Konser Gardika Gigih adalah Peristiwa Indonesia Syahdu 2017

Selasa, 05 Desember 2017 | 10:00
Rizki Ramadan

Konser Gardika Gigih (Foto: Nikki Fadlin)

Gardika Gigih menggelar konser pertama di Jakarta pada Sabtu (2/12) kemarin di IFI Jakarta. Di konser yang mengenalkan albumnya, Nyala, ia menyuguhkan pertunjukan syahdu mengandalkan musik instrumentalnya yang minim vocal. "Di tengah cuaca Indonesia yang sedang bergejolak, semoga energi dari musik saya ini bisa sampe," katanya setelah membawakan tiga lagu pertama.

Gigih, sapaannya, memulai konser dengan musik improvisasi. Lalu membawakan lagu berjudul ‘Ibu’ yang sebelumnya menjadi musik latar film pendek bikinan Wregas yang berjudul ‘Lemantun’.

“Maafkan kecanggungan saya,” ujar Gigih lagi. Penonton tertawa. Ia selalu terpatah-patah saat bicara—walau tangannya nggak terlihat gemetar. Kerap mengubah-ubah posisinya dari duduk ke berdiri lalu duduk lagi. Tapi parasnya selalu tersenyum.

Memakai kaos Sigur Ros dengan luaran flanel selutut, celana jeans dan sneakers, Gigih lalu duduk di hadapan pianonya lagi, memejamkan mata, lalu mengajak main pianonya. Iya, Gigih dan pianonya itu kalau udah berdua-dua, seolah di sekitarnya itu nggak yang lain. Padahal, di jajaran bangku yang gelap itu, ada banyak penonton yang mengheningkan cipta. Syedih~

Energi yang dikirim Gigih dari musiknya itu jelas-jelas sampe. Walau ruang pertunjukan ramai, tapi musik Gigih bikin setiap penonton saat itu menganggap hanya dirinya yang ada di situ dan satu-satunya hal yang asik untuk dilakukan adalah menyelami jiwa dan memorinya.

Gigih mengaku bahwa dirinya adalah seorang introver. Kayaknya, penyuka musik Gigih tuh pasti para introver, atau senggaknya suka dengan kesendirian. Soalnya, Gigih sendiri bilang musiknya itu bertema “kesendirian yang akut”.

Sesi kedua konser dimulai ketika Gigih memanggil satu persatu teman kolaboratornya. Yang pertama adalah Suta (Biola) dan Jeremia (Cello).

Di lagu berikutnya ia memanggil sahabatnya, Ananda Badudu dan Monita Talahea untuk membawakan lagu Tenggelam.

Momen paling haru dan syahdu di konser ini adalah saat mereka membawakan lagu Sampai Jadi Debu. Lagu cinta yang pelan-pelan jadi mainstream setelah salah satu video pernikahannya Raisa-Hamish Daud menggunakannya sebagai musik latar ini dibawakan secara live untuk pertama kalinya setelah pertama kali di bikin pada awal 2016.

Ananda Badudu sang pembuat bercerita panjang tentang asal-usul lagunya tersebut. Katanya, lagu diciptakan terinspirasi dari kemesraan kakek-neneknya.

“Saya menyanyikan lagu ini ke nenek saya di saat sakaratul maut-nya,” kata Ananda Badudu. Sebenarnya lagu tersebut disiapkan untuk acara tahun baruan keluarga besarnya. Namun, belum tiba saatnya tahun berganti, neneknya sakit lalu wafat.

“Aku tadi nangis saat lagu Sampai Jadi Debu,” kata Rima salah satu penonton setelah acara. “Apalagi Ananda nyanyinya dengan suara parau gitu.”

Ananda Badudu dan Monita Tahalea di Konser Gardika Gigih (Foto: Nikki Fadlin)
Peristiwa Indonesia Ambiens 2017

Sesi konser berikutnya, Gigih memanggil lebih banyak kolaborator untuk mengisi panggung.

“Perkenalkan, ini Luthfi dari Elemental Gaze, mas Pepi ‘Layur’ yang tahun depan mau rilis album, dan Remedy Waloni dari The Trees and The Wild, lihat tuh gitarnya banyak banget efeknya. Selamat menyaksikan peristiwa Indonesia ambiens 2017,” ujar Gigih sebelum akhirnya ruangan diisi oleh musik instrumental yang bergemuruh. Sesi ini sekaligus menjadi penutup.

Konser selesai, tapi kayaknya para penonton masih terus mengheningkan cipta, tuh, seselesainya. Apalagi mereka yang lanjut beli albumnya, menikmati pameran artwork dari album, dan mendengarkan sekali lagi musik-musik syahdu Gigih di perjalanan pulang.

Tag

Editor : Rizki Ramadan