Banyaknya kasus yang berhasil diungkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sepertinya masih belom bikin jera oleh para koruptor yang masih banyak berkeliaran di Tanah Air. Salah satu kasus korupsi yang baru-baru ini terungkap adalah kasus dugaan korupsi E-KTP yang langsung jadi sorotan berbagai media nasional karena duit hasil korupsi yang dilakukan diduga mengalir ke banyak pihak. Mulai dari anggota DPR, pejabat Kementrian Dalam Negeri, politikus hingga para pengusaha.
Dalam persidangan dugaan korupsi E-KTP yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, pada Kamis (09/03) lalu, Jaksa Penuntut Umum bilang kalo total anggaran sebesar Rp 5,9 Triliun buat pengadaan E-KTP, 2,3 Triliun di antaranya masuk ke rekening pribadi alias di korupsi. Dengan nilai sebesar ini, korupsi E-KTP tercatat jadi skandal korupsi terbesar di Indonesia!
Proyek pengadaan E-KTP ini sendiri sebenernya digulirkan oleh Kementrian Dalam Negeri pada tahun 2011 lalu. Ketika itu, mereka nganggarin dana sebesar Rp 5,9 Triliun buat ngebiayain proyek ini. belakangan baru diketahui kalo Rp 2,3 Triliun dari dana tersebut ternyata di korupsi. Jaksa Penuntun Umum dalam persidangan tersebut bilang kalo hampir separuh dari duit proyek pengadaan E-KTP justru ngalir ke kantong pejabat Kementrian Dalam Negeri. Duit haram ini diketahui juga dinikmati oleh sejumlah politikus dan anggota dewan!
Setara Anggaran 4 Kali Ujian Nasional
Lalu dengan duit sebanyak itu sebenernya bisa buat apa aja? Uang milik negara pada dasarnya berasal dari hasil pajak para warganya juga. Di bidang pendidikan, uang sebesar Rp 2,3 Triliun bahkan setara dengan anggaran 4 kali ujian nasional! Ini berdasarkan pada anggaran penyelenggaraan Ujian Nasional (UN) pada tahun 2015 lalu yang mencapai Rp 560 Miliar.
Ujian Nasional Tahun 2015 sendiri diikuti oleh 7, 3 juta siswa, yang terdiri dari 3.773.372 siswa SMP, 1. 632.767. siswa SMA, 1.171.907 siswa SMK, dan 632.214 siswa Kesetaraan yang jadi peserta UN. Anggaran ini diantaranya dipakai buat memproduksi dan mendistribusikan 35 juta eksemplar naskah UN.
“Jika dihitung rinci, maka setiap siswa membutuhkan sekira Rp 80 ribu sebagai peserta UN”, kata Anies Baswedan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu. Bikin gregetan nggak sih?