Kerap Muncul di Manga dan Anime, Inilah 7 Kelas Prajurit Masa Feodal Jepang

Senin, 15 November 2021 | 19:25
https://mainichi.jp/

Ninja Terakhir di Jepang Sanggup Mendengar Suara Jarum yang Jatuh, Latihannya Nggak Makan Minum

HAI-Online.com – Jika lo penggemar anime, lo pasti udah nggak asing sama karakter-karakter yang banyak ngambil inspirasi dari tokoh-tokoh Jepang zaman dahulu saat negara tersebut masih menganut sistem feodal.

Lewat kemasanpop culture-nya, Jepang pun sukses membawa tokoh-tokoh tersebut meluas hingga seluruh dunia.

Nah, masa feodal dalam sejarah Jepang banyak dikaitkan sebagai era samurai. Seperti ksatria dalam sistem feodal Eropa, mereka adalah prajurit aristokrasi yang dilengkapi dengan peralatan mahal.

Namun, mereka hanyalah salah satu dari banyak jenis prajurit yang berbeda pada periode itu yang terbagi ke dalam setidaknya tujuh kelas prajurit.

Selain samurai sebagai prajurit kelas “bangsawan”, ada juga sohei, ikko-ikki, ronin, ninja, ashigaru, tsukai-ban. Berikut perbedaan ketujuh kelas prajurit Jepang pada masa feodal.

Samurai

Richard Mortel/Wikimedia

Kostum perang samurai Jepang.

Baca Juga: Bersetting Jepang Feodal, Ini Dia 4 Fakta Film Mortal Kombat yang Diperankan Joe Taslim

Muncul di akhir milenium pertama Masehi, samurai adalah prajurit kelas aristokrasi. Dalam sistem masyarakat mereka berperan sebagai pemilik tanah dan pemimpin masyarakat. Samurai yang paling rendah, bahkan masih lebih kaya dan lebih istimewa daripada kebanyakan orang Jepang pada masanya.

Samurai mulai sebagai pemanah kuda yang mempengaruhi peralatannya, bahkan ketika beralih ke peran mereka sebagai pendekar pedang.

Seiring waktu, prajurit kelas bangsawan ini beralih dari panah ke senjata yang lebih kokoh dan simetris, seperti katana (pedang samurai). Peralihan ini terjadi seiring terjadinya perubahan dari perang jarak jauh ke pertempuran jarak dekat.

Samurai bertarung dengan berbagai senjata, termasuk tombak dan tongkat. Senjata mereka yang paling umum dan ikonik adalah pedang berpasangan dari katana panjang dan wakizashi yang lebih pendek. Keduanya melengkung dengan ujung tajam yang mematikan.

Hampir semua komandan adalah seorang samurai. Mereka adalah elit militer, politik, sosial, dan ekonomi Jepang. Hirarki feodal kepemilikan tanah berarti setiap samurai berutang menjalankan dinas militer kepada pejabat lainnya sampai ke Kaisar.

Dalam pertempuran, samurai menyediakan inti elit pejuang di sebagian besar pasukan dan pasukan gerak cepat dalam penugasan pasukan kavaleri dan infanteri.

Sohei

Dari abad ke-11 hingga abad ke-16, samurai terkadang bertempur bersama atau melawan kelompok prajurit elit lainnya yang disebut “Sohei”.

Sohei adalah biksu prajurit Buddha. Beberapa biara mempertahankan tentara mereka. Mereka memberikan perlindungan selama masa perselisihan dan digunakan selama perselisihan dengan kuil lain atau penguasa samurai.

Kontingen yang paling terkenal dan ditakuti bermarkas di Enryaku-Ji, kuil utama di Gunung Hiei.

nggak seperti samurai, pasukan sohei biasanya kurang dipersenjatai. Mereka mengenakan baju besi infanteri biasa di atas jubah biara mereka, seringkali dengan jubah luar di atasnya.

Mereka kerap menggunakan rajutan handuk atau aksesoris kepala yang menutupi kepala mereka yang dicukur. Senjata tradisional mereka adalah naginata, sebuah tongkat berbilah.

Sohei bisa menjadi sekutu yang berharga bagi samurai, tetapi mereka juga bisa merepotkan. Pasalnya, mereka menggunakan kekuatan militernya untuk menegaskan independensi biara-biara mereka di hadapan otoritas sekuler.

Baca Juga: 3 Fakta Menarik Samurai Miyamoto Musashi yang Menangin Duel Pertama saat Masih Bocah

Ikko-Ikki

Ikko-Ikki adalah penganut Buddha Jodo-Shinshu, mengikuti cabang dari Buddhisme Tanah Murni. Mereka percaya pada keselamatan bagi seluruh umat manusia, bukan hanya mereka yang memiliki waktu dan kecenderungan untuk mempelajari detail agama.

Oleh karena itu, mereka lebih egaliter daripada sohei, dan lebih berbentuk gerakan sosial massa bersenjata daripada kader pejuang elit.

Beberapa Ikko-Ikki mencukur rambut mereka sebagai tanda iman mereka. Namun, mereka terlihat dan bertempur seperti tentara samurai yang mereka lawan.

Mereka memperoleh kekuatan yang cukup untuk menguasai provinsi Kaga pada 1488, sebelum didorong kembali ketika Jepang yang retak bersatu kembali pada abad berikutnya.

Mereka mirip dengan pemberontakan petani Eropa, tetapi tambahan fanatisme agama membuat mereka menjadi lawan yang tangguh.

Ronin

Samurai memiliki hierarki yang jelas. Setiap prajurit memiliki kepentingan untuk mendapat atau mempertahankan posisi di dalamnya.

Terkadang seorang samurai kehilangan tempatnya dalam hierarki. Itu bisa terjadi ketika daimyo, atau tuannya, meninggal atau dipermalukan, atau meninggalkannya tanpa tuan. Dia kemudian menjadi seorang ronin, sebuah kata yang berarti “manusia ombak.”

Tanpa tanah milik mereka sendiri atau pendapatan tetap, ronin yang nggak punya uang. Mereka pun mencari pekerjaan dengan cara terbaik yang mereka tahu, misalnya dengan bekerja sebagai tentara bayaran.

Selama pergolakan hebat pada akhir abad ke-15 dan ke-16, pekerjaan semacam itu berlimpah. Ketika keteraturan pemerintahan dipulihkan di Jepang, semakin sedikit pekerjaan untuk prajurit ronin.

Baca Juga: Ninja Terakhir di Jepang Merespon Adegan-adegan di Anime Naruto: Jutsu-nya Beneran, Tapi Nggak Mungkin Keluar Rasengan

Ninja

Pembunuh rahasia Jepang, ninja, meninggalkan lebih sedikit informasi tentang aktivitas mereka daripada Ikko-Ikki. Informasi soal ninja penuh dengan rumor, kenggakpastian, dan kerap berlebihan.

Ninja memainkan peran yang sangat berbeda dari kelompok prajurit lainnya. Mereka nggak bertarung di medan perang. Sebaliknya, mereka bertarung dari bayang-bayang, menggunakan samaran dan kelicikan untuk membunuh musuh.

Daimyo Uesugi Kenshin, yang meninggal pada 1578, dikabarkan dibunuh oleh seorang ninja yang menghabiskan berhari-hari bersembunyi di jamban. Ninja menunggu kesempatan menyerang pada saat korbannya dalam kondisi paling rentan dan nggak curiga.

Ninja mengenakan pakaian serba tertutup untuk menyembunyikan diri mereka dari pandangan. Pakaian warna hitam digunakan untuk kerja malam dan cokelat khaki untuk siang hari.

Ashigaru

Seperti ksatria Eropa, samurai menjadi simbol dari perang yang mereka ikuti karena kemewahan dan status mereka. Namun di balik semua pertempuran itu prajurit yang paling banyak terlibat di garis depan adalah para Ashigaru.

Sebagian besar tentara feodal Jepang terdiri dari ashigaru, prajurit biasa. Peralatan ashigaru sangat bervariasi. Banyak yang memakai okegawa-do, bentuk paling sederhana dari baju perang.

Pakaian itu terdiri dari dua bagian, satu melindungi bagian depan dan yang lainnya bagian belakang, dihubungkan oleh engsel dan kabel.

Para ashigaru bertarung dengan tombak, pedang, dan busur. Pada abad ke-16, senjata bubuk mesiu muncul ke permukaan.

Panglima perang Nobunaga meraih kemenangan besar pada 1575 dengan melengkapi 3.000 ashigaru-nya dengan "arquebus", senapan laras panjang.

Baca Juga: Selain Babymetal, Ini 7 Band Metal Jepang dengan Personel Cewek Semua!

Tsukai-ban

Agar dapat bekerja dengan efektif, setiap tentara membutuhkan komunikasi. Setiap daimyo memiliki tsukai-ban, korps utusan.

Para prajurit itu memastikan koordinasi dan transmisi informasi antar unit di medan perang yang sibuk dan kacau. (*)Artikel ini telah tayang diKompas.comdengan judul "Tujuh Kelas Prajurit Jepang Masa Feodal: Perbedaan Samurai, Ronin, hingga Ninja"

Tag

Editor : Alvin Bahar