Game pertama yang dimainkannya adalah nintendo pemberian orangtuanya. Sejak saat itu, setengah waktu Arief Widhiyasa, CEO AgateStudio, dalam sehari digunakan untuk main game (udah masuk waktu tidur, berarti 8 sampai 12 jam). Hebatnya Arief udah menyadari bahwa dia emang memiliki passion di development game dari kecil. Terbukti pula dari kesukaanya bikin komik, bikin game pake kertas. Kini ia bahkan bisa berhari-hari di depan game.
Kalau mengetahui ceritanya, bahkan sampai sekarang ia memiliki developer game sendiri, memang diakui kalau Arief merupakan penggila game. Namun dia bukan penggila game yang pasif, dalam arti hanya memainkan saja. Ia juga membuat game sendiri yang bisa dikonsumsi public dan menghasilkan materi juga untuk dia dan timnya.
Arief menyadari bahwa game memiliki potensi yang luar biasa banget untuk cuci otak satu generasi. Ketika game bisa memberikan value-value posiitif, makaakan terjadi perubahan masifpada kehidupan. Memang secara independent game mampu melatih para gamernya untuk menjadi nggak gampang menyerah, game juga bisa melatih kemampuan konsenstrasi, kemampuan berpikir, rekfles dan tentunya bisa menumbuhkan kepercayaan diri ke tingkat yang paling ektsrim.
Rela Drop Out Dari Kampus Ternama
Kepercayaan diri Arief yang paling ekstrim muncul ketika ia memutuskan untuk nggak melanjutkan kuliah, alias drop out dari ITB demi Agate Studio yang diasuhnya bersama 18 orang partnernya saat itu. Keputusan tersebut juga bukan tanpa dilemma, karena ia dan rekan-rekan yang berkolaborasi dengannya bahkan rela digaji sebesar Rp 50 ribu perorang dengan jam kerja bahkan hingga 15 jam sehari. Memang rasa kepercayaan diri terhadap akan majunya Agate Studio ini nggak mudah, untungnya saat itu orang tua Arief mulai percaya ketika karya Agate Studio mulai memperlihatkan hasil.
Saat itu Agate Studio merencanakan strategi awal untuk merilis game di pasar internasional. Sebab saat itu animo dan gairah pasar game di Indonesia masih kecil, platform yang dibuat pun kebanyakan berbasis web. Tapi dalam waktu singkat Agate Studio mengembangkan game dan mulai hadir di platform mobile berupa aplikasi. Game yang paling hit pada saat itu yaitu Football Saga 2 dan Smash Mania.
“Biasanya kami memulai proses pembuatan game dari riset pasar terlebih dahulu, kami akan berusaha lihat demand apa yang masih undersupply, atau kadang-kala berangkat dari proses riset internal untuk menemukan tipe permainan yang lebih experimental lalu diexplore lebih jauh,” ujar Arief yang baru saja menghadiri conference game Casual Connect di Singapura untuk menjadi pembicara pada Rabu (17/5).
Bertahan Berkat Kolaborasi
Selama kurang lebih delapan tahun berdiri, Agate Studio memiliki banyak kesempatan untuk berkembang menjadi lebih baik bahkan go internasional. Kesempatan ini datang berkat tawaran kolaborasi dari Square Enix. Pengembang game asal Jepang ini terkenal berkat game populer seperti Final Fantasy, Dragon Quest, dan Kingdom Hearts. Betapa kolaborasi internal (dengan tim sendiri) dan eksternal (pihak luar) membawa pengaruh yang hebat pada Agate Studio.
“Pastinya kita bisa leverage strength masing-masing ya, dan harapannya dengan focus di strength masing-masing, kualitas produk/karya yang dihasilkan juga pastinya lebih maksimal,” kata cowok yang sedang memainkan game Zelda di Nintendo Switch.
Butuh proses waktu sekitar dua tahun bagi Agate Studio untuk menggandeng Square Enix pada tahun 2011. Square Enix bersedia merilis game terbaik di Indonesia Bermain 2011. Komunikasi terus berlangsung hingga muncul keinginan untuk kerjasama rilis game.
Arief menginspirasi kita untuk bersyukur dengan hobi yang dicintai hingga bisa menggelutinya sebagai sebuah pekerjaan dan sumber penghasilan bagi orang lain. Saking cintanya dia dengan game di konsol Nintendo Entertaintment System, Arief bahkan udah memakai kacamata saat duduk di kelas 1 Sekolah Dasar.
Udah lama dan jago bergelut di game, kira-kira prediksi lo tentang game di 5 tahun depan kayak gimana nih?
“Platform baru akan bermunculan, mungkin VR dan AR sudah lebih populer di pengguna, perangkat AR sudah sangat integrated dalam kehidupan sehari-hari. TV dan console sudah merged menjadi paket home entertainment, dan akibat perubahan platform yang significant, tentunya game-game yang beredar juga akan bisa explore banyak hal baru dan unik,”ujar Arief yang sedang menyiapkan 15 project game dalam waktu bersamaan.