Oki, nama samaran, siswa kelas XI sebuah SMA negeri di Jakarta jengah sama pelajaran Fisikanya. Saban bahasan satu bab selesai, sang guru menghadiahi tugas seabrek. 30-60 nomor, bro! Mesti selesai dalam seminggu.
Belum lagi kalau ulangan. Sistem gurunya cukup unik bin menegangkan. Satu persatu murid mesti maju ke depan dan ngerjain soal random di papan tulis.
Nggak sedikit tuh temennya Oki yang cuma bisa mematung di depan papan tulis kalau udah disuruh maju.
Oki ngerasa keteter banget sama Fisika ini. Tapi, dia ogah pasrah membiarkan nilai di rapotnya jeblok. Oki pun bersiasat. Dia ikutan les Fisika yang dibuka oleh gurunya itu.
“Kalau di les dia ngajarnya lebih sabar gitu, beda dengan ngajar di sekolah. Saat bahas soal pun lebih enak. Bisa puas nanya,” kata Shila, nama samaran, kakak kelas Oki yang juga ikut les fisika itu.
Tiap sore, pukul 16.00-18.00, pada Selasa, Rabu, dan Kamis, guru fisika itu buka les di rumahnya. Tiap hari beda angkatan. Oki dan temen-temen peserta lainnya yang kelas XI kedapeten Kamis. Ruang garasi mobil guru itu manfaatkan untuk menjadi kelas.
“Kira-kira saya sudah buka les ini sejak 15 tahun lalu,” kata pak Rinto, nama samaran guru tersebut.
Menurut Shila untuk bisa ikut les itu ongkos yang mesti dibayar adalah Rp 2,5 juta untuk satu semester.
Tiap kali les, Pak Rinto ngebahas soal-soal yang ia tugaskan dan soal-soal yang ia kasih di ujian. Nggak sama persis, sih. Cuma beda angka aja paling. Pak Rinto juga nggak secara langsung bilang kalau soal yang dibahas adalah soal yang akan diujikan. Yang dia bilang cuma sekedar, “Kira-kira nanti ulangan kita kayak gini.” Udah kode banget kan tuh.
Alfa, teman kita dari sebuah SMA Negeri di Yogyakarta juga cerita bahwa di sekolahnya ada tuh guru Matematika yang buka les juga. Sudah sejak awal masuk tahun ajaran baru, Bu Alan, nama samaran, mempromosikan lesnya itu.
“Jadi beliau (si guru), di awal semester udah promosi banget kalau bakal buka les atau bimbel, awalnya si guru itu cara ngajarnya bagus banget, bikin paham materinya, tapi lama kelamaan malah kayak males ngajar dikelas dan lebih mementingkan anak-anak yang ikut les,” buka Alfa agak kesel.
Ifo, teman seangkatan Alfa adalah salah satu pesertanya. Di kelas X lalu, siswi kelas XI ini merasa sangat terbantu dengan pendalaman materi lewat les itu.
“Les itu membantu murid-murid yang masih belum paham seperti aku dengan materi yang telah disampaikan selama di kelas. Toh, kalau les jadi lebih fokus belajarnya dan bisa tanya-tanya sepuasnya, kalau di kelas kan terbatas,” ungkap cewek berhijab ini santai.
Les tersebut dilakukan di lantai atas rumah sang guru. Ongkosnya Rp 30.000 per murid tiap kali pertemuan.
“Sistem lesnya, tuh, seminggu sekali. Dalam satu kelompok ada enam anak. Normalnya selama empat kali pertemuan doang, tapi fleksibel bisa nambah atau private gitu kalau masih kurang paham. Waktunya menyesuaikan. Bisa ganti hari sesuai kesepakatan,” cerita Ifo yang suka nyemil snack atau makan mie instan bareng sambil les.
Gara-gara les itu, Ifo mengaku kalau nilai Matematikanya terkatrol drastis. Sebelumnya, hanya berkisar di 30-50. Setelah les, nilainya nggak kurang dari 80.
“Ibunya jadi hapal sama anak-anak yang les, terus tiap selesai ulangan bisa langsung tanya nilai dan membahas soalnya langsung,” repet Ifo yang sering juga dapet update kisi-kisi soal ulangan dari les itu.
Nggak cuma di rumah, les tambahan dari guru sekolah juga ada yang digelar di ruang kelas sekolah. Seperti yang terjadi di sebuah sekolah negeri bilangan Ciledug, Tangerang.
Guru Fisika kelas XI di sana mengajak siswanya untuk membentuk sesuatu yang mereka sebut kelompok belajar sepulang sekolah. Nggak gratis, tiap peserta dikenakan iuran Rp 100.000 tiap bulan.
Sang guru yang tinggal jauh dari keluarganya di Cirebon sana itu buka les tiap Senin, Selasa dan Kamis, pukul 15.00 hingga menjelang magrib.
Tio, nama samaran, kakak kelas Alin yang sudah merasakan manfaat les tersebut cerita bahwa semenjak ikut les nilai Fisikanya bisa mencapai 85, naik 10 poin dari sebelumnya.
“Kalau anak les, tiap ulangan disuruhnya jawab pakai pensil aja. Nanti kalau ada yang salah, dia hapus dan dia ganti jawabannya. Gue pernah, tuh, pas kertas ulangannya dibalikkin, ada tulisan yang diganti. Gue tau banget itu bukan tulisan gue,” kata cewek yang walaupun sekarang sudah lulus SMA ini namun belum berkuliah.
Waduh!