Rabu, 15 November malam, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerbitkan surat perintah penangkapan Ketua DPR RI, Setya Novanto nihguys.KPK mendatangi langsung kediaman pribadi Setya Novanto untuk menjemput paksa karena telah beberapa kali mangkir untuk diperiksa dalam kasus korupsi terkait KTP elektronik.
HAIsudah rangkum nih fakta-fakta selama proses penangkapan Setya Novanto.
1. Hampir selalu mangkir
Penjemputan paksa ke rumah pribadi Setya Novanto bukan tanpa alasan loh. Berdasarkan laporan harian Kompas,KPK setidaknya telah 7 kali memanggilnya untuk diperiksa terkait kasus KTP elektronik.Proses pertama kali pada 13 Desember 2016 dengan Setya Novanto berstatus sebaga saksi. Saat itu ia hadir dan diperiksa selama tujuh jam dan menampik keterlibatannya dalam kasus KTP elektronik.
Lantas, statusnya berubah menjadi tersangka pada 17 Juli 2017. KPK pun mulai memerika kembali pada 11 September 2017, tapi ia nggakhadir. Mangkirnya Setya Novanto dipanggil KPK terus berlanjut sampai 15 November 2017 dalam 5 kali panggilan. Mulai dari diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana sampai sebagai tersangka.
2. Nggak hadir dengan beragam alasan
Dalam pemanggilan KPK, Setya Novanto acap kali nggak hadir dengan banyak alasan. Contohnya sakit pada 11 September 2017 dan 18 September 2017. Bahkan dikabarkan menjalani operasi karena tim dokter menemukan plak di jantungnya.
Selain itu, alasan lain yang digunakan Setya Novanto untuk absen dalam panggilan KPK ialah aktivitasnya berkunjung ke daerah pemilihan pada masa reses DPR, rapat pimpinan DPR, dan pergi ke Kupang, NTT. Nggak cuma itu aja, ia juga enggan datang karena menilai harus ada izin dari Presiden untuk memanggilnya.
3. Kronologi penangkapan 15 November 2017
Semalam, Setya Novanto kembali mendapat panggilan dari KPK, bahkan langsung dijemput di rumahnya. Namun, ia nggak ada di sana.
Dilansir dariKompas.com,kronologi penangkapan dimulai pada Rabu malam pukul 21.40 dengan hadirnya tim penyidik KPK di rumah Ketua DPR RI itu. Saat tiba, para penyidik KPK tidak langsung diizinkan masuk loh. Mereka harus menunggu di depan rumah untuk menunggu Setya Novanto atau kuasa hukumnya.
Beberapa saat kemudian, para penyidik akhirnya diizinkan masuk nih ke rumah Setya Novanto. Saat itu mereka juga dikawal 12 polisi dari satuan Brimob. Setelahnya datang kuasa hukum Setya Novanto, yakni Fredrich Yunadi. Hadir pula politisi Partai Golkar yang dilarang masuk rumah.
Namun, Wakil Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Mahyudin keluar dari rumah dan bilang kalau Novanto nggak ada di rumah.
4. Diminta menyerah dan menaati aturan
Mangkirnya Setya Novanto dalam beberapa panggilan KPK membuatnya diminta segera menyerah dan menaati aturan nihguys.Hal ini disampaikan Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam pernyataan tertulis.
Nggak cuma dari pihak KPK, Presiden Jokowi juga meminta semua pihak, termasuk Ketua DPR RI yang juga merupakan Ketua Umum Partai Golkar itu untuk mengikuti aturan hukum yang berlaku.
"Buka undang-undangnya semua, buka undang-undangnya. Aturan mainnya seperti apa, di situlah diikuti," ucap Jokowi seperti dilansir dari harianKompas.
5. Tersangka Kasus Korupsi KTP elektronik
Kasus KTP elektronik yang menyeret Setya Novanto ini bermula dari adanya ajuan anggaran Kementerian Dalam Negeri pada 2009 lalu untuk penyelesaian Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAP) dengan salah satu komponennya ialah Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Mendagri Gamawan Fauzi pun berjanji pembuatan KTP elektronik akan selesai pada 2013. Lantas digelar lelang pada 2011. Bukannya dapat kabar baik, masyarakat mendapat kabar indikasi proyek tender yang bermasalah.
Permasalahan itu dilansir dariTribunnewsakibat tiga Konsorsium Solusi dan Konsorsium PT Telkom diduga menggelembungkan dana sebesar Rp1 triliun.
Anggota Komisi II DPR RI pun membentuk panitia kerja nih untuk memastikan proyek KTP elektronik tersebut berjalan lancar. Pada 2014, KPK mulai ikut turun tangan dan ada keterlibatan banyak politisi serta mantan Menteri Dalam Negeri dalam korupsi tersebut.
Total kerugian negara dari megakorupsi kasus ini sampai Rp 2.3. triliun! Semoga kasus ini bisa selesai, pembuatan KTP nggak makan waktu lama, dan yang terpenting, nggak ada korupsi lagi di Indonesia.
(Penulis: Dewi Rachmanita)