HAI-ONLINE.COM - Dari dulu sampai sekarang, sejarah mencatat, bahwa kita, anak muda, punya peran yang cukup penting dalam perubahan negara ini. Jaman penjajahan dulu, perkumpulan anak-anak mudalah yang akhirnya menggerakkan Bung Karno untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.
Pun dengan tahun 1998 silam. Perkumpulan mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia jugalah yang membuat kita memasuki era reformasi sampai sekarang. So, nggak salah kalau sebagian besar dari kita ada yang punya anggapan miring soal organisasi kemahasiswaan. Padahal, nih, ya, nggak semuanya kayak gitu, kok.
“Nggak cuma rapat dan demo doang, kok. Kebetulan, aku gabung di divisi sosial, jadi kami punya program kayak pengembangan desa gitu di desa-desa di Jawa Tengah,” ujar Syifa Amalia Rahman, mahasiswi Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi UNY angkatan 2014.
CEK JUGA NIH:5 Fakta Dana Hartono, Mahasiswa Penemu Sumber Energi Terbarukan Bernama Hyrector
RUMAH KEDUA UNTUK BERBURU ILMU
Cewek yang akrab disapa Syifa ini menambahkan bahwa dengan ikut organisasi kemahasiswaan, kita akan mendapatkan banyak benefit yang menguntungkan sebagai mahasiswa. Nggak cuma bikin kita tambah eksis, lewat organisasi ini juga, Syifa mengaku mendapatkan pengalaman sekaligus ilmu yang nggak ditemukan saat perkuliahan reguler di kelas.
Syifa nggak sendirian. Mohammad Fitri Hidayatullah mengamini hal tersebut. Soalnya, menurut cowok Jurusan Ilmu Ekonomi angkatan 2013 ini, masuk dalam jajaran anggota BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) jadi nilai plus buat dirinya.
“Dari segi teman jelas bertambah. BEM itu lebih luas dari himpunan mahasiswa, jadi, acaranya banyak. Selain itu, kita juga bisa menambah skill dari teman-teman yang punya keahlian khusus yang nggak didapat di bangku kuliah,” lanjut cowok yang akrab disapa Mohammad.
Setuju dengan yang dikatakan sama Mohammad, HAI teringat dengan salah satu omongan yang keluar dari mulut Bapak Ir. Andrey Andoko, M.Sc, Wakil Rektor Bidang Administarsi Umum dan Keuangan Universitas Multimedia Nusantara (UMN).
“Di kuliah, kita dapat teori, tapi dengan aktif di kegiatan kemahasiswaan, mahasiswa juga bisa mengasah soft skill dan hard skill-nya,” ujar Pak Andrey.
Mohammad menambahkan, ilmu yang didapat nggak sebatas dari peningkatan jumlah teman. Dia mengaku bahwa dengan bergabung sebagai aktivis kampus, dia dan teman-teman lainnya bisa meningkatkan kemampuan berorganisasi, sekaligus membuka wawasan dan pandangan dengan teman-teman yang berbeda budaya.
DEBAT SAMPAI TIDUR DI SEKRETARIAT!
Namanya juga gabung di organisasi kemahasiswaan, itu artinya, di dalamnya berisi banyak orang lengkap dengan pendapatnya masing-masing. Nah, itu sebabnya, menurut Syifa, konfilk antar anggotanya jadi hal yang lumrah ditemukan dalam organisasi kemahasiswaan.
“Saat rapat, selisih pendapat, tuh, sering banget ditemukan. Nah, kalau mentalnya nggak kuat, nggak akan tahan di BEM. Menurut aku, mental kita bakal benar-benar diasah di sini,” timpal cewek yang jadi anggota Divisi Sosial BEM Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) periode 2015/2016.
Beda orang, beda lagi pengalaman. Muhammad mengatakan bahwa kesibukannya di BEM cukup menguras tenaga dan waktu. Makanya jangan heran, kalau cowok penerima beasiswa Bakti BCA 2015 ini kerap memanfaatkan fasilitas kampus untuk menunjang kehidupannya. Salah satunya adalah ruang sekretariat.
“Kalau gue, sih, ada sekretariat gitu. Nah, biasanya ruangan itu suka gue pakai buat tidur. Hahaha…, selain itu jadi tempat juga buat gue ngerjain tugas di sela-sela nunggu jam masuk kelas,” lanjut Muhammad.
PENYAMBUNG LIDAH MAHASISWA
Jadi anggota BEM, punya tugas cukup berat yang nggak beda jauh sama wakil rakyat. Tujuannya, untuk menyampaikan aspirasi teman-teman ke pihak kampus, atau juga sebaliknya.
Nah, masuk dalam organisasi kemahasiswaan, mau nggak mau, teman-teman kita ini harus menyampaikan semua keluh kesah warga kampus dengan cara yang nggak anarkis, alias dengan cara yang elegan. Syifa mengaku, sebelum melakukan aksi, dia dan teman-teman selalu mengantisipasi segala permasalahannya dengan teliti. Tujuannya, untuk meminimalisir hal-hal yang nggak dinginkan.
“Sebelum bikin aksi, biasanya kami akan diskusi dengan pihak terkait, misalnya dulu pernah diskusi dengan DPRD setempat. Sehingga masalah yang mengganjal dapat terselesaikan baik-baik tanpa harus demo,” kenang Syifa.
Lain lagi dengan yang dilakukan Muhammad. Memanfaatkan kemajuan teknologi dan sosial media yang pesat, dia menggunakan hal tersebut sebagai salah satu sarana untuk menyampaikan aspirasi teman-teman mahasiswa lainnya.
“Sejauh ini, sih, belum pernah ikut demo. Biasanya, kalau gue dan teman-teman demo lewat tulisan yang dipublikasikan lewat media sosial, biasanya lewat LINE,” timpal Muhammad santai.
Well, apa yang dikatakan Syifa dan Muhammad, dengan bergabung di organisasi kemahasiswaan, emang ada banyak hal yang bisa dilakukan dengan ilmu yang kita dapatkan. So, nggak salah dong, ya, kalau HAI mengutip salah satu kalimat milik Bapak Proklamator kita, Bung Karno. Kira kira, begini bunyinya:
“Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.” Setuju!
(PENULIS: AGASSI/RASYID)