HAI-Online.com - Seringkali kita mendengar istilah kata bajingan yang dianggap sebagai bentuk makian dan bermakna negatif.
Tapi, perlu lo tahu, kalau dalam sejarah, istilah bajingan itu ternyata punya arti profesi yang mulia.
Mengutip National Geographic, istilah bajingan ini sebenarnya sudah ada sejak zaman Mataram Islam atau abad ke-16 Masehi dan memiliki arti profesi yang umum buat masyarakat Jawa.
Profesi mulia tersebut yakni kusir gerobak sapi, yang sejak dulu sudah memegang erat kekerabatan dan kerukunan yang diwadahi paguyuban penarik gerobak sapi atau bajingan.
Melihat dari sejarahnya, sapi menjadi hewan yang paling disukai kerajaan Mataran, dan gerobak sapi berawal dari Kerajaan Mataram yang sudah menganut ajaran islam.
Para bajingan ini bertugas menarik hasil panen yang dihasilkan masyarakat Mataram, termasuk Yogyakarta, dan eks-Karesidenan Surakarta.
Masuk era pemerintah Hindia-Belanda, masyarakat pribumi nggak bisa naik transportasi mewah seperti para pejabat Eropa.
Baca Juga: Diblokir Kominfo, Makna Kata
Mereka cuman bisa menunggangi bajingan untuk mobilitas sehari-harinya, dan itu pun hanya pribumi dengan ekonomi menengah ke atas.
Lalu, pasca kemerdekaan, bajingan ini berfungsi juga untuk mengangkut material, ibarat truk kalau di zaman sekarang.
Melihat dari pergeseran makna bajingan dari profesi mulia menjadi kata makian bisa lo lihat di tulisan Multatuli.
Dalam bukunya di tahun 1860 yang judulnya Max Havelaar, istilah kata bajingan ini mulai punya konotasi yang negatif.
"Nak, jika mereka memberitahumu bahwa aku adalah bajingan yang tidak memiliki keberanian melakukan keadilan, bahwa banyak ibu yang meninggal karena kesalahanku…" tulis Multatuli.
Penggalan tulisan itu menandai penggunaan kata 'bajingan' jadi bentuk umpatan sejak abad ke-19.
Nah, bajingan yang populer di Jawa awal 1900 hingga 1940-an ini membuat kendaraan ini cukup langka di wilayah pelosok Yogyakarta.
Selain langka, jalannya juga lambat, pasalnya gerobaknya hanya ditarik sapi atau kerbau, sehingga waktu melintasnya juga nggak menentu. Seringkali calon penumpangnya udah sambat duluan gara-gara kelamaan nunggu.
"Bajingan kok suwe tekone" (Bajingan kok lama datangnya), atau "Bajingan gaweane suwe!" (Bajingan lambat kerjanya/jalannya).
Gara-gara keluhan tersebut sering diucapkan, kata 'bajingan' jadi mulai mengalami pergeseran makna.
Meskipun awalnya jadi nama profesi yang mulia, istilah Bajingan ini jadi kata umpatan atau makian gara-gara sering telat dan dianggap sering mengecewakan calon penumpangnya.
Tulisan ini telah tayang di National Geographic dengan judul "Memaknai 'Bajingan', Pergeseran Makna dari Profesi Jadi Kata Maki". (*)