Raden Ajeng Kartini memang harum namanya, setiap tahun orang-orang mengenang sosok dan kiprahnya, terutama dalam dunia pendidikan dan tentang ide-ide yang tertuang dalam tulisan surat kepada teman-temannya di Belanda.
“Dari perempuanlah manusia pertama kali menerima pendidikan… dan makin lama makin jelas bagiku bahwa pendidikan yang pertama kali itu bukan tanpa arti bagi seluruh kehidupan. Dan bagaimana ibu-ibu bumiputera dapat mendidik anak-anaknya jika mereka sendiri tidak berpendidikan?... Bukan hanya untuk perempuan saja, tetapi untuk seluruh masyarakat Indonesia, pengajaran kepada anak-anak perempuan akan merupakan rahmat.”
Demikian sepenggal surat Kartini tentang pendidikan Indonesia pada masa itu, tentang perempuan & tradisi pingitan budaya Jawa pun menjadi bagian yang diumumkan kepada teman-temannya tersebut. Semua itu untuk membuka mata setiap orang pada kenyataan di bumi Indonesia awal 1900-an.
Lewat tulisan-tulisan yang dikumpulkan tersebut, orang-orang mulai memahami bahwa inilah bentuk perjuangan Kartini. Lisannya tertahan di ruang gelap kamar pingitan, namun tulisan-tulisannya nampak bercahaya di mata dunia.
Untuk itu perjuangan Kartini sebelum datangnya pejuang-pejuang perempuan Indonesia lain, patut diabadikan dan selalu dikenang setiap tahun kelahirannya. Bahkansampai hari ini tiba, setiap 21 April kita akan mengenal lagi sosoknya.
Kenyataan lain bahwa selain surat-surat yang disebut Habis Gelap Terbitlah Terang, sebagai perempuan bersahaja Kartini ternyata juga meninggalkan seorang keturunan tunggal. Tidak banyak yang tahu kisah keluarga yang ditinggalkannya itu, sampai suatu ketika nama Soesalit muncul sebagai satu-satunya putra ibu pahlawan, anak tunggal RA Kartini.
Siapakah Raden Soesalit itu? Dimana ia berada? Apa yang dilakukannya? Jika beberapa waktu lalu, kita mengenal beberapa anak pejabat, mari sekarang kita mengenal juga Raden Soesalit, anak tunggal RA Kartini: