Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dinyatakan bersalah dalam kasus penodaan agama karena pernyataan soal Surat Al-Maidah 51 saat berkunjung ke Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, pas 27 September 2016.
Gubernur Ahok divonis 2 tahun penjara dan siap mengajukan banding.
"Menyatakan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melakukan penodaan agama," kata hakim ketua Dwiarso Budi Santiarto membacakan amar putusan dalam sidang Ahok, Selasa (9/5) di Gedung Kementerian Pertanian di Ragunan Jakarta.
Keputusan bersalah ini lebih berat dari tuntutan jaksa, yang sebelumnya meminta hukuman percobaan selama 18 bulan.
Dalam pembacaan keputusan majelis hakim bilang, Ahok sengaja mengucapkan pernyataan soal Surat Al-Maidah tersebut dan nggak menunjukkan penyesalan.
Keputusan udah diketok palu. Ahok dan kuasa hukumnya udah nyatakan banding.
Tapi, kita perlu tahu nih, istilah apa aja sih yang muncul selama sidang yang udah makan waktu beberapa bulan ini:
1. Kata "Aulia"
Kata "Aulia" ini sempat muncul pas sidang Ahok Senin (13/2). Waktu itu, saksi ahli dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhammad Amin Suma, menjelaskan arti kata "aulia" dalam Al Maidah ayat 51.
Kata Amin, terjemahan dalam Al Quran bisa bermacam-macam, termasuk kata "aulia" dalam Al Maidah 51.
"Jangankan terjemahannya, hurufnya saja bermacam-macam. Kata "aulia waliyun" artinya bisa melindungi, teman setia, yang menolong, yang memberi sesuatu, mendampingi, menemani," ujar Amin dalam sidang yang digelar di Kementerian Pertanian, Ragunan.
Meski demikian, katanya, semua terjemahan itu nggak ada yang salah. Amin bilang, arti kata "aulia" sebagai teman setia hanya salah satu saja.
Begitu pun dengan "aulia" sebagai pemimpin. "Makanya ada sebagian ulama haram menerjemahkan Al Quran karena enggak mungkin bisa diterjemahkan, tetapi tidak berarti ini salah dan keliru," ujar Amin.
Amin juga sampaikan, menerjemahkan Al Quran juga bisa dengan cara tematik. Kalo dilihat dari segi tematik, kata "aulia" dalam Al Maidah ayat 51 berarti pemimpin.
Adapun pemimpin yang dimaksud adalah yang memenuhi karakter yang diperintahkan agama Islam. "Tiap pemimpin pun harus berteman, harus membela, dan harus menolong," ujar Amin.
2. Kata "Dibohongi" dan "Pakai"
Dua kata ini yang pernah diulas secara mendalam oleh ahli hukum pidana dalam sidang Ahok, Selasa (21/2).
Waktu sidang Ahok yang kesebelas kalinya digelar itu, ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII), Mudzakkir bilang, ada tiga hal yang menjadi fokus kajiannya setelah diperlihatkan video lengkap berisi pidato Gubernur Ahok di Kepulauan Seribu.
"Ada tiga hal (kalimat) yang sangat penting. Kalimat pertama terkait kalimat 'jangan percaya sama orang', kedua adalah kalimat 'maka kamu enggak pilih saya', lalu ketiga kalimat 'dibohongi pakai Surat Al-Maidah Ayat 51'," ujar Mudzakkir di hadapan majelis hakim, seperti dikutip dari CNN Indonesia.
Ketiga penggalan kalimat itu, katanya punya keterkaitan satu sama lain. Kalimat pertama menandakan ada orang atau oknum yang sebelumnya sudah lebih dulu menyampaikan Surat Al-Maidah Ayat 51.
Sementara pada kalimat kedua, lanjut Mudzakkir, terdapat indikasi bahwa orang yang menyampaikan Surat Al-Maidah Ayat 51 ini udah bikin terdakwa nggak bisa dipilih lagi.
Pada akhirnya, melalui kalimat ketiga, Mudzakkir menyimpulkan bahwa orang yang menyampaikan surat Al-Maidah ayat 51 tersebut telah menggunakan kutipan ayat suci Al-Quran sebagai alat untuk berbohong.
"Sementara di bagian berikutnya, kata dibohongi itu diulangi lagi dalam bentuk bahasa lain, yakni 'dibodohi'," imbuh Mudzakkir.
Hal inilah yang kemuian jadi dasar penilaiannya sebagai ahli pidana, ucapan Ahok tergolong bentuk penodaan terhadap agama. "Kalau digabung maknanya, jadi istilah penodaan," kata Mudzakkir.
Mudzakkir menilai, dalam kalimatnya, Ahok langsung mengutip 'surat Al-Maidah ayat 51'. Kasusnya mungkin akan berbeda, jika Ahok mengutip 'terjemahan surat Al-Maidah ayat 51 yang keliru'.
3. "Rencana Penuntutan"
Mengutip tulisan Hersubeno Arief, konsultan media dan politik dalam Kumparan.com secara sederhana, dalam Rentut itu seorang Jaksa Penuntut Umum (JPU) harus memaparkan rencana penuntutannya kepada atasannya secara berjenjang. Hal ini diatur dalam Surat Edaran Jaksa Agung RI Nomor: SE-001/J-A/4/1995 Tentang Pedoman Tuntutan Pidana bagian C yang memuat tata cara pengajuan tuntutan pidana. Sebelum mengajukan tuntutan pidana, JPU kudu bikin rencana tuntutan.
Secara sederhana, dalam Rentut itu seorang JPU harus memaparkan rencana penuntutannya kepada atasannya secara berjenjang. Hal ini diatur dalam Surat Edaran Jaksa Agung RI Nomor: SE-001/J-A/4/1995 Tentang Pedoman Tuntutan Pidana bagian C yang memuat tata cara pengajuan tuntutan pidana. Sebelum mengajukan tuntutan pidana, JPU kudu bikin rencana tuntutan.
4. "Fitsa Hats"
Istilah inilah yang sempat jadi trending topic di media sosial beberapa waktu lalu.
Gara-garanya, Ahok ngebahas soal istilah ini sehabis sidang (3/1). Waktu dalam sidang Ahok, ada kesaksian dari Sekjen FPI Jakarta Novel Bamukmin yang diperiksa identitasnya dalam persidangan. Kata Ahok, saksi dengan nama Habib Novel pernah kerja pada 1992 -1995 di Pizza Hut. Tapi, justru yang ditulis adalah Fitsa Hats.
“Tapi mungkin karena dia malu kerja di Pizza Hut karena itu punya Amerika, dia sengaja menuliskan Fitsa Hats,” kata Ahok.
Menurut Ahok, Novel dinilai sengaja mengubah istilah Pizza Hut dan dirinya hanya tertawa menyaksikan fakta di persidangan. Meski begitu, kata Ahok, Novel beralasan bahwa dirinya tak terlalu memperhatikan istilah dalam penulisan.