Sejarah berdirinya Fakultas Kedokteran UGM tidak bisa dilepaskan dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai kemerdekaan. Sebagai fakultas tertua di Indonesia, tonggak berdirinya Fakultas Kedokteran UGM melalui proses yang sangat panjang. Pada jaman penjajahan Belanda terdapat dua sekolah kedokteran yaitu Geneeskundige Hoge School (GHS) di Jakarta dan Netherlands Indische Arsten School (NIAS) di Surabaya. Selanjutnya pada masa pendudukan Jepang (1943-1945) terjadi banyak perubahan. GHS berubah nama menjadi Djakarta Ika Daigaku, sedangkan NIAS ditutup dan kebanyakan mahasiswanya pindah ke Djakarta Ika Daigaku.
Sesaat setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, Djakarta Ika Daigaku diambil alih oleh pemerintah Republik Indonesia dan berubah nama menjadi Perguruan Tinggi Kedokteran di Jakarta di bawah Kementrian Kesehatan. Karena situasi keamanan di Jakarta yang genting karena terjadi perlawanan di mana-mana, maka Kementrian meutuskan untuk memindahkan Perguruan Tinggi Kedokteran Jakarta ke daerah pedalaman Jawa Tengah yaitu Yogyakarta yang saat itu sebagai kota penting Republik Indonesia. sayangnya, Yogyakarta tidak memiliki fasilitas yang cukup untuk pendirian Perguruan Tinggi Kedokteran, maka pendirian dipindahkan ke Klaten, kota kecil antara Yogyakarta dan Surakarta. Bagian preklinik Perguruan Tinggi Kedokteran dipusatkan di Klaten dan bagian klinik di Surakarta. Pada saat itulah, tonggak sejarah pendirian Fakultas Kedokteran dimulai yaitu 5 Maret 1946.
Dekan pertama kali setelah pendirian Perguruan Tinggi Kedokteran (PTK) adalah Prof. Dr. Sardjito, dibantu oleh dr. Soetarman, Drs. Radiopoetro dan dr. Soemoesmo. Beberapa dosen antara lain adalah Drs. Sardjono, Prof. Ir. H. Johanes, Prof. Abdulrahman Saleh dan dr. Moh. Sale. Mahasiswa yang tercatat sebagai mahasiswa tahun pertama adalah Soeprono, Soewasono, Parmono Ahmad, Nasir Alwi (pernah menjadi rektor Universias Gadjah Mada), Soedibjo Prodjopoerwoko, Roekmini, Ismangoen, Soepardjo, dan Poestika. Kegiatan Perkuliahan dan laboratorium dilakukan dilakukan di Rumah sakit Tegalyoso Klaten (kini bernama RS dr. Soeradji Tirtonegoro). Sebelum PTK Yogyakarta berdiri, di Yogyakarta sudah ada Sekolah Tinggi Teknik dan Sekolah Hukum milik Yayasan Perguruan Tinggi Gadjah Mada.
Timbul gagasan di antara para kementrian untuk menggabungkan Perguruan perguruan tinggi dan Sekolah sekolah tinggi menjadi satu Universitas dibawah Kementrian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan. Gagasan tersebut terlaksana dengan dibukanya Universitas Negeri Gadjah Mada (UNGM) oleh Kementrian PP&K pada tanggal 19 Desember 1949 (sekarang ditetapkan sebagai hari jadi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta).
Sementara itu, Perguruan Tinggi Kedokteran, Perguruan Tinggi Kedokteran Gigi dan Perguruan Tinggi Farmasi masih dikelola Kementrian Kesehatan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI no 37 tentang berdirinya UNGM yang ditandatangani oleh Mr. Assat sebagai presiden RI sementara; Ki Mangoen Sarkoro sebagai Menteri PP&K, maka gabungan PTK, PTGK, PTF, dan RS Kedokteran oleh Kementrian Kesehatan diserahkan kepada Kementrian PP&K. Istilah Perguruan Tinggi diubah menjadi Fakultit yaitu Fakultit Kedokteran, Kedokteran Gigi dan Farmasi.
Berkat bantuan wakil presiden RI. Drs. Moh. Hatta, Menteri Pengajaran dan Kebudayaan, Ki Mangoen Sarkoro; Menteri Kesehatan Dr. Soerono dan Prof. Soetopo; Menteri Keuangan Lukman Hakim; Menteri Perhubungan dan Pekerjaan Umum Ir. Laoh dan Ir. Sitompul dan Menteri Kemakmuran dan Pertanian I.J. Kamiso dan Sadjarwo, SH serta sekretaris jenderal Mr. Hadi, Ir. Putuhena dan Ir. Goenoeng, PTK Yogyakarta akhirnya diresmikan pada tanggal 1 November 1949 sebagai PTK RI terlengkap pertama kali. Upacara pembukaan tersebut dihadiri oleh Presiden RI Ir. Soekarno.
Akhirnya tahun 1982, gedung Fakultas Kedokteran yang tersebar di seluruh kota Yogyakarta berhasil dipindahkan ke kampus UGM di Sekip. Untuk mendukung kelancaran Pendidikan Kedokteran, Kementrian Kesehatan RI membangun rumah sakit sebagai fasilitas pendidikan di kampus UGM yaitu RSUP. Dr. Sardjito.