Di sebuah rumah kisaran Antasari Jakarta Selatan yang bertembok putih dan retak di beberapa bagian, terparkir dua mobil. Sebelumnya saya ragu, benarkah ini rumah Dipha? Akhirnya saya masuk. Buwl, road manager Dipha keluar dari dalam rumah menyambut.
“Sebentar ya, mas. Kami lagi meeting dulu,” kata Buwl sambil menyuguhkan minum. Saat itu adalah pertengahan Februari
“Sip. Santai aja. Anggep aja gue belum dateng.”
Saya jawab gitu dengan dua alasan, biar mereka nggak merasa buru-buru rapatnya dan biar saya bisa ikut mendengar obrolan mereka, walau cuma dari ruang tamu.
Satu persatu peserta meeting itu mengeluarkan pendapat.
“Nanti kita mau rilisnya di mana nih asiknya?”
“Kira-kira media mana saja yang akan kita undang yah?”
“Terus, kalau ada fans, gimana?”
“Ajak aja masuk. Nanti kita siapin makan juga.”
“Asik, tuh, kalau lo nanti Live di Instagram atau Facebook. Nyapa fans yang nggak bisa ikutan.”
“Kita perlu putar lagu ini serentak di radio-radio nggak yah?”
Itulah sekilas percakapan yang saya tangkap. Kalau didengar dari nadanya sih, obrolan itu seru adanya. Semua antusias. Baru setelah bertemu Dipha langsung, saya tahu, tadi itu mereka sedang merencanakan peluncuran single kedua Dipha Barus.
Dari situ, saya mencatat dua hal untuk kemudian diobrolin sama Dipha. Pertama, ternyata, gitu yah, asiknya ngerjain proyek musik secara indie. Musisinya involve di semua urusan. Tim kecil yang dibentuknya pun solid gitu. Seru. Kedua, single baru Dipha. Kejutan kayak gimana, lagi nih yang disiapkan Dipha dengan musik EDM-nya untuk kita-kita.
Lalu saya dan Dipha memulai sesi wawancara di sebuah ruang tepat di seberang kamar tidur Dipha yang ia sulap jadi studio. Kami ditemani boneka Totorro, karakter dari film animasi besutan studio Ghibli, yang selalu ada di depan meja kerja Dipha serta rangkaian kalimat-kalimat bahasa Tibet yang menjuntai juga di dinding yang selalu Dipha tatap tiap kali kerja.
Eksplorasi Maksimal
Kalau kamu jeli, nama Dipha Barus pasti udah sering lo temui dari lama di kancah musik Indonesia. Ya, nama cowok sudah pernah kolaborasi dengan papan atas kayak Afgan, Bunga Citra Lestari, dan Titi Dj, entah itu sebagai produser atau pencipta lagu. Di scene musik sidestream, Dipha juga bukan baru pertama kali ini muncul. Doi adalah band elektronik Agrikulture. Namun, di kancah EDM, nama Dipha emang baru mencuat sejak tahun lalu, lewat singlenya yang sangat asik di kuping, No One Cant Stop Us.
Pertanyaan pertama yang muncul, udah lalu lalang di musik arus utama, kenapa Dipha milih bergerak indie di proyek musik pribadinya ini?
“Gue lebih percaya diri kalau yang ngejalanin gue dan temen-temen gue. Bagi gue, karya musik, artwork, dan cara promosi harus satu nafas. Dan tujuan gue bermusik di sini bukan untuk fame atau materi, tapi untuk ngasih kesan positif dari karya kami ke orang lain. Gue belum tertarik untuk masuk major (label). Tawarannya, sih, banyak, tapi gue takut gue lari dari tujuan awal gue bermusik,” jawabnya panjang lebar.
Dipha cerita, di proyek ini semua elemen ia garap sendiri bersama tim yang ia bentuk sendiri. Mastering dan mixing ia lakukan sendiri; video lirik dan art cover digarap teman dekatnya. Begitu juga dengan manajemen, Dipha berkolaborasi dengan Locker Media. “Semua modal gue sendiri,” tambahnya yang selama ngobrol sama HAI, senyumnya nggak pernah lepas seolah ia bahagia banget sama karyanya.
Dipha nggak punya sinisme khusus sama label major, cuma aja berdasarkan pengalamannya, ia tahu bahwa berkarya di bawah label major itu penuh tuntutan. Pun, musik Dipha kan, musik yang baru, segmentasi pasarnya masih baru tumbuh.
Awalnya Nggak Pede
Konon, yang membuat banyak banget musisi-musisi sidestream muncul di scene adalah karena di era teknologi informasi ini, kepercayaan diri makin gampang terasah.
Tapi nyatanya ini nggak terjadi pada Dipha. Butuh waktu panjang hingga akhirnya cowok yang hobi meditasi ini muncul di depan dengan membesarkan namanya sendiri.
Sudah sejak ia kuliah Desain Grafis di Malaysia, Dipha serius ngulik musik elektronik. Awalnya cuma niat untuk iseng nge-DJ. Kemudian ia menjalani profesi sebagai jingle maker sambil ngeband di Agrikulture.
“Sebenernya gue udah memutuskan untuk bikin proyek musik sendiri tuh pas ikut Agrikulture. Saat itu gue jadi petugas kasir di Aksara (toko buku), gue mulai bikin lagu sendiri, mulai nge-DJ sendiri tapi nggak pede untuk gue publis. Terus gue malah bikinin lagu untuk orang, kayak Afgan, Titi DJ, Rosa, dan Andien. Di situ, temen-temen gue mulai mendorong gue untuk coba sendiri. Akhirnya gue coba, nge-remix lagu Diplo dan saat itu sampe masuk chart. Tapi karena gue nggak pedean, jadi ngira itu cuma untung-untungan aja,” kenang cowok yang saat masih sekolah di SMA Pangudi Luhur Jakarta doyan banget sama musik indie pop.
Baru di awal 2016, Dipha mulai mantap menyiapkan diri untuk muncul dengan namanya. Itu pun ia mengaku awalnya iseng niatnya. “Gue saat itu kenal sama Kalula yang isi voice maker iklan yang jingle-nya gue buat. Gue denger, suaranya oke juga. Akhirnya coba bikin lagu. Dia bilang, yuk publis aja. Tapi saat itu gue masih malu. Hehe,” lanjut sepupunya David Tarigan ini
Namun, akhirnya, rasa pedenya membuncah juga. Lagu No One Cant Stop Us pun ia rilis digital. Hasilnya, wah, pecah banget deh!
“Saat itu musik EDM belum sampe ke permukaan, baru rame di Soundcloud. Baru saat DJ Snake muncul, keluar deh. Kalau nggak, (lagu gue) cuma di laptop doang, nih,” kata cowok yang pertama kali nge-DJ di prom night SMA-nya.
Single Kedua dan Album Siap
Saat majalah ini sampai ke tangan kamu, mungkin Dipha baru saja merilis single keduanya yang bertajuk All Good. Soalnya, saat wawancara, Dipha udah di tahap menyempurnakan materi yang udah 90% itu.
Single kedua ini nggak kalau spesial dari yang pertama. Ia mengajak penyanyi cewek lagi untuk isi vocal, tapi bedanya yang satu ini masih seumuran kita-kita bro. Ya, dia adalah Nadin Amizah pemilik akun Instagram @Cakecaine.
“Waktu itu ada yang komen di IG gue, merekomendasikan gue untuk denger suaranya Nadin. Gue cek, bener. Terus dia likes foto-foto gue, dan gue juga like foto-foto dia. Akhirnya ngobrol. Tukeran referensi musik, dan gue mantep untuk ajak dia kolaborasi,” cerita Dipha. Naluri produsernya juga ikut bergerak, ia menawari dirinya untuk jadi produser proyek solo Nadin nantinya.
Soal lagu, Dipha bilang, dia dapet inspirasinya dari meditasi. Yap, All Good emang kental banget sama nuansa yang positif.
Selain itu, Dipha juga sebenernya sedang menyiapkan materi-materi lain untuk dimasukkan ke album penuhnya.
Dimulai Dari SMA Kini Dikenal Mancanegara
Dipha Barus mulai tertarik dengan musik EDM ini sejak akhir masa SMA. Ketika ia sedang mengunjungi sebuah acara, DJ Anton meremix lagu band kesukaannya, Primal Scream. Dari situ ia mulai ngulik cara main instrumennya. Saat kuliah, ia mengumpulkan alat-alatnya, dari turn table sampai keyboard synthyser.
Walau di tengah-tengah perjalanannya Dipha Barus sempat nggak pede, tapi dengan naluri berkarya dan semangat indipendennya, cowok yang jauh dari alkohol dan bentuk hura-hura khas dunia malam lainnya ini siap membesarkan musik EDM yang ia sukai. Nggak cuma di nusantara tapi juga ke mancanegara.