Di balik penampilannya yang kelihatan “sangar”, vokalis sekaligus bassist dari band Endank Soekamti ini emang ramah banget. Bahkan bukan cuma ramah, hati cowok satu ini juga terbukti mulia. Soalnya, nggak cuma berkarir sebagai musisi, Erix Soekamti ternyata juga menggagas DOES University, sebuah sekolah bakat informal, gratis. Ya, sosok Erix memang mematahkan image orang banyak terhadap kaum musisi punk atau rock yang kesannya bandel dan nggak punya perhatian lebih terhadap masyarakat.
Yap, pada tahun 2015 menjelang 2016, Erix mengawali segalanya. Sebagai modal awal, Erix mengambil sebagian dari hasil penjualan merchandise Endank Soekamti. Ia juga didukung Kamtis Family –kelompok penggemar Endank Soekamti. Total yang berhasil ia himpun jadi modal katanya menembus angka 300 juta.
“Jadi ini, sekolah bakat gratis. Apa yang murid-murid mau aja. Mereka mau belajar musik, kami siapkan wadahnya. Mau belajar fotografi, kami sediakan wadahnya. Tapi masalahnya yang pertama itu, output. Kalau kita ajarkan musik, setelah lulus nanti dia jadi apa, kan nggak pengangguran musik,” jelas Erix Soekamti saat HAI temui usai acara Danamon Social Entrepreneur Award 2016, di The Westin, Jakarta, Kamis (10/11).


Lagian, Erix yang juga terlibat dalam film animasi Adit Sopo Jarwo ini jelas memiliki banyak kenalan alias link orang-orang yang aktif di dunia animasi. Dari sana, ia pun mendapat bantuan untuk menjalankan DOES University yang digagasnya. Murid pertamanya hanya berjumlah 10 orang, dan merupakan anggota keluarga Kamtis Family. Mereka berasal dari berbagai daerah, seperti Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Balikpapan.
“Awalnya rekrut 10 orang doang, karena komputernya cuma kebeli sepuluh, haha. Syaratnya itu cuma bakat, nekat, niat, dan direstui orang tua. Karena mereka akan dikarantina selama 6 bulan,” tambah Erix.
Ya, seperti yang dibilang Erix, para siswa itu emang dikarantina 6 bulan, dan mereka nggak perlu mengeluarkan biaya apa-apa untuk menimba ilmu animasi. Yang terpenting buat Erix adalah, anak-anak yang mendaftar ini memiliki bakat dan passion di bidang animasi. Nggak bisa bakat doang, atau passion doang. Keduanya harus bertemu.
Nantinya setelah 6 bulan, lulusan tersebut diharapkan bisa “membayar” biaya pendidikannya dengan mendedikasikan diri buat jadi pengajar di generasi murid selanjutnya. 10 orang tadi pun sekarang bakal jadi pengajar angkatan ke-2 DOES University yang bersiswakan 158 orang.
“Balas Dendam”
Buat Erix, proyek ini udah kayak proyek “balas dendam”. Doi cerita, dulu waktu sekolah musik, Erix pengen banget belajar jadi bassist. Tapi, gurunya malah menuntut dia belajar terompet. Erix menurut, dan menghabiskan waktunya hampir 3 tahun menggeluti alat musik yang bukan passion-nya itu.
Sekolahnya jadi setengah-setengah dan kemudian ia berhenti (alias dikeluarin). Maka dari itu, Erix nggak mau kalau anak-anak yang udah tau bakat dan passion-nya di mana, masih harus sekolah tiga tahun untuk mendalami ilmu yang mungkin nggak sesuai sama bakat dan passion-nya. Lagipula, menurut Erix, nggak semua ilmu yang diajarkan di sekolah bisa sesuai dengan kebutuhan industri yang bersangkutan.
Hal itu juga yang mendorong Erix berencana membuka kelas programming di samping mempertahankan kelas animasi di DOES University. Soalnya, menurut dia, sejauh ini lulusan IT (Information Technology) itu banyak, tapi nggak semuanya sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan perusahaan. Ide ini pun masih digodok Erix untuk kemudian direalisasikan.
Nah, balik ke soal animasi yang udah running di DOES University, Erix pun udah mikirin output yang siswa-siswanya mesti bikin kalau lulus. Menurutnya, daripada lulusannya kerja sama orang lagi, lebih baik mereka bikin proyek sendiri.
“Kalau lulusannya banyak, mereka kan bisa berkumpul bikin perusahaan sendiri, bikin studio sendiri. Inilah yang aku harapkan sama mereka,” bilang Erix. “Endank Soekamti kan juga lagi mau save lagu anak, jadi nanti kita yang nyanyi lagu-lagunya, mereka yang bikin animasinya, jadi kolaborasi. Sekarang baru empat lagu, karena animasi itu bikinnya susah, proses kerjanya juga nggak gampang,” lanjut Erix.
“Tapi katanya jangan, nanti malah YouTube-nya yang enak, haha,” bilang Erix menirukan salah satu pendapat anggota komunitasnya.
“Nama adalah doa, siapa tahu nanti bisa jadi universitas beneran, ya tho?” ungkap pria kelahiran 31 Maret 1982 ini, ramah.
Well, good luck, mas Erix!