“Aku ingin mencintaimu dengan sederhana: dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu.
aku ingin mencintaimu dengan sederhana: dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.”
Apa yang kalian rasa dan ingat ketika membaca penggalan puisi di atas? baper berkepanjangan nggak? Hehe. Coba bayangin deh, bagaimana kayu yang dibakar api merasakan cinta yang sederhana?
Puisi di atas adalah salah satu puisi dari penyair Sapardi Djoko Damono. Di pelajaran bahasa Indonesia, pasti kalian pernah mendengar namanya.
Beliau adalah penyair Indonesia yang karyanya dianggap abadi. Pada 20 Maret kemarin, sehari sebelum Hari Puisi Internasional, Sapardi baru saja berulang tahun yang ke-77,. Pada Rabu (22/01) perayaannya digelar di Bentara Budaya oleh penerbit Gramedia Pustaka Utama. Di acara tersebut, penyair kelahiran Surakarta 1940 ini sekaligus menerbitkan 7 buku
Untuk kalian yang belum kenal baik, nih, HAI ceritain kenapa Sapardi itu adalah sosok penyair yang keren banget.
1. Puisinya Ringan dan Penuh Makna.
Sapardi lebih sering memakai kata-kata yang sudah kita akrabi dalam percakapan sehari-hari. Untuk bisa membacai puisinya pun kita nggak perlu sampai mengernyitkan dahi untuk menangkap maknanya.
Joko Pinurbo (Jokpin), penyair yang ada di generasi bawah Sapardi, adalah salah satu sosok yang mengidolai karya-karya beliau.
Menurut Jokpin di acara tersebut, seperti dilaporkan Kompas, puisi Sapardi itu memiliki permainan logika dan bahasa yang ringan dan cair, tetapi reflektif dan kontemplatif. Sapardi jago bikin suatu peristiwa sehari-hari jadi sesuatu yang bikin orang tercenung dan merenung, membuat orang bisa berhenti dari keriuhan dunia untuk bisa mengendapkan diri.
Coba baca dan hayati puisinya yang satu ini deh.
"Hatiku selembar daun"
Hatiku selembar daun melayang jatuh di rumput
Nanti dulu, biarkan aku sejenak berbaring di sini
Ada yang masih ingin ku pandang
Yang selama ini senantiasa luput
Sesaat adalah abadi
Sebelum kau sapu taman setiap pagi
2. Produktif Banget
Kita-kita yang masih muda ini mesti menjadikan Sapardi sebagai Inspirasi, sebagaimana beliau juga selalu nggak mau kalah produktif sama generasi muda sekarang ini.
“Saya terus ingin mencipta dan mencipta lagi. Salah satu buku saya diakui sebagai karya sastra terbaik 2015. Orang-orang bilang, kok, kamu lagi? Kamu lagi? Saya memang enggak mau kalah dengan mereka. Saya betul-betul belajar dengan internet seperti mereka,” papar pria yang pernah jadi guru besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia dan kini juga mengajar di Institut Kesenian Jakarta, dikutip Kompas.
Di usianya yang kepala 7 ini saja Sapardi udah menerbitkan novel Trilogi Soekram, novel Hujan Bulan Juni, dan yang terbaru, Pingkan Melipat Jarak.
Jokpin juga menyatakan salutnya terhadap produktivitas dan kreativitas Sapardi.
"Energi kreatifnya tetap terpelihara dengan baik. Dia punya disiplin yang tinggi terhadap dirinya sendiri. Kalau banyak pengarang merasa karyanya belum berhasil, sebetulnya masih panjang waktu untuk menguji ketekunannyay," kata Jokpin.
3. Kakek Indie.
Fakta ini sangat mengagumkan. Ternyata, Sapardi selalu mengerjakan karya-karyanya sendiri. Dari mulai urusan penulisan, cetak, desain, dan penerbitan ia lakukan sendiri. Ia kerap minta mahasiswanya untuk mengajarinya software desain grafis dan menggandeng mereka juga untuk menjual bukunya lewat online shop.
Saat sesi bincang-bincang di ASEAN Literary Festival 2016 kemarin pun Sapardi menceritakan keindieannya ini.
"Buku-buku saya, saya terbitkan sendiri saya jual sendiri cover-nya buat sendiri, saya kirim ke percetakan sendiri, ke penerbitan sendiri, kalau nggak percaya tanya Gramedia. Sampai sekarang. saya nggak punya asisten apapun," tukasnya disambut tepuk tangan penonton.
Gimana, masih butuh alasan untuk mengagumi sosok beliau? coba bacai puisi-puisinya dan hadiri acara yang menampilkan beliau.