Lagi Rame Diomongin, Sebenarnya Persekusi Itu Apa Sih?

Senin, 05 Juni 2017 | 02:02
Alvin Bahar

facebook

Belakangan ini, di media sosial rame dengan istilah persekusi. Sebenarnya, pengertian persekusi itu apa sih?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tindakan persekusi berarti pemburuan sewenang-wenang terhadap seorang atau sejumlah warga dan disakiti, dipersusah, atau ditumpas.

Nah, ajakan persekusi ini biasanya diserukan terhadap sebuah postingan di media sosial yang menyinggung kelompok tertentu.

Terkait akan tindakan persekusi yang didasari postingan seseorang di media sosial, Regional Coordinator Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Damar Juniarto mengatakan kepada Kompas.com, aksi persekusi tersebut jadi ancaman serius terhadap demokrasi.

Baca Juga: Surat Dari Mahasiswa Fakultas Teknik Ini Viral Karena Ngaku Udah Nggak Mampu Mikir Lagi, Haduh!

Tersangka kasus persekusi Cipinang Abdul Majid (22) dan Mat Husin alias Ucin di Mapolda Metro Jaya, Jumat (2/6/2017).(Kompas.com/Akhdi Martin Pratama)
Menurut Juniarto, tindakan persekusi bisa membuat proses penegakan hukum seakan-akan berdasarkan tekanan massa. Kan jadi main hakim sendiri kalo gini!

Main media sosial memang gratis dan mudah, tetapi bukan berarti kamu bisa berperilaku sembarangan lho.

Ada sejumlah etika yang patut dituruti ketika kamu ingin menyebarkan atau menulis sesuatu di media sosial. Khususnya untuk menghindari tindakan persekusi yang bakal sangat merugikan kita. Apalagi, beberapa hari lalu ada remaja yang jadi korban persekusi.

Nah, berikut beberapa tips dari Direktur Eksekutif ICT Watch, Donny B.U, soal beretika dalam menggunakan media sosial secara umum.

Menurut Donny, etika utama yang mesti dilakukan seseorang sebelum menulis komentar di media sosial adalah berpikir.

Baca Juga: Ini 3 Makanan Paling Aneh yang Dimakan oleh Napi Sebelum Dihukum Mati!

Ilustrasi
Ya, sebelum jari menekan tombol posting untuk menyebar pesan, meme atau artikel berita, mesti sudah kamu pikirkan dengan matang.

“Think before posting. Karena orang kan mentang-mentang pakai media sosial, gadget, lalu seolah nggak berhadapan langsung dengan yang bersangkutan. Merasa nggak ada konsekuensi,” ujarnya kepada KompasTekno beberapa waktu yang lalu.

Donny juga menyarankan netizen untuk mempertimbangkan segala konten media sosial mereka berdasarkan tiga langkah ini.

1. Bayangkan mengucapkannya langsung

Media sosial
Sebelum mengunggah suatu pernyataan, komentar, berita atau meme, bayangkan kamu menyodorkan semua itu langsung di hadapan orang yang dituju. Bayangkan apakah saat itu kamu benar-benar bisa menyampaikannya atau justru merasa ragu karena takut menyinggung perasaan.

Kalo keraguan yang timbul, sudah tentu hal tersebut nggak perlu diunggah karena mungkin saja akan menyinggung orang tertentu.

“Yang harus selalu diingat adalah pesan yang akan disampaikan itu sama dengan komunikasi face to face dengan orang bersangkutan. Kalau face to face mau ngomong begitu nggak, kalau nggak ya jangan (diunggah ke media sosial),” ujarnya.

2. Pikirkan manfaatnya

Media Sosial
Kalo merasa bahwa pernyataan, komentar, berita atau meme yang akan diunggah itu nggak akan menyinggung orang lain, pikirkan dulu soal manfaatnya.

Apakah hal yang ingin disebarkan itu bermanfaat untuk orang lain atau ternyata nggak ada gunanya.

“Kita kan bisa memikirkannya, mengolah informasi. Kalau memang informasi itu benar, lalu ditimbang apakah perlu atau nggak, apakah memiliki manfaat atau nggak,” ujar Donny.

3. Cek fakta, cari informasi bandingan

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati saat memberikan keterangan pers terkait fenomena persekusi, di kantor YLBHI, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (1/6/2017).(KOMPAS.com/Kristian Erdianto)
Hal yang lebih penting, sebelum bicara di media sosial, kamu harus lebih dulu memahami fakta dan mengolah informasi tersebut.

Ada banyak alat yang bisa dipakai untuk mencari tahu dan membandingkan informasi yang kamu miliki. Bisa saja menggunakan Google atau media lain.

Namun intinya, pernyataan atau hal yang akan diunggah ke media sosial itu jangan sampai hanya merupakan kabar bohong (hoax).

“Ini soal literasi digital, yaitu kemampuan mengolah atau memanfaatkan informasi di media sosial, baik melalui Twitter atau lainnya. Seseorang mesti tahu cara membatasi konten yang diperlukan dan memilih informasi,” terang Donny.

“Cek dan ricek, klarifikasi dulu. Hal seperti ini mestinya otomatis dilakukan,” pungkas Donny.

Artikel ini pertama kali tayang di Kompas.com dengan judul "Heboh Persekusi di Media Sosial, Ini Kiat agar Tidak Jadi Korbannya"

Editor : Alvin Bahar

Baca Lainnya