plus. Satu bulan kami bisa aja ngeluarin dua album. Dilalahnya, lagunya bukan lagu sembarangan. Semua enak didenger dan jadi hits," kenang Mas Yon bangga.

Koes Plus emang gila. Kreativitasnya jauh di luar nalar. Bayangin, semasa jayanya, baik Koes Bersaudara, maupun Koes Plus udah nyiptain 900 lagu (93 album). Lagu yang sampe sekarang masih akrab di kuping kita.

Sebut aja beberapa contoh lagu Koes Plus yang dinyanyiin ulang band dan musisi sekarang. Ada Pelangi, Bunga Di Tepi Jalan, Bis Sekolah, Bujangan, atau Manis dan Sayang. Liriknya simpel dan musiknya bisa dengan mudahnya masuk kuping.

Cek deh: Yon Koeswoyo: Koes Plus Adalah Band Pertama yang Merekam Vinyl dan Kaset di Indonesia

NIRU BAND BARAT, SELERA INDONESIA

"Lagu-lagu kami awalnya banyak diilhami sama band Everly Brothers. Lalu pas The Beatles masuk, kami ikutin beberapa gayanya. Makanya, gaya kami selalu jadi yang pertama di Indonesia," papar Mas Yon, satu-satunya personil Koes Plus yang sampe sekarang masih aktif bermusik di usianya yang udah menginjak 69 tahun.

Kekuatan Koes Plus awalnya ada di sosok Tony Koeswoyo. Pria ini yang jadi penggerak buat kakak-beradik Koes bikin band. Nama-nama kayak Yon, Yok, Jon, dan Nomo, ada di deretan personil Koes Bersaudara. Hebatnya, walaupun terinspirasi band asing, lagu-lagunya Koes Bersaudara punya nada-nada slow yang kental nuansa Melayunya. Khas banget Indonesia.

"Jaman dulu khan musik Indonesia gayanya cengeng dan temanya kebanyakan percintaan. Kami masuk pake format band, walau slow tapi beat-nya beda, dan lirik kami ngebahas semua hal. Bukan cuma cinta," tegas Pria beristrikan Bonita ini.

Ini belum seberapa. Begitu berubah jadi Koes Plus, kegilaan band ini makin keliatan. Di Koes Plus semua personilnya nyanyi, juga bikin lagu.

Dan, terinspirasi The Beatles, band ini langsung berubah haluan jadi band dengan musik cepat dan enerjik. Nggak heran, di awal perubahan ini, penjualan album Koes Plus sempat mandek setahun.

"Penggemar kaget. Mereka ngerasa ini bukan Koes Bersaudara yang mereka kenal. Musiknya Koes Bersaudara kan lambat, tenang, dan bersahaja. Ini kok ngejedag-ngejedug," kenang Mas Yon berapi-api.

Mandek setahun kemudian ketenaran Koes Plus melesat. Tercatat, bukan cuma lagu-lagu pop aja yang dibikin band ini. Lengkap, mulai dari Pop Jawa, Keroncong, Melayu, sampe Qasidah dan Natal, ada semua. "Seandainya kami lahir di Inggris, ketenaran kami pasti ngalahin The Beatles. The Beatles mana punya album berbahasa Jawa dan Keroncong. Kami punya. Dan meledak. Hehe," canda Mas Yon yang dulu sekali manggung bisa dibayar sampe 3,5 juta (150 juta kalo sekarang).

BAND REKAMAN PERTAMA

Selain menggebrak di aliran musik, lirik, dan jumlah album, Koes Plus juga bikin gebrakan buat urusan rekaman.

"Kami adalah band pertama yang ngerekam lagu-lagu kami di piringan hitam. Rekaman yang bisa didengerin semua orang," kata Mas Yon semangat. Everly Brothers lagi-lagi jadi inspirasinya. Yon bersaudara pengen banget iagu mereka dikenal banyak orang dan bisa didenger terus. Itu sebabnya lewat payung Koes Bersaudara, band ini ngerekam lagu-lagunya.

Bahkan, walau sempet dipenjara Soekarno gara-gara sering nyanyiin lagu The Beatles (Soekarno nggak suka budaya asing, imperialisme, RED), nggak bikin semangat Koes Plus kedodoran bikin album.

Bukan cuma piringan hitam. Begitu teknologi kaset pun masuk Indonesia, Koes Plus lah band pertama yang ngerekam di kaset.

"Harga alat buat nyetel piringan hitam khan mahal, nggak semua orang punya. penjualannya cuma tembus di angka 20 ribu. Jadi kami beralih ke kaset, biar lagu kami makin bisa dinikmati semua orang. Nah, band yang lain ngikut!" tambah Mas Yon senyumsenyum. Hasilnya? Kayak yang kita liat sekarang. Lagu-lagu band ini tetep bisa dinikmati sampe sekarang dan menginspirasi banyak orang. Hebatnya, biar dibajak banyak orang, Mas Yon nggak keberatan. Menurutnya, itu salah satu hal yang bikin Koes Plus makin gede.

"Kami bermusik dari hati. Tiap personil hobi bermusik dan pengen bikin yang terbaik. Nggak ada keinginan atau ambisi buat terkenal atau punya banyak duit. Mungkin itu yang bikin lagu-lagu Koes Plus gampang masuk ke hati fans dan tetap melegenda sampe sekarang," katanya.

TAK TERTANDINGI

Kalo ditanya tentang musik Indonesia sekarang, dengan sigap Yon langsung angkat jempol.

"Industri musik sekarang itu luarbiasa. Maju. Nggak kayak jaman saya dulu. Banyak musisi muda yang kreatif dan berani bikin lagu. Sayangnya, nggak ada yang bisa sehebat Koes Plus. Jadi legenda. Band-band sekarang lagunya cuma bisa bertahan sebentar. Setelah itu dilupain masyarakat," tambahnya.

Buat Mas Yon, akar masalahnya adalah sekarang ini terlalu banyak band bermunculan. Hasilnya, masyarakat sering dicekokin sama lagu baru padahal lagu sebelumnya masih enak dinyanyiin.

Parahnya lagi, menurut Mas Yon, hampir semua band sekarang nggak punya karakter spesifik. Kalo pun ada, karakter mereka terbatas di satu warna. Ini yang bikin band sekarang nggak bisa berkembang segila Koes Plus.

"Saya suka Peterpan. Musiknya khas. Dan saya liat nggak ada yang nyamain. Beda sama Dewa 19, kalo dia khan keliatan niru Queen. Tapi sayangnya, Peterpan nggak bisa bertahan lama. Soalnya warna musiknya cuma di situ aja. Kalo Koes Plus khan bisa kemanamana. Keroncong bisa, Dangdut bisa, Rock 'n Roll apalagi," jawab pria yang udah 48 tahun kecennplung di industri musik Indonesia, santai.

Jadi, menurut Mas Yon, biar bisa survive di industri musik, harus punya karakter dan bisa menjelajah ke berbagai genre. Hmmm..., solusi yang masuk akal sepertinya.

Buat yang mau bertahan, berani coba resepnya?(*) (Rahmat Budiman)

Tag

Editor : Alvin Bahar