Sarah Records: Label Indie Pop Paling Punk Sepanjang Masa

Jumat, 20 Januari 2023 | 16:05
Pop Matters

Logo legendaris Sarah Records: Dua buah ceri.

HAI-ONLINE.COM - Tanya ke semua anak indie pop di sekitar kamu. Semua pasti tau betul mengenai Sarah Records, label indie pop legendaris asal Bristol, Inggris.

Legenda Sarah Records ini mungkin bisa disamakan dengan Sub Pop buat generasi grunge.

Meskipun Sarah bukanlah label indie pop pertama yang ada, tetapi label inilah yang paling dikenal di seluruh dunia.

Semuanya tentu berkat deretan album berbahaya rilisan label ini.

Semua berawal ketika Clare Wadd, salah seorang penulis fanzine Kvatch dari Yorkshire melanjutkan kuliahnya di Bristol.

Di sini doi bertemu dengan salah seorang penuiis fanzine lokal, Are You Scared To Get Happy?, Matt Haynes.

Berkat kecintaan yang sama terhadap musik indie pop, budaya DIY dan semangat antikapitalis, mereka berdua sepakat membentuk Sarah Records.

Rilisan pertama label ini adalah singel dari The Sea Urchins, Pristine Christine.

Oh ya, selain musik, Sarah records termasuk label yang paling lantang menyuarakan semangat antikapitalis dan juga persamaan gender.

Rilisan Sarah kebanyakan dalam format vinyl 7 inchi, yang merupakan salah satu bentuk perlawanan terhadap budaya mainstream vinyl 12 inchi saat itu.

Pada masanya, banyak band merilis vinyl single 12 inchi berisi 2-3 lagu saja, dengan harga yang lumayan mahal.

Baca Juga: Konser (Kedua) Fazerdaze di Jakarta: Mbak Amel Tetap Memukau, Live Guitarist Curi Perhatian

Sarah Records menentangnya dengan format vinyl yang lebih terjangkau, dengan konten yang kurang lebih sama.

Bentuk lain perlawanan terhadap industri kapitalis saat itu adalah mereka hanya mengeluarkan sekitar 138 rilisan.

Ini sudah termasuk single, fanzine, album dan kompilasi.

Getintothis

Sejumlah rilisan Sarah Records

Saat label besar lain berpikir untuk merilis band sebanyak-banyaknya dan menjual sebanyak-banyaknya, Sarah Records menentang hal itu.

Mereka mentilih untuk merilis lagu yang sesuai selera mereka.

Proses pemilihan band di label ini sebenarnya sangat sederhana. Selama mereka suka, mereka rilis.

Nggak peduli apakah rekaman itu akan laku atau tidak di pasaran.

"Nggak ada kriteria khusus untuk band-band rilisan kami. Selama saya dan Clare sama-sama menyukainya, kami akan merilisnya," ujar Matt Haynes, serius, dalam salah satu wawancara di masa itu.

Band-band di Sarah Records juga memiliki semangat dan attitude yang sama. Mereka bermain musik dengan tulus.

Duit sama sekali bukan tujuan akhir mereka. Kebanyakan dari mereka juga bekerja di tempat lain.

Meskipun terkadang hanya sebagai pelayan toko, kerja di records store dan lain sebagainya. "Kebanyakan dari mereka bermain musik adalah sebuah hobi dan untuk bersenang-senang semata. Itu juga kenapa mereka nggak pernah terlalu mempermasalahkan tempat manggung. Bahkan nggak sedikit band-band di Sarah yang nggak pernah manggung sama sekali," ujar Matt Haynes, santai.

Ya, band-band indie memang kebanyakan tanipil di klub-klub kecil, yang terkadang nggak layak untuk melangsungkan konser musik.

Namun ketika semuanya berlangsung atas nama bersenang-senang, semuanya sah-sah saja bukan?

Setelah Sarah Records tutup buku pada 1995, Matt Haynes membentuk sebuah label lagi bernama Shinkansen Records pada 1996.

Lewat label ini, Matt merilis beberapa band eks-Sarah kayak Blueboy dan Harvey Williams.

Sampai saat ini, rilisan Sarah Records merupakan rilisan indie pop yang paling diburu oleh indie kids di seluruh dunia.

Harganya? Jangan ditanya. Mahal. Maklumlah, namanya juga barang langka.

Rilisan Sarah Records bisa coba dicari di situs lelang eBay.com atau Discogs.

Tag

Editor : Alvin Bahar