HAI-Online.com - Tim Bisindo dan Aksesibilitas (TIBA) Surabaya bersama Universitas Negeri Surabaya (Unesa) gelar pelatihan bahasa isyarat di Lantai 9 Rektorat Kampus Lidah Wetan, Surabaya, Minggu (16/10/2022) lalu.
Pelatihan ini diikuti sejumlah mahasiswa dari 5 fakultas, ada Fakultas Teknik (FT), Fakultas Bahasa dan Seni (FBS), Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), Fakultas Ilmu Olahraga (FIO), serta Vokasi.
Ketua pelaksana, Faizur Rahmatin menjelaskan, pelatihan ini bertujuan sebagai fasilitator komunikasi antar mahasiswa disabilitas, agar nggak ada gap satu sama lain.
"Kan kadang kita kalau komunikasi pakai teknik oral ya, tapi nggak semuanya paham dan bisa menggunakan teknik itu biar nggak salah persepsi. Ini jadi bekal agar nggak salah mengarahkan peserta disabilitas dan sebagainya,” ujar Faizur dilansir dari laman Unesa, Jumat (21/10/2022).
Adapun pelatihan ini dilakukan beberapa kali sejak 16 Oktober 2022 lalu.
Baca Juga: Lewat Tragedi Kanjuruhan, Dosen Sejarah Unesa Ungkap Akar Persoalan Sepak Bola Indonesia
"Dengan menggandeng TIBA, Unesa bisa melakukan pelatihan lebih dari 10 kali tentu dengan gratis,” kata Faizur.
Faizur berharap, kegiatan ini bisa kasih bekal mahasiswa Unesa yang punya ketertarikan belajar bahasa isyarat dan mahasiswa Pendidikan Luar Biasa (PLB).
Selain itu juga, mahasiswa bisa jadi lebih aware terhadap mereka yang punya hambatan pendengaran.
Faizur berharap para peserta pelatihan ini bisa optimal membantu, mendampingi, serta mengarahkan teman-teman tunarungu di kampus.
Kegiatan pelatihan ini dimulai dengan penyampaian cara berbahasa isyarat oleh Ketua TIBA Surabaya, Ika Irawan.
Pemateri yang akrab disapa Wawan ini memberikan isyarat yang kemudian diterjemahkan perwakilan mahasiswa.
Pelatihan dimulai dari hal-hal sederhana seperti nama-nama hari, lalu Wawan berikan gerakan tangan untuk mewakili dari nama-nama hari tersebut.
Kemudian seluruh peserta menirukan dengan gerakan jari jemari tangannya.
Abu Musa Asy’ari dari Pendidikan Luar Biasa (PLB) angkatan 2021 mengatakan, ikut pelatihan juru bahasa isyarat ini cukup menyenangkan baginya.
Selain itu, ini juga dapat menambah pengalaman serta keterampilan membangun komunikasi dengan teman-teman disabilitas khususnya tunarungu.
“Saya di kelas jadi pendamping teman tuli dan ini sangat membantu saya jadi lebih optimal membantu teman-teman yang punya hambatan pendengaran. Jadi kalau misalnya dosen berbicara dengan teman tuli, saya bisa membantu mengarahkan. Dan itu saya seneng banget,” tutup Musa. (*)