Big Bang! Show Ini Bukan Acara Boyband Korea

Selasa, 01 Desember 2015 | 00:00
Hai Online

Andi F. Noya dkk bicara soal sociopreneurship/kewirausahaan sosial

Kalau kita perhatikan salah satu saluran TV di Indonesia, Kompas TV, setiap Minggu pukul 20.00, kita tentunya bakal menyaksikan satu program baru yang seru berjudul Big Bang! Show. Bukan, ini bukan acara boyband Korea ataupun acara ilmiah yang menjelaskan teori penciptaan semesta. Lebih keren lagi, ini adalah program TV yang menampilan kisah para sociopreneur muda yang udah berkarya.

Apa itu sociopreneur?

“Yang terpenting dalam sociopreneur, adalah ada misi sosialnya namun dibalut dengan kegiatan bisnis. Sociopreneurship berjalan dengan adanya pendapatan dari hasil trading, hasil bisnis, bukan dari donasi semata,” ucap Veronica Colondam, founder dan CEO dari YCAB Foundation, saat gelaran Big Bang! Show media gathering di studio Gold Kompas TV, Jakarta, Sabtu (28/11) lalu.

Veronica sendiri merupakan salah satu dari delapan mentor yang bakalan mendampingi para sociopreneur muda pada program Big Bang! Show. Selain dirinya, ada pula Arto Soebiantoro, Danton Sihombing, Billy Boen, Rene Suhardono, William Tanuwijaya, Yoris Sebastian, dan Ben Soebiakto. Sementara Andi F Noya, sosok yang aktif di berbagai gerakan sosial akan bertindak sebagai host program.

Sociopreneurship atau kewirausahaan sosial yang diangkat oleh program Big Bang! Show sendiri sebetulnya menjadi salah satu cara buat anak muda dalam berbisnis sekaligus menghasilkan dampak sosial bagi masyarakat. Dalam acara gathering tersebut, Andi sempat memberikan beberapa contoh anak muda yang berhasil menjadi sociopreneur dan sempat diundang ke Big Bang! Show. Salah satunya adalah Anang Setiawan, inisiator dari Gerakan Pulang Ke Desa.

“Ada anak muda bernama Anang. Dia bergerak di usaha tambak lele. Ide model bisnisnya benar-benar cemerlang. Dia menghimpun dana dari banyak investor muda, dikumpulkan dari teman-teman, hingga terkumpul kurang lebih Rp 150 juta. Dengan modal tersebut, dia beli lahan, dia bikin tambak lele di Banyuwangi. Dia berdayakan masyarakat desa di sana untuk mengembangkan tambak lelenya. Begitu modalnya balik, semua dikembalikan pada investor, berikut dengan bunga. Dengan usaha ini pula, ia mampu mengajak anak muda kota untuk sama-sama kembali ke desa dan membangun desanya,” cerita Andi saat dijumpai di acara yang sama.

Well, pada akhirnya, HAI berkesimpulan kalau sociopreneurship ini sebenarnya bisa jadi ladang baru buat anak muda berkreativitas dan berbuat sosial. Berbeda dengan entrepreneurship yang fokus pada keuntungan semata, sociopreneurship justru memungkinkan anak muda bisa lebih dari sekadar mencari untung. Ini baru keren!

So, kamu milih mau jadi sociopreneur atau entrepreneur?

Tag

Editor : Hai Online