Tawan telahmenunjukkan bagaimana tangan robotnya bekerja. Rakitan mekanis atau robot yang dipasang di tangan kirinya itu sebelumnya sudahterkoneksi dengan rangkaian elektrik yang melingkar di kepalanya. "Cara menggerakkannya sesuai perintah pikiran sendiri kalau mau angkat, mau belok kanan atau kiri," ujar Tawan saat ditemuidi bengkelnya di Banjar Tauman, Desa Nyuhtebel, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Bali, Rabu (20/1) lalu siang, seperti dikutip dariKompas.com. Menurut pria berusia 31 tahun ini, tangan robotnya tidak bisa dipakai orang lain karena khusus dirancang sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya. Tawan menuturkan, dia merancang alat ini dengan sistemelectroencephalography(EEG). Dia mengaku sudah pernah mendengar nama sistem ini, hingga kemudian ketika terkena stroke, dia berburu informasi di internet. MenurutKamus Oxford, EEG adalah suatu teknik untuk merekam aktivitas listrik di bagian yang berbeda di otak dan mengubah informasi ini menjadi suatu pola atau gambaran, baik secara digital maupun dicatat di atas kertas yang dinamakan sebagaielectroencephalogram. Dalam kasus Tawan, untuk membantu tangan kirinya, maka yang dipindai oleh alat di kepalanya adalah aktivitas di otak kanannya. 7 kali percobaan Dengan informasi yang diperolehnya di internet dan pengetahuan yang didapat selama bersekolah di jurusan Elektro Sekolah Teknik Menengah (STM) Rekayasa, Denpasar, hingga tahun 2002, Tawan memberanikan diri untuk bereksperimen. "Kalau saya menyebutnya, tangan yang saya gunakan ini menggunakan sistem EEG. Sudah tujuh kali saya ganti program," kata Tawan. Percobaan pertamanya menggunakanremote controlpemancar. Namun, ide ini gugur karena dinilai kurang fleksibel. Percobaan kedua dengan menggunakan Bluetooth.Namun, dia kurang puas karena ternyata kinerja tangan robotnya terganggu jika ada orang yang mengaktifkanBluetooth telepon seluler di dekatnya. Percobaan ketiga menggunakan layar sentuh ponsel Android. Sayangnya, ini membuat alatnya tidak berfungsi maksimal dan cepaterroratauhang. "Katanya saja Android pintar, tetapi yagitu, dipakai sistem ini malah gerak terus kayak maumukul gitu. Cepathang," tambahnya. Cara lain yang pernah dicoba adalah menggunakan motor akselerator. Tawan mengatakan, tangan robotnya bekerja, tetapi pinggangnya jadi sakit. Ide ini hanya bertahan satu minggu. Tawan lalu mengungkapkan bahwa dirinya sempat tertarik dengan satu sistem lain yang dinilainya bagus untuk diterapkan. Namanyabrain computer interface(BCI). Namun, alat dan komponennya, menurut dia, cukup mahal. Sistem lain yang dicobanya adalah menggunakan program numerik. Ternyata program numerik juga mahal karena membutuhkan sejumlah peralatan, seperti printer 3D, yang harganya mahal. Selain itu, lanjut Tawan, bahasa programnya sulit dimengerti dan beberapa komponen pendukung lainnya juga mahal. Menolak disebut pintar
Sejauh ini, Tawan melanjutkan, robot yang dipakainya dengan sistem EEG adalah yang paling cocok dengan kemampuan dan kebutuhannya. Namun, dia mengaku belum mengetahui efek sampingnya. Dia menargetkan untuk mengevaluasi kinerja alat ini dalam enam bulan. Kini, waktu yang tersisa tinggal dua bulan. "Kalau pakai EEG, sebenarnya pengendalinya bukan otak (sepenuhnya). Cuma, kita berpikir apa, baru bereaksi. Kalau dikendalikan otak, mungkin saya sudah sakit kepala. Ini tidak, cuma lelah saja," ujarnya. Tawan mengaku bahwa banyak orang bisa membuat tangan robot seperti yang dia gunakan. Oleh karena itu, dia menolak untuk disebut "pintar". Dia malah menduga bahwa sebagian orang akan menilai hasil karyanya "kuno" alias ketinggalan zaman, apalagi bahan yang digunakannya kebanyakan barang bekas.