Panceg Dina Galur: Ujungberung Rebels (Part 1)

Senin, 04 Juli 2011 | 09:44
Rian Sidik (old)

Panceg Dina Galur Ujungberung Rebels Part 1

Ujungberung adalah sebuah kota kecamatan di Bandung bagian paling Timur. Daerah ini berada pada ketinggian 668 m di atas permukaan laut, berbatasan dengan Kecamatan Cibiru di Timur, Kecamatan Arcamanik di Barat, Kecamatan Cilengkrang Kabupaten Bandung di Utara, dan Kecamatan Arcamanik di Selatan. Kecamatan Ujungberung mempunyai luas wilayah 1.035,411 Ha, dengan jumlah penduduk 67.144 jiwa.

Sejak dulu, Ujungberung terkenal sangat kental dengan seni tradisionalnya, terutama seni bela diri benjang, pencak silat, angklung, bengberokan, dan kacapi suling. Kultur kesenian rupanya tak lekang dari generasi muda walau Ujungberung kemudian dibom oleh kultur industri. Daya eksplorasi kesenian yang tinggi, membuat tipikal seniman-seniman muda Ujungberung terbuka terhadap segala pengaruh kesenian. Salah satu yang kemudian berkembang pesat di Ujungberung selain seni tradisional adalah musik rock/metal.

Ujungberung 1990

Masih tak jelas kapan rock/metal masuk ke Ujungberung. Agaknya, sejak booming Guns n Roses, Metallica, dan Bon Jovi di Indonesia, Ujungberung tak ketinggalan tren ini. Walau dalam kondisi yang sangat terbatas, beberapa gelintir kaum muda Ujungberung membentuk band dan memainkan lagu-lagu band rock favorit mereka. Di kalangan komunitas Ujungberung Rebels sekarang, Kang Koeple (kakak Yayat-produser Burgerkill) dan Kang Bey (kakak Dani-Jasad) bisa disebutkan sebagai generasi awal pemain band rock di Ujungberung. Pertengahan tahun 1980-an hingga awal 1990-an, mereka memainkan lagu-lagu rock semacam Deep Purple, Led Zeppelin, Queen, dan Iron Maiden selain juga menciptakan lagu sendiri.

Era ini kultur panggung yang berkembang Ujungberung, dan juga di Bandung, adalah kultur festival. Band tandang-tanding di sebuah festival musik dan band yang menang akan masuk dapur rekaman. Mungkin masih ingat Rudal Rock Band, salah satu band rock yang lahir dan sukses dari kultur ini. Saat itu saya masih kelas lima SD ketika tercengang-cengang melihat penampilan pemain bass-nya yang membetot dawai bass penuh energi. Mirip Cliff Burton. Sejak itu saya bercita-cita menjadi seorang pemain bass dan memainkan musik metal sekencang-kencangnya!

Agaknya ketercengangan yang sama menginspirasi generasi adik-adik Kang Koeple dan Kang Bey untuk mendirikan band. Tahun 1990 di Ujungberung, Yayat mendirikan Orthodox bersama Dani, Agus, dan Andris. Orthodox memainkan Sepultura album Morbid Visiondan Schizophrenia. Sementara itu di Ujungberung sebelah Barat, Sukaasih, berdiri Funeral dan Necromancy. Funeral digawangi AamVenom, Uwo, Iput. Mereka memainkan lagu-lagu Sepultura, Napalm Death, Terrorizer. Sementara itu, Necromancy memainkan lagu-lagunya Carcass dan Megadeth. Band ini dua kali merombak personelnya berdasarkan musik yang mereka mainkan. Era crossover Necromancy terdiri dari Dinan (vokal), Oje (gitar), Aria (bass), Punky (drum). Era metal terdiri dari Dinan (vokal), Oje (gtr), Andre (gitar), Boy (bass), Punky (drum). Andre kini kital kenal sebagai gitaris Full of Hate.

Di Ujungberung sebelah Timur, tepatnya di daerah Cilengkrang I, Tirtawening, berdiri Jasad yang digawangi Yulli, Tito, Hendrik, Ayi. Mereka membawakan lagu-lagu Metallica dan Sepultura. Pertama kali saya melihat Jasad ketika saya kelas 2 SMP ketika mereka manggung di sebuah festival rock di Alun-alun Ujungberung. Masih terkenang bagaimana Alun-alun dipenuhi pemuda gondrong berstelan hitam-hitam. Ingar bingar menghajar atmosfer sore itu. Jasad memainkan lagu Metallica saat itu dan untuk kedua kalinya saya tercengang melihat penampilan band rock. Sementara itu, di Cilengkrang II kawasan Manglayang, berdiri band Monster yang membawakan heavy metal ciptaan sendiri dengan motor gitaris Ikin, didukung Yadi, Abo, Yordan, Kenco, dan Kimung.

Yang unik, perkenalan para pionir ini berawal dari tren anak muda saat itu : main brik-brikan. Dinan (Necromancy) pertama kali kenal dengan Uwo-Agus (Funeral) dari jamming brik-brikan. Pun di kawasan Manglayang. Para personel Monster adalah para pecandu brik-brikan. Mereka berbincang mengenai musik, saling tukar informasi, dan akhirnya bertemu, membuat band, dan membangun komunitas. Selain brik-brikan, faktor kawan sesekolah juga menjadi stimulan terbentuknya sebuah band. SMP 1 Ujungberung, kini SMP 8 Bandung, menyumbangkan Toxic (Addy, Ferly, Cecep, Kudung) yang merupakan cikal bakal dari Forgotten. Band anak-anak SMP ini berdiri sekitar tahun 1991 atau 1992. Addy kita kenal sebagai vokalis Forgotten. Sementara Ferly adalah gitaris Jasad sekarang. Belum lagi band-band di SMA 1 Uungberung, kini SMA 24 Bandung, yang tak tercatatkan saking banyaknya.

Di era ini, mereka telah memiliki radio komunitas yang dibuat dan diurus sendiri. Radionya bernama Salam Rama Dwihasta, di kawasan Sukaasih, berdiri tahun 1992 ketika metal semain menggila di Ujungberung. Radio ini radio biasa, tapi memilki program khusus lagu-lagu metal/death metal/grindcore. Nama programnya Bedebahdan mengudara setiap sore. Ketika permetalan didominasi heavy metal, Bedebah-nya Salam Rama Dwihasta sudah menggeber gelombang dengan Napalm Death, Carcass, Terrorrizer, Morbid Angel.

Generasi Pendobrak : Homeless Crew dan Ujungberung Rebels

Kultur festival yang dirasa kurang bersahabat membuat gerah segelintir musisi muda. Dalam festival mereka harus memenuhi banyak syarat. Harus memainkan lagu band anu-lah, harus jadi gini lah, jadi gitu lah. Pendeknya, festival menuntut band untuk menampilkan wajah sama, bermanis muka agar menang di depan sponsor atau produser. Hal itu memangkas semangat ekspresi rock/metal juga semangat terdalam dan manusiawi dalam diri seorang seniman untuk berkarya. Dengan kesadaran baru itu gelintiran musisi muda Ujungberung maju dan merangsek jalanan.

Akhir tahun 1993, muncul kekuatan baru dari Ujungberung. Masa ini berdiri Studio Palapa, sebuah studio latihan musik milik Kang Memet yang dikelola Yayat dan Dani (Orthodox). Studio ini kemudian menjadi kawah candradimuka band-band Ujungberung hingga melahirkan band-band besar, kru-kru yang solid, dan musisi-musisi jempolan. Studio Palapa juga yang kemudian melahirkan rilisan-rilisan kaset pertama di Indonesia . Mereka merekam lagu-lagu dengan biaya sendiri, mendistribusikan sendiri, melakukan semua dengan spirit do it Yourself. Dari sepuluh band independen di Indonesia yang tercatat Majalah HAI tahun 1995, tiga di antaranya berasal dari Ujungberung. Mereka adalah Sonic Torment, Jasad, dan Sacrilegious. Label dan perusahaan rekaman yang mereka kibarkan adalah Palapa Records.

Tahun 1995, di Ujungberung berdiri sebuah perkumpulan anak-anak metal bawahtanah yang menamakan diri sebagai Extreme Noise Grinding (ENG). Organisasi inilah cikal bakal segala dinamika Ujungberung Rebels, hingga hari ini. ENG digagas para pioner seperti Yayat dan Dinan sebagai wadah kreativitas anak-anak Ujungberung. Propaganda awal mereka adalah membuat sebuah media sharingantar dan inter komunitas musik metal bawahtanah berbentuk zine dengan nama Revograms. Propaganda selanjutnya adalah membuat acara musik Bandung Berisik Demo Tour yang lalu dikenal sebagai Bandung Berisik I. Di acara ini, lima belas band Ujungberung unjuk gigi, ditambah bintang tamu Insanity dari Jakarta. Hingga kini, Bandung Berisik tetap diusung masyaraat metal Ujungberung selain tiga pergelaran khas Ujungberung lainnya, Death Fest, Rottrevore Death Fest, dan Rebel Fest.

Setelah Bandung Berisik, propaganda dilanjutkan dengan merencanakan sebuah kompilasi band-band Ujungberung sebagai manifestasi atas eksistensi komunitas. Kompilasi tersebut memuat 16 band metal Ujungberung dan bertajuk Ujungberung Rebels. Kompilasi ini dirilis Musica dengan judul Independen Rebelsdengan nilai transaksi 14 juta tahun 1998. Namun demikian, nama Ujungberung Rebels tak lantas pudar. Nama ini kemudian menjadi identitas komunitas musik metal bawahtanah Ujungberung, berdampingan dengan nama Homeless Crew yang merujuk pada gaya hidup musisi Ujungberung yang hidup di jalanan dan bohemian.

Keuntungan kompilasi Independen Rebels kemudian dijadikan modal mendirikan sebuah distro yang menampung hasil kreativitas anak-anak Ujungberung dan Indonesia pada umumnya, oleh Yayat selaku produser. Distro yang lalu berdiri bernama Rebellion, bertempat di jl. Rumah Sakit.

Sementara dinamika rilisan kaset menggila, begitu juga dengan zine dan media. Zine kedua setelah Revograms adalah Ujungberung Update. Mereka yang berada di balik Ujungberung Update adalah Addy Gembel, Amenk, dan Sule. Merekalah yang kemudian membuat istilah tren saat itu: Gogon, singkatan dari Gosip-gosip Underground.

Setelah Ujungberung Update, kemudian lahir Crypt from The Abyssyang diasuh oleh Opick Dead, gitaris Sacrilegious saat itu,Loud n' Freaks yang diasuh oleh Toto, penabuh drum Burgerkill, dan The Evening Sunyang diasuh Dandan sang drummer Jasad. Belakangan, tahun 2000-an, Toto bersinergi dengan Eben membuat zine NuNoise, salah satu zine progresif yang mengkover pergerakan musik termutakhir. Zine lainnya yang fenomenal dan terus bergerak hingga kini adalah Rottrevoreyang diasuh oleh Rio serta Ferly, gitaris Jasad, merupakan media propaganda musik metal. Belakangan, Rottrevore berkembang menjadi perusahaan rekaman khusus musik metal.

(Belakangan, muncul Baby Riots, yakni sekumpulan anak muda yang jadi pasukan tempur metal. Mau tahu kelanjutannya?Tunggu artikel selanjutnya!)

Editor : Rian Sidik (old)