HAI-online.com - Dokter yang satu ini emang nggak bisa diem mengulik sesuatu. Gape di urusan tarik suara, sekarang dia juga hobi banget sama fotografi.
Awalnya, sih, Tompi motret pake kamera digital. Doi lalu gabung ke komunita pengguna kamera merk Leica, ID Leica.
Nah, gara-gara komunitas itulah, Tompi bertemu pehobi fotografi yang menggeluti kamera analog. Awalnya nganggep kamera ini kamera kuno, eh, Tompi malah jadi jatuh cinta sejak ia ngeliat hasil foto kamera analog milik temannya itu.
Kalau udah ngulik sesuatu tuh, Tompi nggak pernah setengah-setengah. Ia langsung beli kamera analog yang paling mumpuni, dan karena di Indonesia saat itu jumlah lab yang sanggup cuci film, Tompi belajar segala prosesnya sendiri. Dari mulai cuci-cetak film BW, proses cuci film warna dan slide pun ia tekuni.
"Gue minta diajari sama teman gue, terus lanjut belajar sendiri, dari YouTube dan web. Mungkin, karena gue latar belakangnya dokter, kali yah, jadi udah biasa ngulik di lab," cerita Tompi kepada HAI.
Kini, setelah 3 tahun menggeluti foto analog, Tompi bahkan mendirikan lab foto sendiri bersama 3 temannya, yaitu Soup n Film, dan ia menawarkan jasa foto profesional dengan tetap menggunakan kamera filmnya.
Tompi berujar, senggaknya ada tiga alasan ia suka banget sama kamera analog. Pertama, prosesnya. Dengan kamera analog kita emang kudu ngelewatin proses panjang sampe dapet hasilnya. Saat memotret pun kita mesti merencanakan dengan. Kan, nggak bisa dilihat langsung hasilnya.
"Kedua, gue senang cuci-cetak sendiri. Jadi, ada value tambahan. Ketiga, cetakan Black and whitenya. Keempat, image quality. Belum ada yang ngalahin sih. Gue udah pernah nyobain kamera yang paling mahal sekali pun, belum ada yang ngalahin hasil foto 135 mm dari segi dimensi, depth of field, gradasi hitam-putih, detail shadow, dll," papar Tompi. Tentu, karen kekhasan tonal fotonya, kondisi yang flat sekali pun kalau difoto dengan kamera analog jadi ada mood-nya gitu.
Sekarang ini, Tompi selalu membawa kamera analognya kemana-mana. Entah itu Leica MP atau Nikon FM3A. Ia juga kerap meluangkan waktu untuk jalan-jalan sekalian membuat proyek foto street photographya-nya. Dari hasil perjalanan itu, Tompi juga merilis buku, salah satunya yang sudah dijual adalah 7 Days in New York. Penasaran dengan hasil foto analog dari Tompi? Cek aja Akun IGnya, @DR_Tompi