Review Teater Bunga Penutup Abad: Ketika Chelsea Islan dan Reza Rahadian Akting Tanpa Re-take!

Jumat, 26 Agustus 2016 | 05:00
Hai Online

Reza Rahadian, Happy Salma, dan Chelsea Islan di atas panggung

Dalam waktu satu hari, tiket Teater Bunga Penutup Abad untuk pementasan tanggal 25 dan 26 Agustus 2016 langsung habis terjual. Lantas, saking banyaknya permintaan orang-orang buat menambah hari, Happy Salma selaku produser pun mencoba buat mempertimbangkan saran tersebut. Alhasil, tanggal 27 Agustus pun dinobatkan sebagai hari ketiga pementasan.

Yap! Selama tiga hari berturut-turut, pementasan ini bakal menghiasi Gedung Kesenian Jakarta, Pasar Baru. Dan selama tiga hari pula, siap-siap aja media sosial kita penuh sama postingan foto pementasan tersebut. Wajar aja, yang nonton kan bakal banyak banget!

Well, HAI sendiri berkesempatan menyaksikan langsung preview alias gladi bersih-nya Rabu (23/8) kemarin. Waktu itu, ada beberapa media dan pihak-pihak tertentu yang diundang. Suasananya sendiri udah mulai kelihatan rame dari pukul 18.45, padahal pementasan baru dimulai pukul 20.00. Kelihatan banget di situ, antusiasme para undangan buat menonton pertunjukan produksi Titimangsa Foundation ini amatlah besar.

Karya ini sendiri, sebenernya dibuat untuk mengenang 10 tahun meninggalnya sastrawan Indonesia, Pramoedya Ananta Toer. HAI jamin, kalo lo ngaku suka sama karya sastra Indonesia, lo pasti udah familiar banget sama nama besar di ranah sastra satu ini. Ceritanya pun diadaptasi dari dua novel Tetralogi Pulau Buru karya beliau, yakni Bumi Manusia dan Anak Semua Bangsa.

Demi menampilkan suguhan yang nggak kalah istimewa dibanding ceritanya sendiri yang udah istimewa, Happy Salma sebagai salah satu pihak yang menginisiasi pementasan ini pun ngajak Reza Rahadian buat berperan sebagai Minke, Chelsea Islan sebagai Annelies, dan Lukman Sardi sebagai Jean Marais. Pemeran cilik pendatang baru bernama Sabia Arifin pun diajak main memerankan May, putri dari Jean. Happy Salma? Pastinya doi juga main, memerankan tokoh sentral dalam karya ini, bernama Nyai Ontosoroh.

Bagi kalian yang udah membaca bukunya, jelas aja nggak bakalan menemukan isi dari dua buku itu secara persis di atas panggung. Wawan Sofwan, sutradara sekaligus penulis naskah dari teater ini mencoba membuat satu runutan baru yang ditarik dari awal kepergian Annelies ke daratan Belanda. Panji Darman, seorang sahabat Minke, yang turut mengawal kepergian Annelies, secara rutin mengirimkan surat untuk Minke. Berdasarkan surat-surat yang diterima dan kemudian dibacain sama Minke untuk Nyai itulah, adegan demi adegan di atas panggung pun tercipta dan berlangsung selama nggak kurang dari dua jam.

Baca juga: 4 Fakta Bunga Penutup Abad, Pementasan Teater Oleh Chelsea Islan dan Reza Rahadian

Bisa dibilang, waktu gladi bersih ini, akting mereka semua di atas panggung udah betul-betul mengesankan. Apalagi kalau mengingat Reza Rahadian dan Chelsea Islan, serta Lukman Sardi adalah orang-orang yang biasa kita kenal lewat layar lebar. Seringnya pasti re-take saat syuting, dan proses persiapannya sendiri ‘mungkin’ lebih ringan dibanding persiapan menuju pagelaran teater. Tapi beneran, akting mereka bertiga oke banget dan mengundang seruan tepuk tangan di akhir pementasan. Reza dan terutama Happy, mengucapkan dialog dalam naskah dengan lancar tak bercela. Ya, ada juga, sih, beberapa kali salip lidah. Tapi semuanya sedikit bisa ditoleransi, kalau mengingat kemarin masih gladi bersih. Lukman Sardi yang terpaksa mengubah aksen bicara, serta harus berakting sebagai orang pincang juga cukup memukau, meski ia tak banyak muncul di setiap sequence.

Tata musiknya? Ciamik! Nuansa yang dibangkitkan dari musik yang mengalun, terutama di saat-saat adegan memilukan, cukup bisa membangun suasana sedih di benak para penontonnya. Sayang aja, vokal aktor panggung yang semestinya perlu dimaksimalkan, sedikit banyak masih belum pol-polan. Beberapa kali, suara justru masih terdengar nyaring lewat speaker yang terpasang di sekeliling ruang pertunjukan, terlepas dari beberapa bagian yang memang menggunakan suara rekaman sebagai konsep pertunjukan. Padahal, kalau yang digunakan betul-betul suara mereka yang tersebar merata ke seluruh ruangan, pastinya pementasan ini bakal lebih meyakinkan dan mengentalkan kesan kalau kita benar-benar sedang menonton sebuah pertunjukan teater.

Ya, terlepas dari hal-hal yang mungkin akhirnya meredupkan ekspektasi sebagian orang, penampilan ini rasanya masih sukses mengundang tepuk tangan dan decak kagum semua yang diundang. Meski masih gladi bersih, kita benar-benar disuguhkan penampilan yang apik, terlebih kalau mengingat-ingat lagi aktornya bukanlah aktor panggung melainkan aktor layar lebar. Bagus dan, rapi!

Akhir kata, kayaknya nggak rugi bila ada sebagian orang dari kalian yang udah rela mengeluarkan kocek ratusan ribu demi menyaksikan penampilan ini. Cerita miris yang menggelitik, dihadirkan dengan sangat berkelas. Mantap!

Tag

Editor : Hai Online