Di Musim Hujan, Ngayogjazz 2016 Justru Cerah Banget! Dan Ada Empat Hal yang Seru Lainnya Lho!

Senin, 21 November 2016 | 10:00
Hai Online

Ngayogjazz 2016, dengan unsur seni yang makin kental

PENULIS DAN FOTO: RASYID SIDIQ

Jazz tak melulu dinikmati oleh kalangan elit dengan dandanan mahal di ruangan mewah semata. Ngayogjazz 2016 buktinya. Festival jazz tahunan kebanggaan warga Yogyakarta ini menjadi pembuktian kalau sebenarnya musik jazz adalah musik rakyat atau berlaku bagi semua kalangan. Memasuki umurnya yang ke-10, Ngayogjazz mengusung misi berbunyi Hamamangun Karyenak Jazzing Sasama, yang berarti membangun karya jazz yang indah bagi sesama manusia.

Digelar selama satu hari penuh pada Sabtu kemarin (19/11), di Padukuhan Kwagon, Sidorejo, Godean, Sleman, Yogyakarta. Menampilkan deretan musisi Jazz lokal hingga kenamaan seperti Tone Dial, Gubuk Jazz Pekanbaru, Emerald-Bex feat. Dudy Oris, Bonita & The Hus Band, Fariz RM Anthology Kuartet, Shadow Puppets & Harvey Malaihollo, Trumpetezra, Jalu TP, Tohpati & Friends, Monita Tahalea, dan lain-lain. Masih sama seperti sebelumnya, Ngayogjazz selalu ikonik dengan sensasi merasakan alunan swing jazz yang menyatu dengan alam pedesaan dibumbui pasar Jazz.

Nah, menariknya, pada penyelenggaraannya kali ini ada beberapa keajaiban yang HAI temukan saat berkunjung langsung ke Ngayogjazz. Nih kebet!

Penonton tetap ceria seperti cuaca yang cerah
Aman Dari Hujan

Hujan adalah berkah, bukan musibah! Namun, cukup jadi sesuatu yang nggak diharapkan jikalau itu terjadi dalam festival musik yang digelar di alam terbuka seperti pedesaan. Walaupun, toh, kalau melihat Ngayogjazz beberapa tahun kebelakang yang namanya hujan turun itu sudah hal lumrah.

Panitia pun sudah memberi maklumat jauh-jauh hari untuk siap siaga membawa payung atau jas hujan dan menghimbau pengunjung mengenakan outfit yang cocok dengan kondisi pedesaan di musim penghujan. Yang jelas pakai sandal jepit, celana pendek, dan kaos casual! Hehehe.

“Syukurlah nggak hujan, padahal akhir-akhir ini Jogja selalu hujan kalau sore atau malam hari. Nggak lucu juga kan, kalau lokasinya becek parah. Udah siap banget kok kalaupun hujan, tapi semesta memberkati kita di Ngayogjazz kali ini,” beber Rudi, cowok berkacamata yang datang bertiga bersama sohib karibnya. Wah, beruntung banget ya, bro!

Salah satu panggung Ngajogjazz 2016
Tujuh Panggung Unik

Venue yang dijadikan tempat penyelenggaraan Ngayogjazz memang erat dengan area pedesaan. Khususnya desa wisata yang memiliki daya tarik untuk dikunjungi. Padukuhan Kwagon yang terletak di desa Sidorejo, Godean, Sleman ini salah satunya yang dikenal sebagai desa sentra industri genteng dan bata merah.

Merujuk pada jenis-jenis genteng itulah yang akhirnya menginspirasi dalam pemberian nama-nama panggung di Ngayogjazz. Mulai dari panggung Morando yang berisi penampilan spesial Karawitan khas Kwagon. Lalu, panggung Kodok, panggung Kripik, panggung Krepus, panggung Wuwung, panggung Garuda, dan terakhir panggung Paris yang dijadikan mainstage Ngayogjazz. Keren!

Tersihir Monita Tahalea
Sihir Menawan Monita

Menjadi penampil pembuka di panggung Paris setelah dikumandangkannya terompet oleh Miss Asia (maskot Ngayogjazz-red), Monita Tahalea sukses menyihir ratusan pengunjung menikmati sore Ngayogjazz. Lagu Hai dari album mutakhirnya Dandelion yang dijadikan setlist pertama mampu menyapa kawula muda yang tengah berkumpul meninggalkan pekatnya kehidupan kota. Pun, senyum manisnya yang sesekali berhasil membius penonton untuk semakin tenggelam dalam riuh Ngayogjazz.

“Selain suaranya merdu, Monita manis banget kalau pas senyum. Bener-bener pecah ngebuka Ngayogjazz tahun ini deh!,” kesan Iwan yang sengaja datang sejak awal bersama sang kekasih.

Puitis...sampai dekor panggung
Ada Musikalisasi Puisi

Suasana malam Ngayogjazz sungguh memikat hati pengunjung yang datang dari berbagai kota bahkan mancanegara. Apalagi sepanjang jalan yang dihiasi dengan lampu berbalut anyaman bambu. Nah, ada satu panggung yang cukup menyita perhatian pengunjung, tepatnya panggung Wawung. Dengan adanya penampilan musikalisasi puisi oleh gadis berhijab bernama Lily. Mendadak malam menjadi syahdu lewat untaian kata demi kata diiringi alunan swing oleh Komunitas Jazz Jogja yang dalam kesempatan ini pula menelurkan album kompilasi jazz.

“Baru kali ini ada musikalisasi puisi di Ngayogjazz. Keren sih, bikin malam minggu makin syahdu,” curhat cewek berkulit sawo matang bernama Indah.

Duet Momo dan Parabiru bikin semangat
Warna Baru Lewat Momo & Parabiru

Jika Ngayogjazz tahun lalu menjadi panggung perdana solois Jalu TP mengenalkan musiknya kepada khalayak, kali ini giliran Momo & Parabiru. Sebuah band yang dilahirkan hasil perenungan Momo setelah resmi meninggalkan Captain Jack beberapa waktu lalu. Membuka dengan memainkan Sampe (gitar khas Kalimantan), Momo tampil lebih kalem dan nge-pop walaupun sesekali menghentak panggung. Single pertamanya berjudul Superhero menjadi warna baru dalam sejarah festival Ngayogjazz.

“Ibaratnya aku ini cuma ganti baju, jiwanya tetap aku (Momo), jadi ya nggak banyak berubah, dan bisa dibilang Parabiru ini adalah cara pemberontakan yang berbeda dari apa yang aku lakukan dulu,” ungkap Momo usai manggung. Disusul momen haru foto bareng Monster Jackers yang datang ke Ngayogjazz. Semoga jadi awal yang baik deh!

Editor : Hai Online