Marak Perang Sarung Remaja di Jawa Tengah, 9 Anak Diringkus Polisi Soalnya Sarungnya Diisi Batu

Rabu, 20 April 2022 | 04:05
KOMPAS/KRISTI D UTAMI

Anak-anak berjalan ke tempat konferensi pers di lobi Markas Kepolisian Sektor Pedurungan, Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat (8/4/2022). Mereka merupakan pelaku tawuran menggunakan sarung yang diciduk polisi karena dianggap mengganggu ketertiban umum.

HAI-ONLINE.com - Baru-baru ini peristiwa mengejutkan terjadi di Jawa Tengah, yaitu maraknya tarung sarung berupa tawuran antar kelompok.

Hal itu menyebabkan anak-anak yang kurang lebih masih duduk di bangku SMP dan SMA diringkus polisi akibat aksi saling sabet menggunakan sarung di Jalan Supriyadi, Kecamatan Pedurungan.

Kejadian itu diawali dengan unggahan foto dari sekelompok remaja di media sosial yang dilanjutkan dengan komentar dari kelompok lain untuk tujuan menantang. Keduanya pun terpancing dan mereka sepakat untuk bertarung.

”Waktu itu, kami sedang kumpul-kumpul habis tarawih terus diajak untuk perang sarung lawan kelompok dari Sendangguwo. Senjatanya pakai ini, ujungnya diikat. Lalu, (sarung) disabet-sabetin ke lawan," ungkap YF (16), Jumat (8/4/2022).

FYI, kejadian itu ternyata bukan pertama kali tarung sarung ini terjadi di wilayah tersebut. Hal itu disampaikan oleh Ajun Komisaris Besar Donny Lumbantoruan, Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Besar Semarang, mengatakan kalau ada sembilan anak diringkus polisi akibat melakukan tarung sarung di pekan yang sama, tepatnya pada Selasa (5/4/2022).

Donny juga menegaskan bahwa peristiwa tarung sarung ini tergolong sebagai perbuatan melanggar hukum dan dapat diproses secara hukum.

Baca Juga: Sebel Karena Telat Syuting 7 Jam, Rossa: Sialan Ahmad Dhani!

Namun, pihak orang tua dari pelaku yang merupakan anaknya memohon agar dapat diselesaikan di luar jalur hukum, yaitu dengan menggunakan keadilan restoratif.

Mereka pun berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.

”Kami perwakilan dari anak-anak yang terlibat tawuran, dalam kesempatan ini saya menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada seluruh masyarakat atas perbuatan saya yang telah merugikan orang lain, mengganggu ketertiban, keamanan dalam masyarakat. Saya berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatan tersebut,” ujar anak-anak itu serentak, dikutip dari Kompas.id.

Di sisi lain, ternyata tarung sarung ini juga terjadi di sejumlah daerah di kawasan pesisir pantura Jawa Tengah, seperti Pekalongan, Tegal, dan Pemalang.

Mirisnya, peristiwa yang terjadi di Kabupaten Tegal nggak hanya sekedar perang sarung biasa, tetapi sarung itu diisi oleh batu yang kemudian diikat.

Hal itu tentu lebih berbahaya karena bisa melukai orang lain.

Peristiwa tersebut menyebabkan delapan anak diringkus oleh petugas dari Polres Tegal dan diberi pembinaan.

Umi Azizah selaku Bupati Tegal turut prihatin dan meminta agar pengawasan dilakukan oleh semua pihak di lingkungan masing-masing.

”Kepada masyarakat agar mewaspadai hal-hal yang terindikasi tidak baik, apakah pencurian, tawuran, dan hal-hal lain yang meresahkan masyarakat. Para orangtua harus mewaspadai, ini menjadi kewajiban kita untuk melakukan kontrol dan antisipasi segala sesuatu yang menimbulkan keresahan masyarakat," ungkap Umi Azizah.

Sejalan dengan itu, Kepolisian di Kota Semarang maupun Tegal bertekad akan lebih gencar melakukan patroli di tempat dan jam yang rawan untuk menekan terjadinya tawuran sarung.

”Patroli siber juga akan kami lakukan karena selama ini tawuran itu bermula dari cekcok di media sosial. Trennya adalah, mereka saling berkomentar di suatu unggahan kemudian ada yang menantang, lalu bertemu untuk tawuran itu. Terkadang, mereka juga merekam bahkan melakukan siaran langsung di media sosial saat sedang tawuran untuk menunjukkan eksistensinya, ini berpotensi dicontoh kelompok lain," jelas Donny.

Terjadinya tarung sarung yang merupakan bagian dari tawuran ini disebabkan oleh berbagai faktor, seperti tingginya tingkat emosional, kondisi psikis yang labil, dan dorongan dari luar (dendam antar kelompok).

”Secara umum, tawuran dapat terjadi di mana saja dan kapan saja. Karena saat ini momennya Ramadhan, mungkin mereka sedang menggunakan sarung itu untuk berpakaian. Dalam kondisi terdesak, mereka menggunakan sarung itu sebagai alat untuk mempertahankan diri sekaligus melumpuhkan lawannya,"ujar Fulia Aji Gustaman, Sosiolog Universitas Negeri Semarang.

(Ariella Kinari)

Tag

Editor : Alvin Bahar