Menurut Survei, Masih Banyak Anak Muda yang Belum Tahu Tentang Penyakit TBC

Selasa, 13 September 2022 | 10:07
DOK. Shutterstock

Hai-Online.com –Tuberkulosis (TBC) telah dinyatakan sebagai penyakit menular utama di Indonesia sejak lama.

Meski menjadi masalah kesehatan serius yang dapat merugikan orang dengan TBCnya, penyakit ini belum dipandangsebagai ancaman yang memerlukan perhatian khususbagi sebagian masyarakat, termasuk anak muda.

Hasil riset Stop TB Partnership Indonesiapada Januari - Februari 2022 menunjukkan pemahaman masyarakat mengenai TBC masih terbatas.

Dari 553 responden online survey, sebanyak 28,8 persen responden menyebut TBC sebagai penyakit menular, lalu 23,3 persen menyebut TBC sebagai penyakit terkait paru-paru, sementara 7,7 persen menyebut TBC sebagai penyakit batuk dan flu.

Selanjutnya, dari 100 responden face to face survey, sebanyak 17,8 persen responden mengatakan bahwa TBC merupakan penyakit menular, 16,3 persen sebagai penyakit batuk, sementara 12 persen responden menyatakan bahwa TBC merupakan penyakit infeksi paru-paru.

Baca Juga: Basboi Perdana Bawakan Lagu Barunya ‘You’re The Best’ di Flavs Festival 2022, Rilis Akhir September!

Pemahaman masyarakat yang menjadi responden dalam jajak pendapat tersebut tak sepenuhnya keliru, tetapi juga tidak cukup memadai. Buat lo yang belum tahu, TBC merupakan penyakit infeksi paru-paru yang disebabkan oleh bakterimycobacterium tuberculosis. Salah satu gejala penyakit ini adalah batuk berkepanjangan.

Orang yang terserang TBC biasanya mengalami batuk selama lebih dari dua minggu. Pada beberapa kasus, batuk juga disertai darah. Gejala umum lainnya adalah nyeri dada, sesak napas, kehilangan nafsu makan, mual dan muntah, lelah berlebihan, serta berkeringat pada malam hari meski tidak beraktivitas fisik.

Di Indonesia, jumlah orang dengan TBCmasih tergolong tinggi.Berdasarkan"Global TB Report 2021"yang dipublikasikanOrganisasi Kesehatan Dunia (WHO),terdapat824.000 estimasi kasusTBC di Indonesiasetiap tahunnya. Jumlah ini menempatkanIndonesiasebagainegara ketiga dengankasusTBC tertinggidi dunia.

Namun, seperti dikutip dariKompas.id, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkapkan bahwa baru 49 persen dari estimasi 824.000 orang dengan TBC yang sudah ditemukan dan menjalani pengobatan. Artinya, masih ada sekitar 500.000 ribu orang dengan TBC yang belum diobati dan berisiko menjadi sumber penularan.

Baca Juga: Saykoji di Flavs Festival 2022: Tampil Pakai Angklung Sampai Bawain Lagu 'Online' Versi Terbaru, Angkat Isu UU ITE

Untuk memutus rantai penularan dan mengeliminasi TBC, pemerintah perlu terus menggencarkan upayatracing,testing, dantreatment(3T). Pada saat yang sama, pemahaman dan kesadaran masyarakat untuk memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan juga akan sangat menentukan keberhasilan penanganan TBC.

Sayangnya,banyak orang yang enggan berobat atau memeriksakan diri ketika mengalami gejala TBC.Salah satu penyebabnya adalahgejala yang timbul sering dianggap sebagai penyakit umum yang akan sembuh dengan sendirinya. Penyebab lain yang tak kalah penting adalahbanyak masyarakat yang memercayai mitos tentang TBC.

Beberapa mitos tentang TBC yang masih beredar di masyarakat antara lain menyebut penyakit ini sebagai hasil kutukan atau ilmu hitam, lalu TBC sebagai penyakit keturunan sehingga sulit disembuhkan, dan mitos yang menyebut TBC sebagai penyakit yang mudah menular sehingga orang dengan TBC perlu diasingkan.

Semua mitos tersebut tidak benar. TBC bukan penyakit keturunan dan Orang dengan TBCnya dapat sembuh dengan pengobatan secara rutin. Penyakit ini memang dapat menular melaluidropletyang keluar dari mulut Orang dengan TBC saat bersin dan batuk, tetapi tidak mudah menular melalui benda-benda yang digunakan Orang dengan TBC.

Baca Juga: Jadi Punggawa Indie Norwegia, Berikut 15 Rekomendasi Lagu Indie Boy Pablo!

Bakterimycobacterium tuberculosispenyebab TBC tidak dapat bertahan hidup di benda mati yang digunakan Orang dengan TBC, seperti peralatan makan dan pakaian. Oleh karena itu, mengasingkan orang dengan TBC bukan tindakan yang tepat. Sebaliknya, mereka membutuhkan dukungan moral agar dapat cepat sembuh.

Gunamendorong minatanak mudauntukmengenal lebihdalamtentang penyakit TBC,Stop TB Partnership Indonesia bekerja sama dengan Kompas.commenghadirkan informasitentang sejarah, fakta, dan perkembangan TBC di IndonesiamelaluiVisual Interaktif Kompas (VIK)yang menarik dan mudah dipahami.

Sebagai informasi,Stop TB Partnership Indonesiamerupakanyayasanyangberfokusdalam upayamemutus mata rantai penularanTBCdengan meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang penyakit ini.Selain melalui VIK, Stop TB Partnership jugamenghadirkankampanye #141CekTBC dan #TOSSTBC (Temukan Tuberkulosis Obati Sampai Sembuh).

Untuk mengetahui lebih banyak seputar TBC,kunjungilinkVIKKompas.comdi sini.Selain membaca artikel, lo juga bisa memutus mata rantai TBC dengan mengunjungi laman#141CekTBC dihttps://stoptbindonesia.org,https://tbindonesia.or.id,danhttps://141.stoptbindonesia.org.Tersedia juga fiturchatbotStop TB Partnership melaluiWhatsAppdi nomor +628119961141.

Editor : Sheila Respati