Salah satu bagian yang membuat kita mempertanyakan Rangga adalah peninggalan puisi “Perempuan” itu. Berikut bedah puisinya versi Silvarani Penulis Novel Adaptasi AADC.
Tentang puisi Perempuan di akhir cerita itu menjadi penutup yang gantung.
Bagaimana pun meski ada dalam naskah, tujuan Rangga membuat puisi itu pasti ada maksudnya. Ada yang bilang, andai saja geng Cinta nggak ketemu Mamet, siapa yang tahu Cinta bisa menyusul Rangga sampai ke Bandara? Jika sudah begitu bait puisi itu pun akan dibawa pergi Rangga. Meski kejadiannya berbeda, tetap saja, ada makna di balik puisi Rangga yang mempertanyakan cintanya Cinta, untuk dirinya itu.
"Aku akan kembali dalam satu purnama,... Karena aku ingin kamu, itu saja"
Bagian itu menjadi semacam klu atau bisa juga dikatakan rencana Rangga di New York hanya untuk sementara waktu. Sampai atai tidak sampai ke tangan Cinta, puisi Rako Prijanto itu punya rencananya sendiri.
“Mempertanyakan Rangga? Hmm... karena saya di sini hanya "menerjemahkan" apa yang ada dan saya pahami di skenario. Jika saya boleh menjawabnya, saya hanya meraba dari hasil observasi saya terhadap Rangga ketika menulis novel ini,
“Saya merasa bahwa Rangga telah jatuh cinta kepada Cinta. Ia tergerak menulis puisi ini tentu saja inspirasinya Cinta. Tak peduli pada akhirnya puisi ini jatuh ke tangan Cinta atau tidak, yang penting Rangga ingin menuliskannya.
“Jadi, kalau pada akhirnya Cinta tak menyusul ke bandara, ya puisi ini tetap tersimpan di tas Rangga.
“Adapun keputusan ayah Rangga ke New York adalah keputusan matang yang didorong karena ayah Rangga semakin merasa tanah airnya tak aman baginya. Rangga yang masih SMA tentu tak punya pilihan selain ikut dengan ayahnya. Namun karena perasaannya terhadap Cinta sudah besar, tak ada salahnya ia berharap suatu saat nanti_mungkin ketika sudah mandiri secara materi, ia kembali ke Indonesia dan bertemu lagi dengan Cinta.
“Entah apa yang terjadi di New York sehingga Rangga SMA tak bisa buru-buru menepati janjinya untuk menyapa Cinta di Indonesia. Mungkin jawabannya ada di film AADC 2,” terang Silvarani panjang lebar.
Rangga Tak Bersalah?
Potongan kisah yang dituturkan penulis novel AADC belum lengkap, namun dengan analisanya, kita yang mempertanyakan Rangga bisa berusaha menerka makna kedalaman puisi tersebut.
“Tapi kalau kita perhatikan kata-kata di puisi ini, jangan-jangan Rangga "menggantung" Cinta selama 14 tahun ini bukanlah suatu kesalahan. Karena di dalam puisi ini, Rangga tidak menyebutkan akan menemui Cinta di "malam purnama" ke berapa setelah mereka berpisah. Jangankan 14 tahun, 74 tahun kemudian Rangga mendatangi Cinta dan menyatakan perasaannya di suatu malam purnama pun menurut saya Rangga tetap tidak salah. Yang penting kan, "suatu malam purnama" kan?” katanya sambil tersenyum.
Ada yang punya pendapat lain? Komentar di bawah sini dong! Atau ke @HaiMagazine dengan hashtag #BedahSatuPurnamaAADC
http://hai-online.com/Feature/Stuffs/8-Kelebihan-Membaca-Novel-Aadc-Daripada-Menonton-Filmnya