Pasca beredarnya video dancing "one more night" yang dilakukan 5 pelajar di Sulawesi Tengah beberapa waktu lalu itu, protes dan hujatan masih terus berdatangan oleh sebab gerakan dancing yang dipadu dengan gerakan ibadah umat muslim itu dianggap melecehkan agama dan menyakitkan perasaan umat muslim lainnya. Dari itu, kelima pelajar tersebut pun sedang dalam penanganan khusus. Bahkan kelima siswi yang tersebut terancam hilang masa depannya.
Bagaimana tidak, saat memproduksi video kontroversi tersebut, mereka sedang persiapan Ujian Nasional. Atas ulah mereka ini, sekolah melarang kelima siswa untuk ikut UN 2013. Kasihan kan, gara-gara lebay jadi begini?!
AWAL MULANYA
Pada hari Sabtu (9/3) lalu, sesuai dengan jadwal pembelajaran di SMA Negeri 2 Tolitoli jam 07.00 pagi masuk sekolah dan seluruh kegiatan PBM di sekolah berakhir pada pukul 12.15, namun karena menjelang palaksanaan UN, maka diberlakukan kebijakan untuk dilaksanakan kegiatan les bagi kelas calon peserta UN, pada hari itu jadwal les dilaksanakan pukul 15.00, interval waktu antara jam 12.15 dan 15.00, itulah dimanfaatkan oleh 5 orang siswi untuk memproduksi video yang penontonnya sudah lebih dari puluhan ribu.
AR (pemilik HP), RM, YL, MR, dan SW melakukan aktifitas tersebut di ruang kelas XII IPS 4 sekaligus tempat belajar siswi tersbeut. Dengan memperagakan gerakan praktik shalat berjama'ah yang dikombinasikan dengandancingserta mempelesetkan bacaan ayat-ayat al-Qur'an diselingi dengan musik "One More Night", kelima siswi ini kemudian mendokumentasikan aktivitas tersebut melalui kamera telepon AR. Pemilih HP salah satu pelaku memaksakan pada seorang siswa lain untuk memegang kamera HP tersebut sehingga gerakannya terekam selama lebih dari 5 menit tersebut.
Penjelasan Kepsek SMA 2 Tolitoli Muallimin mengatakan peristiwa tersebut nggak segera diketahui oleh segenap warga sekolah (Kepsek, dan seluruh tenaga pendidik dan kependidikan), karena siswa-siswi yakini bahwa hal tersebut melanggar peraturan dan tata tertib Sekolah, yaitu siswa dilarang membawa HP ke Sekolah, tapi bangkai yang disembunyikan akhirnya tercium juga. Video tersebut sudah bocor pada Jum'at (29/3) lalu sekitar pukul 09.00 pagi.
"Suami dari salah seorang guru di SMA Negeri 2 Tolitoli, berada di pasar kelurahan Tambun melihat warga berkerumun menonton video tersebut, yang bersangkutan segera menyampaikan kepada isterinya dan selanjutnya para guru menginformasi hal tersebut," jelas Muallimin kecewa melihat muridnya seperti itu.
Kasusnya kini semakin menyebar, bahkan diantara kebingungan dan kekacauan pelaksanaan UN 2013, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, M Nuh juga sudah mengetahui kasus tersebut. Pak Nuh menyebutnya 'keterlaluan'.
Meski demikina, sebagai Menteri, ia menyarankan sekolah dan instansi terkait untuk nggak mencuci tangan dan menimpakan kesalahan hanya pada para pelaku tersebut. Hal ini didukung Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait, yang menyatakan bahwa kasus ini nggak boleh dibiarkan dan berhenti hanya disitu_disebut "keterlaluan" red.
"Tapi ya cuma berhenti di situ, nggak pernah benar-benar melakukan apa pun gituh" kecam Arist Merdeka Sirait, seperti dilansir Kompascom, Rabu (24/4) ini. Menurut dia, kalau memang Mendikbud sependapat dengan sanksi tersebut, maka ada tindakan yang lebih konkret. Misalnya, dengan mengirim surat teguran atau bahkan menindak sekolah itu.
MASA DEPAN PELAKU?
Pendapat berbeda datang dari anggota Komisi X DPR, Surahman Hidayat, mengatakan masa depan pelaku dancing "One More Night" ini nggak lalu hilang dengan sanksi yang didapatkan siswa atau sekolah.
"Masih ada kesempatan mengikuti ujian Paket C, masa depannya tak tertutup sama sekali," kata dia, saat dihubungi, Rabu (24/4/2013).
Surahman berpendapat, disiplin tetap harus ditegakkan, termasuk dalam kasus ini. "Apalagi terkait pelanggaran berat," ujar dia. Pengambilan keputusan pun sudah diambil lewat jalan musyawarah.
Berdasarkan informasi yang Surahman dapatkan, sanksi mengeluarkan para pelaku dari sekolah, merupakan hasil musyawarah keluarga pelaku, sekolah, dan pemerintah daearah setempat. "Orangtuanya bahkan menerima itu sebagai sanksi yang pantas," kata dia. Sementara soal nggak bisa ikut UN, menurut Surahman hanya kebetulan peristiwa tersebut terjadi di waktu-waktu mendekati ujian.
Namun, Surahman sependapat bahwa sanksi yang sudah dijatuhkan bukan akhir dari persoalan maslaah pelecehan gerakan salat yang dilakukan para siswi tersbeut. "(Yang terpenting) bagaimana anak itu bisa direhabilitasi, itu yang penting," tegas dia.
Masyarakat pun dimintanya nggak lalu menjatuhkan sanksi sosial, seolah para siswi tersebut adalah orang-orang gagal. "Setiap orang bisa khilaf. (video) itu bias saja kekeliruan. Anak-anak ini tetap harus diberi ruang untuk memperbaiki diri," ujar Surahman ingin control masyakarat lebih peka lagi pada anak sekolah.
Dan pastinya teman-teman semua juga harus mengambil hikmah dari kejadian di atas. Bukan untuk ditiru, tetapi untuk diambil pelajaran hidupnya. Kreatif nggak harus begitu juga kan?