6 Penyebab Indonesia Nggak Maju-maju dalam Sains dan Teknologi

Kamis, 23 November 2017 | 04:45
Alvin Bahar

Sains dan teknologi

HAI-ONLINE.COM - Indonesia telah tertinggal dalam pengembangan sains, teknologi, serta kualitas pendidikan tinggi. Nggak hanya di tingkat dunia, tetapi juga di lingkup yang lebih kecil seperti ASEAN. Chairil Abidin, anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) menguraikan, penyebab ketertinggalan itu terurai dalam Hal itu tertuang dalam Buku Putih Sains, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Menuju Indonesia 2045.

Cek deh: Canggih, Ini 7 Aktor Yang Pernah Disulap Teknologi Demi Peran Yang Dibintangi. Nomor 5 Paling Beda!

Sejumlah kendala

Chairil mengatakan, pendidikan tinggi menghadapi sejumlah kendala dalam melakukan riset, seperti keenggaksesuaian waktu mengajar dan waktu penelitian, keterbatasan anggaran serta fasilitas riset, dan insentif yang nggak menarik bagi peneliti.

Guru nggak kompeten

Nggak Pantas Ditiru!
Kompetensi guru juga ikut memberikan sumbangsih. Hasil rata-rata uji kompetensi guru pada tahun 2015 hanya 53,02 persen. Untuk calon guru, nilai uji kompetensi lebih rendah lagi, 44 persen kemampuan di bidang kompetensi dan 56,69 di bidang pedagogik.

"Nggak ada anak SMA yang bright yang mau menjadi guru. Persoalan kualitas dosen yang dirilis Asia Week tahun 2000, Indonesia berada di bawah kualitas Singapura, Filipina, Thailand, Malaysia," kata Chairil dalam peluncuran buku putih itu di Jakarta pada Jumat (12/5/2017).

Bahasa

Faktor bahasa rupanya juga nggak dapat disepelekan. Mengutip penelitian Richard Horton, faktor bahasa menjadi kendala utama kuranngya suara Indonesia dalam penelitian di tingkat global, khususnya kesehatan dan kedokteran.

Kewajiban baca buku

Puisi Ibu Kopi karya Joko Pinurbo. Dari buku Kumpulan Puisi
Sebelum Indonesia merdeka, pernah terdapat kewajiban mmebaca buku sastra sebanyak 25 judul di Algemene Middelbare School (Pendidikan Menengah) Hindia Belanda A dan 15 Judul pada AMS Hindia Belanda B, 15 judul.

Namun, sejak 1950an, secara bertahap kewajiban itu hilang. "Taufik Ismail sebut sekarang anak SMA nol buku. Mahasiswa juga nol buku hanya diktator, belajar dari diktat yang ditulis 20 tahun lalu," ujar Chairil.

Buku nggak lagi relevan

Chairl bercerita pengalamannya saat menghadiri pertemuan antara pelaku usaha dan universitas ternama di kantor Wakil Presiden BJ Habibie tahun 1998.

Usai pertemuan itu, salah seorang dosen mengungkapkan bahwa buku ajar yang digunakannya nggak lagi relevan.

Gizi

"Faktor gizi juga berperan. Ada 37 persen prevalensi tubuh pendek dengan rata-rata IQ 89. Jadi nggak heran kalau skor PISA (Programme for Internasional Student Assessment) kita rendah," ucap Chairil.

Menurut Chairil, Indoneisa telah masuk masa krisis dalam pengembangan iptek. Untuk itu, mewakili AIPI, ia meminta kepada pemerintah untuk membenahi kualitas iptek. Salah satunya dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi.

Kenaikan pertumbuhan ekonomi diharapakan dapat menaikan daya beli masyarakat terhadap hasil industri dalam negeri.

Universitas dapat bekerja sama dengan pelaku industri untuk mendongrak industri dalam negeri.

Selain itu, hal paling utama paling utama adalah lingkungan kondusif bagi inovasi nasional.

Artikel ini pertama kali tayang di Kompas.com dengan judul "Kenapa Indonesia Tak Maju-maju dalam Sains dan Teknologi?"

Editor : Alvin Bahar

Baca Lainnya