Joger dan Dagadu, Kaos Humor Favorit Remaja 90an. Gimana Nasibnya Sekarang?

Sabtu, 14 Januari 2023 | 17:00
Doc. HAI

Kaos khas Dagadu dari 90an

HAI-ONLINE.COM - Fenomena kaos humor sempat muncul pada 90-an, dan biangnya adalah Joger dan Dagadu.

Dua brand ini sukses bikin kaos dengan kata-kata kocak (atau seenggaknya, bikin senyum yang baca) laku di pasaran.

Joger, adalah penguasa kaos humor di Bali. Tokonya masih eksis hingga sekarang.

Sebenarnya, tokonya tak beda dengan artshop yang tumbuh subur di sepanjang jalur jalan Raya Kuta, Bali. Tapi yang ini lain. Rame sama tulisan besar di hampir tiap dinding halaman.

"Ini tembok Joger. Bukan tembok Berlin. Belanja nggak belanja tetap thank you," bunyi kalimat yang terpasang di halaman parkir.

Kalimat itu mau tak mau membuat orang tersenyum simpul. Begitu memasuki ruangan depan, rasanya kata-kata konyol itu makin banyak.

Bahkan bisa dibilang, tak secuil tempat pun terlepas dari coretan kalimat macam itu.

Tempat ini gampang dicari. Sebut saja kata Joger, orang Bali kayaknya akan tahu semua. Meskipun, markas Joger sendiri tak punya nomor rumah.

Joger adalah usaha yang didirikan Mas Joseph Theodorus sejak sekitar tahun '80-an. Mulanya hanya sekadar menjual suvenir, kini meningkat hingga ke "pabrik kata-kata".

Mulai kaos, gantungan kunci, stiker, dan sejumlah kerajinan Bali, yang semuanya menggunakan kata- kata unik sebagai pemikatnya.

Entah apa kaitan antara kreativitas memainkan kata-kata dalam produk kaos itu dengan pariwisata.

Joger

Toko Joger di Kuta, Bali. Satu-satunya hanya di sini.

Yang jelas, Joger di Bali yang kaya turis itu, punya kawan di Yogya yang juga banyak dikunjungi wisatawan.

Namanya, Dagadu. Kalo dicek sekarang mereka masih aktif, bahkan merambah jualan online. Tapi ciri khas kaos kocaknya sudah hilang.

Keduanya saat itu dibilang menguasai produk yang memain-mainkan kata. Atau mungkin juga logika.

Uniknya usaha di Yogya itu justru dibikin, dikelola, dan dijual oleh para mahasiswa. Mereka berasal dari Fakultas Teknik Arsitektur Universitas Gajah Mada.

Toh jika dibandingkan dengan Joger, Dagadu lebih junior. Habis mereka kan baru berdiri awal tahun 1994.

Awalnya mereka memajang barangnya di Maliboro Mall dalam stand kecil berupa dua buah lemari kaca berukuran sebatas kaki.

Tapi dengan tongkrongan macam itu, Dagadu termasuk paling banyak dirubung pengunjung.

Baca Juga: 3 Kaos Band Metal Indonesia Bootleg yang Bikin Kita Geleng-geleng Kepala. Kok Bisa Random Banget Desainnya?

Dari yang pengen beli sampai yang cuma mau cari humor gratis.

Tahu artinya Dagadu? Kata itu nggak lain dari umpatan khas bocah Yogya. Artinya, "Matamu!"

Mungkin sebagian orang akan merasa tersinggung. Tapi - kata anak Dagadu - kalau diucapkan dengan lembut, penuh kasih sayang, pasti dapat nilai keintiman yang amat tinggi.

Malah, konon bakal bisa menggalang perdamaian dan saling menghormati sesama. Katanya sih gitu.

Tapi itu belum seberapa dibanding dengan kata-kata super "menggigit" yang dipadu bareng desain kaos yang rancak.

Doc. HAI

Sejumlah kaos dan suvenir plesetan bin humor yang naik daun pada 90an.

Apa bedanya mereka berdua?

Kayaknya, Joger lebih khas dengan tulisan berbau saran, peringatan atau ajakan.

Sementara Dagadu cenderung memilih plesetan kata-kata.

Lihat saja dari kata-kata bikinan Mas Jo, panggilan akrab Mas Joseph, yang panjang-panjang itu.

Bedakan dengan rancangan Galih cs dari Dagadu yang singkat.

Soal maksud? Tetap saja, sama-sama mengajak orang ketawa.

Ambil contoh, kaos bergambar logo Red Hot Chili Peppers. Dipelesetin gaya Dagadu jadi: Udah Cabe, Merah, Pedes Lagi.

Atau pas lagi rame-ramenya World Cup USA '94. Mereka justru bikin T-Shirt bertulis Balbalan, Sepak Bola ASU. lya, soalnya maskot Piala Dunia itu kan seekor anjing.

Ide memainkan kata itu lahir dari obrolan sehari-hari. Proses penggarapannya rame-rame.

"Biasanya ada satu orang yang di depan komputer. Lainnya mengomentari. Kalau udah capek, tinggal aja, 'ntar juga jadi," tambah Gigih, salah satu anggota kelompok Dagadu.

Sementara bagi Mas Jo, soal pembuatan kata-kata memang diakuinya nggak remeh.

"Pernah satu kali saya rekrut orang. Tugasnya khusus bikin kata-kata. Eh, mereka malah kesusahan," ceritanya.

Soal membuat kata-kata hingga pas dan nggak nyerempet sana-sini benar benar sebuah pekerjaan yang nggak gampang.

Artinya, gimana caranya agar enak dalam desain, enak dibaca, telak ke sasaran, dan bisa membuat orang ketawa atau setidaknya tersenyum.

Dan yang nggak kalah penting, nggak bikin orang tersinggung.

Daya tarik kaos begini buntutnya nggak cuma beredar di daerah setempat. Tapi meluas ke luar daerah lainnya. Banyak yang bikin usaha serupa.

Kaitannya tentu saja keuntungan. Para mahasiswa di Dagadu memang mampu meraup jutaan perak dalam waktu singkat.

"lya, mbok ya jangan mikir bagaimana ngejar doku. Tapi gimana caranya doku ngejar kita," ujar Mas Jo sambil ketawa ngakak.

Sikap "seenaknya" macam itu mungkin cerminan dari kreativitas di balik kalimat konyol yang diciptakannya.

Mas Jo pun sengaja membuat ciri khas kaosnya. Yaitu cap stempel plus tanda tangan. Miripcap Badan Sensor Film di poster film kita. Lalu masih ditambah garis di bagian kerah dalam dengan tulisan JogerJelek, JogerJelek, Sementara Dagadu membuat ciri produknya dengan tulisan Asli Bikinan Dagadu Djokdja.

Kaos dibungkus kaleng

Coba tanya ortu atau om lo yang pernah beli kaos Joger. Begitu transaksi jadi, jangan kaget jika kaosnya tiba-tiba ngilang berganti kaleng.

Ya, itulah ulah Mas Jo. Kaos dibungkus kaleng. Tentu saja, kalengnya nggak luput dari kata-kata coretan Mas Jo.

Bisa saja kaleng itu termasuk bonus yang diberikan. Sebab pas juga dibuat sebagai tempat alat tulis, permen, atau bumbu dapur.

Dengan begitu, diam-diam Joger juga melaksanakan daur ulang bahan kalengan. Jauh sebelum isu lingkungan nyebar.

Kalo kamu kelak datang ke toko Joger, beli atau nggak be!i, kamu bakal diberi ucapan terima kasih.

Dan, kalau kebetulan beli, kamu mungkin termasuk orang "waras". Simak aja kata-kata di sebuah kaosnya: "Kalau anda suka Joger, berarti anda waras, tapi kalau anda tak suka Joger, berarti anda lebihwaras." Dasar!

Editor : Alvin Bahar

Baca Lainnya