HAI-Online.com - Tiga pakar Universitas Indonesia (UI) sebut tragedi Kanjuruhan menjadi bukti lemahnya budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (budaya K3) di Indonesia.
Ketiga pakar dari Departemen K3 Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UI ini sampaikan rasa prihatin dan beri pandangan soal pentingnya penerapan K3 dalam penyelenggaraan suatu event, termasuk pertandingan sepak bola.
Pakar keselamatan kerja Departemen K3 FKM UI, Dr. Zulkifli Djunaedi mengungkapkan, tanpa induksi keselamatan, sistem, prosedur, sarana dan prasarana K3, semua itu berpotensi merenggut nyawa manusia.
“Nggak memadainya fasilitas dan sarana emergency jadi faktor kritis pada kejadian multiple fatalities tersebut. Apakah prosedur emergency response disiapkan oleh panitia? Kenapa gas air mata digunakan dalam meredam amukan massa, padahal sudah jelas dalam regulasi FIFA no 19 bahwa gas air mata dan senjata tajam nggak boleh digunakan dalam pengamanan massa di stadion,” ujar Dr. Zulkifli, dilansir dari laman UI, Senin (11/10/2022).
Baca Juga: Langka! Golongan Darah Baru Er Ditemukan, Disebut Bisa Selamatkan Nyawa, Ini Faktanya!
Dalam rangka menjamin keselamatan masyarakat dibutuhkan sistem dan prosedur keselamatan.
Pakar keselamatan kerja Departemen K3 FKM UI sekaligus Kepala Disaster Risk Reduction Center (DRRC) UI, Prof. Fatma Lestari mengungkapkan kalau sistem dan prosedurnya bisa dimulai dari kajian risiko keselamatan, manajemen risiko, hingga prosedur keadaan darurat.
“Perlu diidentifikasi juga berbagai risiko yang mungkin dihadapi ketika dalam pertandingan sepak bola. Langkah selanjutnya menyusun manajemen risiko agar kecelakaan terhindari, terminimalisir hingga tidak terjadi,” ujarnya.
Baca Juga: Lewat Tragedi Kanjuruhan, Dosen Sejarah Unesa Ungkap Akar Persoalan Sepak Bola Indonesia
Ia menambahkan, “Termasuk di dalamnya ada tindakan seperti apa saja yang harus dilakukan saat terjadi keadaan darurat seperti di Stadion Kanjuruhan beberapa hari lalu,” imbuhnya.
Tragedi Kanjuruhan harus diinvestigasi mendalam secara independen dengan melibatkan semua unsur termasuk para ahli K3, ahli kedaruratan, perancang stadion, dan pihak lainnya.
Hasil investigasi dan pembelajaran dari tragedi tersebut harus disosialisasikan agar kecelakaan serupa bisa dicegah dan jadi pembelajaran bersama.
Selain mengemukakan pentingnya sebuah sistem dan kepedulian dari seluruh stakelholder, Prof. Fatma juga mengajak para pecinta sepak bola untuk turut memahami pentingnya langkah ini.
“Ayo senantiasa mematuhi aturan dan prosedur keselamatan di stadion. Jangan lupa menghindari berbagai tindakan berbahaya bagi diri sendiri dan orang lain, ketahui prosedur keadaan darurat dan rute evakuasi stadion dimana Anda menyaksikan pertandingan sepak bola secara langsung,” ujar Prof. Fatma.
Crowd Safety Management jadi lesson learned dari tragedi Kanjuruhan.
K3 sendiri merupakan serangkaian upaya yang dilakukan untuk memastikan kelancaran dari suatu kegiatan dalam kondisi yang aman, sehat, dan selamat.
Berbagai potensi bahaya dan risiko yang dapat menimbulkan kerugian harus diidentifikasi, dikendalikan, dan dikomunikasikan.
“Crowd safety jadi bagian dari K3, harus jadi perhatian pemerintah setempat dalam memberikan perizinan untuk suatu event,” ungkap Mila Tejamaya, S.Si, MOHS, Ph.D, Ketua Departemen K3 FKM UI.
“Sebagai pembelajaran, Crowd Management Plan harus ditunjukkan kepada pemerintah setempat guna mendapatkan izin penyelenggaraan suatu event,” kata Mila.
Baca Juga: Reunian Bareng Blink-182, Tom DeLonge: Kami Bikin Album Terbaik!
Ia menambahkan, tanpa Crowd Management Plan, besar kemungkinan tragedi-tragedi perhelatan besar jadi nggak terelakkan dan tentunya hal ini nggak diinginkan.
Diketahui, kerusuhan pascapertandingan Persebaya vs Arema FC Sabtu (01/10) di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, berujung tragis dan jadi pelajaran sangat berharga bagi kita semua. (*)